Aku melihat banyak sekali bunga dengan banyak warna, berjalan lurus tanpa arah dengan mengenakan gaun putih model dewi yunani(Athena) sambil melihat sekeliling dan bertanya-tanya dimana aku sekarang. Di kejauhan aku melihat sosok pria mirip bang Wandi memakai baju kaos putih dan celana katun dengan warna yang sama kemudian aku pun berjalan mendekatinya dan memang benar itu bang wandi, aku langsung memeluknya erat dan menangis terisak seakan tidak mau kehilangan dirinya tiba-tiba sosoknya hilang yang membuatku shock dan berteriak memanggil nya "Abang..abang..jangan tinggalkan ara bang..please..bang wandi!!!!!" Seketika aku membuka mata dan melihat cahaya terang yang membuatku silau "aku dimana??" "Ara..akhirnya kamu sadar nak, Kamu dirumah sakit tadi mama telpon papa dan kasih kabar kamu pingsan." jawab papa dengan muka khawatir, Kemudian air mataku tumpah.
Diruang perawatan mama masih saja melihatku dengan tatapan sinis dan papa masih dengan wajah khawatir "puas kamu ma buat anak kita seperti ini!!!! Untung ara masih bisa selamat!!! Jika terjadi sesuatu sama ara kamulah orang yang harus bertanggung jawab!!!!" "Itu kecerobohan ara ya pa!! Kenapa dia bodoh sekali sampai harus nekad minum karbol!!! Kenapa gak sekalian aja sianida!!! Biar gak nyusahin!!" Aku menangis sejadi-jadinya karena ucapan mama yang benar-benar menyakitiku. Tidak lama kemudian dokter pun datang "selamat siang pak..bu..saya mau memberitahukan bahwa keadaan ara saat ini masih lemah, Jadi kalau bisa jangan dibuat stress ya." "Baik dok" jawab papa "pa..lebih baik papa pulang aja, ara bisa sendiri kok." "Kamu yakin ara??" "Ya pa..ara yakin, Kan papa besok kerja." Ucapku "besok..papa ambil ijin untuk jaga kamu, Jadi ara tenang aja ya" aku pun tersenyum.
Malam harinya aku mengecek hp seperti biasa dan melihat banyak sekali notifikasi pesan masuk serta panggilan tidak terjawab dari bang wandi, bang deri, dira, dan satu nomer yang tidak aku kenal. Aku langsung membalas pesan bang wandi "maafin ara ya bang, sekarang ara dirumah sakit." Beberapa menit kemudian balasan pesanku muncul "hah..siapa yang masuk rumah sakit dek??" Jawab bang Wandi "Ara yang dirawat bang, tadi ara pingsan." "Apaaa..terus sekarang kamu dirumah sakit mana?? Ruangan apa?? Lantai berapa??" Tanya bang wandi "Ara di rumah sakit kasih sayang, ruang cempaka lantai 7 dan kalau mau jenguk besok aja jam 7 malam." Ya karena di jam segitu papa sudah pulang.
Setelah membalas pesan bang wandi aku beralih untuk membalas pesan dira "Ya bawel, Maaf baru balas karena gue baru sadar..gue masuk rumah sakit nich." Sambil menunggu balasan Dira aku mencoba cari tahu nomer yang dikenal itu milik siapa "Maaf ini siapa??" Kemudian balasan pun masuk aku pikir dira yang balas ternyata pria yang akan dijodohkan denganku "Ini Rahman dek..calon suami kamu." Bagaikan disambar petir di malam hari tiba-tiba tanganku kaku lalu pesan selanjutnya masuk "Aku akan datang ke Jakarta dua minggu lagi, siap atau tidak kamu harus menerima kenyataan ini dan aku harap kamu sudah putus dengan pacarmu." tanpa sadar hatiku sakit bagaikan dihujam pisau, dan air mata kembali jatuh dan membasahi pipiku.
