Paginya ara terbangun dengan wajah yang kacau dan terlihat suram, ara seperti tidak bersemangat "selamat pagi ara..kok wajahmu kacau?? Apa yang terjadi??" Tanya dinda sambil membawa alat pengukur tensi lalu melilit lengan ara untuk segera mengeceknya "ya kak..ara kan baru bangun..hehehhe" ara memaksakan senyumannya "yakin kamu tidak apa-apa?? Tuh makan pagi aja belum di sentuh." "Ya kak selesai cuci muka ara akan makan, oh ya kak dokter alex kemana??" "Ada di ruangannya sedang bersiap pulang, kenapa?? Kamu kangen ya??" "Gak kok kak aku cuma nanya aja karena tumben pagi ini tidak mengecek kondisi ara." Lalu terdengar suara bariton pria yang baru saja di bicarakan "tanpa kamu cari saya udah di sini." Ara kaget lalu melihat sosok alex di belakang dinda "panjang umur kamu mas, baru aja di omongin..nich hasil tensinya masih rendah, mungkin banyak pikiran..ya udah aku tinggal dulu ya." Dinda meninggalkan ara yang sekarang bersama alex yang sudah berganti dengan baju casualnya.
Alex melihat makanan di meja samping kasur ara belum di sentuh sama sekali lalu alex mengambil makanan tersebut dan duduk di kasur berhadapan dengan ara "kenapa belum di makan?? Sini aku suapi ya." "Terima kasih kak tapi ara belum lapar." "Ara please jangan siksa diri kamu karena wandi, kamu harus sembuh ra..kasihan papa kamu." Lalu Ara menangis teringat papanya "hiks..hiks..ya kak Ara makan." Kemudian alex menyuapi ara dan tidak lupa memberinya obat "ara apa perlu aku menjagamu saat ini agar kamu bisa tenang??" "Jangan..nanti kakak capek karena belum istirahat dari semalam, ara tidak mau membuat kakak repot." " Gak perlu khawatir..aku bisa jaga kesehatan kok." "Kak tolong jangan memaksakan diri ya." "Ok baiklah tapi kamu harus janji kalau kamu akan habiskan setiap makanan yang di antar." "Ya kak..aku janji." "Baiklah ara..nanti sore aku akan kembali dan kita akan jalan-jalan lagi ya." Setelah selesai alex pamit dan segera pulang.
Di cafe wandi terlihat murung dan dia merasa bersalah karena sudah menyakiti ara karena penghinaan dewi, dan deri datang bersama dira "bro jangan melamun nanti kesambet." "Siapa yang melamun..pikiran gue cuma kacau." "Kenapa bang?? Apa terjadi sesuatu??" "Ya..aku sama ara udah putus, dan hari ini aku berencana akan menemuinya di rumah sakit." "Apa!! Putus!!" Ujar dira dan deri bersamaan "Loe gak bercanda kan bro?? Bukannya loe sayang banget sama ara." "Memang kenapa bisa jadi seperti ini bang, kalian kan saling mencintai." "Mungkin ini jalan terbaik buat kita berdua, ya kita gak berjodoh." "Terus ara gimana??" Tanya dira dengan nada sedih "ini baru mau ke sana..gue jalan dulu ya." Wandi meninggalkan cafe dan melajukan mobilnya ke rumah sakit sambil di ikuti oleh anak buah rahman.
Ada perasaan bersalah saat wandi menginjakan kaki di lobby rumah sakit dan kenapa semua ini harus terjadi, lalu wandi memencet tombol lift menuju lantai dimana ara di rawat. Setibanya wandi di ruang rawat dia langsung di sambut dengan air mata ara "aku pikir abang gak akan pernah menemui ara lagi, jadi bener kan abang tadi malam hanya bercanda." "Gimana kondisi kamu ra??" Tanya wandi dengan wajah muram "Ara baik-baik aja bang, gimana kuliah Abang?? Maksud aku tugas kuliah." "Ya sudah mau selesai ra." "Semoga sukses ya bang." Sambil menahan tangisnya "Ra..maafin aku ya..jujur aku tidak ada maksud menyakiti kamu." "Abang tau seperti apa ara sayang sama abang, bahkan ara rela menunggu abang dan menentang mama..tapi kenapa abang tega sama ara..ok jika mau putus..aku terima." Suara ara terdengar getir yang menyiratkan rasa sakit yang teramat dalam "Ra..bukan seperti ini yang aku mau..tapi aku terpaksa melakukan ini." "Ya terpaksa karena mama kan?? Abang sakit hati sama perkataan mama, mewakili mama..aku mohon maafin mama." "Ra..jangan salah paham." "Bang sudah cukup..abang mau putus ok..tapi ara minta jangan pernah temui aku lagi dan anggap kita gak pernah kenal." "Tolong jangan seperti itu ra.. walaupun kita udah putus tapi kita bisa jadi teman." "Tolong abang pergi dari sini, dan terima kasih untuk 2 tahun ini." Wandi pun pergi meninggalkan ara yang menangis di balik bantal.
