Chereads / Etranger: Siswa x Mafia / Chapter 7 - 6: 3 COWOK [A]

Chapter 7 - 6: 3 COWOK [A]

Keesokan harinya. Suasana di SMA Swata Internasional (Khusus Laki-laki) Prasaja Sirius Bel Esprit biasa saja seperti hari-hari sebelumnya. Seperti namanya itu adalah sekolah homogen yang diperuntukan hanya untuk anak laki-laki. Tipe sekolah seperti itu sebenarnya memang sudah jarang ada di Indonesia. Umumnya konsep homogen hanya diterapkan di sekolah dengan dasar pendidikan agama seperti pesantren atau sekolah khusus Katolik.

Yah, itu biasa. Tapi, Yayasan Prasaja Sirius Bel Esprit masih bisa bertahan karena memang peminat sekolah jenis ini masih ada cukup banyak. Dengan alasan serta kepentingan masing-masing pun masih banyak orang tua yang menghendaki anak-anak mereka tidak masuk ke sekolah campuran.

Semua itu sangat wajar.

*

"Sungguh tidak wajar anak biasa seperti aku masih pagi sudah melihat wajah teman sekelas sendiri seperti habis ikut tawuran antar provinsi," komentar Bisma asal jeplak saat melihat Widya baru datang dan berjalan pelan menuju tempat duduk.

Saat melewati tempat duduk Bisma, Widya mencubit sepasang bibir anak itu dan berkata, "Katakan hal seperti itu lagi dan akan aku buat kau besok masuk sekolah sungguh seperti orang habis ikut tawuran antar provinsi juga."

"Izhya, izhya, izhya," ucap Bisma berusaha bicara.

Harjita yang hanya bisa nge-freeze sejak tadi pun akhirnya mendapat kembali kekuatan untuk keluarkan suara. Hendak lontarkan tanya, "Apa kamu habis kecelakaan, Wid? Atau habis jatuh dari tebing jurang? Kok masih hidup, sih?"

Sungguh pertanyaan yang kampret sekali.

Kemarin dia kan habis pergi dengan Sas. Hal apa gerangan ya yang telah terjadi dengan mereka, batin keduanya asyik berburuk sangka ria, jangan-jangan… PERTENGKARAN ANTAR KEKASIH. Auw! Auw! Auw!

"Hwa ha ha ha ha ha ha!" tawa Bisma cukup keras.

"Hwe he he he he he he!" tawa Harjita kalem saja.

"Apa yang sedang ada dalam kepala jorok kalian itu sekarang, hah?" tanya Widya tidak peduli. Segera masuk ke tempat duduk. Menaruh kepala di kedua tangan di atas meja. Menutup kepala dengan jaket. Dan tidur.

Aku benar-benar lelah. Rasanya jadi hanya ingin… saja, deh. Kampret.

Aahh.

*

Jam pelajaran pertama, kedua, dan ketiga Widya lewatkan dengan tertidur pulas di atas meja. Bukannya guru tidak tau apa yang salah satu anak didik mereka itu lakukan. Terlebih di SMA Swata Internasional (All Boys School) Prasaja Sirius Bel Esprit yang terkenal dengan tata tertib serta nilai disiplin yang tinggi.

Hanya saja saat setiap guru mata pelajaran selanjutnya masuk ke kelas mereka. Entah Bisma atau Harjita akan menjelaskan kondisi yang tengah Widya alami. Karena pernyataan mereka didukung juga oleh anak-anak sekelas lain. Guru pun untuk hari itu sepakat sedikit lunakkan sikap. Karena mereka pun "tau" garis besar latar belakang anak itu. Walau tidak secara gamblang.

KRIING KRIIING.

Bel sekolah berdering dua kali pertanda jam istirahat telah tiba. Turut jadi bel yang menarik kembali kesadaran Widya menuju alam fana. Ia buka mata perlahan. Ia sangat bersyukur karena bisa tidur walau tidak begitu lama. Ia amati anak-anak sekelas yang bersikap biasa saja. Dan perasaan aneh seketika menyerang jiwa.

"Bagaimana keadaanmu? Sudah enakan?" tanya Harjita dengan tatapan serta ucapan perhatian yang buat Bisma sedikit merasa geli. Eeuukh.

Tapi, Bisma pun pada akhirnya ikut melihat Widya dan berkata, "Kalau sedang sakit tidak usah masuk saja, sih. Atau mau aku antar ke unik kesehatan sekolah saja?" ia bertanya dengan tampang lebih acuh tak acuh.

"Aaahh, aku tidak tau bagaimana bisa berakhir tidur tanpa diganggu oleh guru. Yang jelas terima kasih banyak," ucap Widya sambil mengangkat wajah menghadap langit-langit. Ia tidak yakin kuat melanjutkan hari sebagai pelajar yang baik di sekolah. Tapi, ia juga tidak mungkin pulang. "Kalau mau istirahat saja di ruang kesehatan sekolah memangnya boleh, ya?" tanya Widya yang seumur-umur sekolah di sana sama sekali belum pernah sakit yang buat harus berhubungan dengan dokter ruang kesehatan sekolah mereka.

"Ya boleh, lah," jawab Bisma yang rajin masuk unit kesehatan sekolah walau bukan karena sakit melainkan malas upacara, malas olahraga, atau memang malas belajar saja. "Kau pikir aku hampir tiga tahun sekolah di sini kalau mau bolos itu ke mana?" ia bertanya dengan raut santai tanpa dosa.

Ck ck ck. Harjita hanya bisa berdecak tidak habis pikir pada kejujuran tidak terpuji sang sobat.

"Oh, aku pikir kalau kita sakit otomatis akan ditelpon orang rumah atau langsung disuruh pulang. Kalau begitu aku mau ke sana saja, deh," putusnya sambil berusaha dirikan tubuh. Berjalan pelan menuju pintu keluar. Dan…

"Eh…?" Hyuung.

"E, E, E, Eeeeh, untung saja lariku cepat," ucap Bisma segera menangkap tubuh Widya yang akan koleps tinggal sedikit lagi jatuh menghantam lantai. Atau sudah?

"Biar aku bantu," ucap Harjita ikut membopong sisi tubuh yang lain. Bersama mereka membawa si anak remaja penuh dilema menuju ruang kesehatan sekolah.

*

Sesampai di sana. Sayang sekali Widya tak bisa segera ditangani oleh dokter karena dokter UKS yang hari itu bertugas sedang dipanggil untuk menemui direktur sekolah. Alhasil hanya ada satu orang siswa anggota PMR yang sedang piket berjaga di sana.

"Sas, kok kamu sendirian?" tanya Harjita.

"Anak lain lapar jadi pada ke kantin dulu. Kalau aku kan belum begitu lapar kalau masih jam segini," jawab Sas sambil serius mengerjakan beberapa laporan keadaan para siswa yang habis beristirahat di sana (dengan berbagai alasan dari sungguhan sakit sampai hanya berlagak sakit) keberadaan alat medis dan obat-obatan yang ditugaskan oleh dokter.

"Wah, rajin sekali kamu. Sungguh tipikal siswa terpuji. Tapi, kita ada kerjaan juga, nih," beritahu Bisma sambil membuka kerai yang menghalangi pandangan dari meja dokter ke salah satu tempat tidur pasien.

Puk. Sas menaruh bolpoin Pilot yang ia gunakan menulis banyak hal di atas meja. Memutar tubuh untuk menyaksikan bagaimana seseorang yang kemarin terakhir ia lihat masih baik-baik saja. Sekarang rupanya sudah berpenampilan seperti zombie apokaliptik. Drap drap drap. Ia langkahkan kaki cepat menghampiri Widya, Harjita, dan Bisma.

"Apa yang sudah terjadi sama dia, sih?" tanya Sas kalut. Habis, tadi malam kan, seharusnya… seharusnya… aaaahhh!!!

"Justru kami lho yang ingin bertanya," balas Bisma.

Harjita melanjutkan, "Kemarin kamu pergi ke suatu tempat dengan Widya kan sepulang sekolah?" ia bertanya.

"Memang benar, tapi dia masih baik-baik saja sampai kita berpisah," jawab Sas sambil membelakangi tiga anak itu. Sibuk menyiapkan berbagai macam perangkat pengobatan darurat. Luka-luka seperti itu kok tidak diperban dengan baik, sih. Habis dipukuli preman apa bagaimana dia, ia membatin gemas. Siap praktikkan seluruh materi perban-memperban yang sudah ia pelajari sejak kelas 1 SMP.