Suster dinda yang melihat kejadian tersebut merasa iba dengan ara lalu dia memutuskan untuk menghiburnya "Ara..kamu baik-baik aja?? Kita jalan-jalan yuk ke taman." Seketika ara memeluk dinda "Kak..huaaaa..hikss..hiks.." Dinda yang mendengar ara menangis seperti itu hatinya merasa di cubit "bagaimana bisa wandi menyakiti ara sampai seperti ini." Gumamnya dalam hati "ara..sabar ya..mungkin dia bukan jodohnya ara..sudah jangan nangis lagi, kita ke taman aja." Dinda membantu ara turun dari tempat tidurnya, namun baru saja ingin keluar dewi dan rahman tiba "Mau kemana kalian??" "Kami baru saja mau ke taman bu." Ujar dinda dengan lembut sambil menahan amarahnya "Biarkan ara di sini sebentar, karena ada yang harus kami bicarakan." Sahut dewi dengan pandangan curiga ke dinda "Ara mungkin nanti aja setelah selesai dengan mama kamu, kita jalan-jalan.. dan bu dewi tolong jangan buat keributan ya, permisi." Lalu dinda mengambil ponselnya dan melaporkan hal ini ke alex.
Suasana di ruang rawat mendadak menjadi suram dan tegang karena dewi datang bersama pria yang tidak dia harapkan, sambil memainkan ponselnya rahman memberikan perintah ke anak buahnya melalui pesan singkat "Segera lakukan sekarang." "Baik bos target sedang berada di cafe." Sambil memperhatikan ara rahman mulai memainkan sandiwaranya di depan ara "Gimana kabar kamu ara??" "Kamu lihat sendiri kan gimana kondisi aku sekarang." Jawab ara dengan ketus "Ara hargai rahman..kamu tidak pantas bicara seperti itu dengan dia!!!" "Gak pantas apa ma!! Karena dia banyak uang iya!!" "Dasar anak kurang ajar kamu Ara!!!!!" Plaaaakkk..tamparan pun mendarat di pipi mulus ara dan meninggalkan tanda merah "Satu tamparan kurang ma." Sahut ara demgan suara gemetarnya "rencana di ubah dan setelah kamu keluar dari rumah sakit, pernikahan akan segera di laksanakan!!!" Ara pun membeku karena mendengar hal tersebut yang menurutnya terlalu cepat, setelah memberitahu hal itu dewi segera keluar "rahman mama tunggu di lobby." Lalu rahman mendekati ara "bagaimana tamparan dari mama kamu?? Apa sakit?? Kamu harus menerima kenyataan ini ok, minggu depan kamu akan menjadi istri saya jadi bersikaplah baik atau kamu tau sendiri akibat." Dengan senyum liciknya berhasil membuat ara takut dan gemetar, lalu rahman bergegas pergi meninggalkan ara dan menuju lobby untuk menemui dewi karena mereka harus membeli beberapa keperluan tambahan untuk pernikahan.
Ara merebahkan tubuhnya dan menangis di balik bantal pikirannya saat ini kacau dan tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi semua ini, ara patah hati dan sakit teramat dalam ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula ya seperti itu kondisi ara "Ya tuhan kenapa harus seperti ini yang aku dapat, apa aku tidak pantas mendapatkan kebahagiaan..hikss..hikss.." Ara menangis sejadinya dan dari kejauhan terlihat dinda sedang memperhatikannya, tanpa di sadari dinda ikut menangis karena melihat kondisi ara yang kacau.