Ke esokan harinya papa datang dengan membawa makanan dan cemilan untukku "Ara..gimana keadaan kamu?? Kenapa matamu sembab??" "Ara sudah lebih baik pa, Tapi hati Ara tidak." Jawabku dengan lirih "Kenapa?? Masih karena mama ya??" Aku pun mengangguk "Pa..apa sich salah ara..sampai mama tega melakukan hal ini sama ara!! Pa..pria yang di jodohkan sama ara itu semalam bilang dua minggu lagi akan tiba di jakarta." Ujarku sambil menangis, Kemudian papa hanya bisa mengelus kepalaku untuk menenangkanku.
Malam harinya setelah papa pulang bang wandi datang membawa coklat dan Bungan mawar untukku "Dek..ya ampun kenapa bisa seperti ini??" Tanyanya dengan wajah penuh rasa khawatir "Ya bang..ara salah makan jadi lambungnya sakit." Aku terpaksa berbohong sama dia karena waktunya tidak tepat untuk memberitahukan tentang hal ini "Makanya kalau makan jangan sembarang, kan kamu tahu punya penyakit lambung udah parah jadi jangan bandel." Aku menatap bang Wandi dengan tatapan sendu "Maafin aku ya bang.. terpaksa berbohong." Ucapku dalam hati, Lalu bang wandi menyuapiku coklat dan nasi goreng yang tadi dia beli diluar. Pagi harinya saat membuka mata aku melihatnya tidur di sisi ranjang sambil duduk di bangku dengan tangannya yang memegang tanganku dan tangan yang satu lagi di jadikan bantalan, aku bangun karena ingin minum dan tidak sengaja membangunkannya "Dek udah bangun?? Gimana kondisinya udah enakan??" Aku menatap bang wandi karena dia yang menjagaku sepanjang malam "Bang..kamu terlalu baik untukku..maafin ara ya bang jika pada akhirnya aku terpaksa meninggalkan kamu." Ucapku dalam hati dan tiba-tiba suara bang Wandi menyadarkan aku "Dek..dek..kok melamun??" "Eh..enggak kok bang cuma mikir aja, abang gak kuliah??" "Hehehehe..iya sebentar lagi, Setelah kamu makan." Kemudian dia pun menyuapiku makan, setelah itu bang wandi pamit dan berjanji malam akan kembali lagi untuk sekedar menjagaku.
Siang hari disaat aku istirahat mama datang dan melihat bunga di meja kecil samping tempat tidurku "Bunga dari siapa?? dari wandi si pria tanpa masa depan itu ya??" Kemudian mama mengambil dan membuangnya ke tempat sampah sambil berkata "Datang jenguk tuh jangan bawa bunga, tapi bawa duit kan lumayan buat belanja" dan dari belakang papa muncul "Sudah cukup ya ma menghina temannya ara!!! Jangan suka menilai orang dari uang!!! Jika kamu kesini hanya untuk membembuat keributan, lebih baik kamu pulang!!" Bentak papa, Kemudian mama pun keluar dan memandangku sinis. Tidak beberapa lama setelah mama pulang dokter datang dan mengatakan kondisiku berangsur membaik dan memutuskan dua hari lagi aku boleh pulang, ya saat ini papa hanya tahu hubungan aku dengan bang wandi itu sebatas teman tidak lebih karena kami sepakat akan memberi tahu papa jika bang wandi sudah siap untuk bertunangan denganku.
Malam harinya dia pun datang lagi menepati janjinya, membawa buah dan sate ayam untuk kami makan bersama "dek..aku datang, Ini abang bawa makanan." "Ya bang..terima kasih." Ya seperti biasa dia menyuapiku makan, memotong buah untukku, memberi obat yang tadi perawat bawa, memijit kakiku. Dia pria yang sangat baik dan sangat perhatian padaku bahkan sampai rela berkorban untuk menjagaku selama di rumah sakit, inilah yang membuatku semakin merasa bersalah karena aku secara tidak langsung sudah menyakitinya dan pada akhirnya akulah yang akan menghancurkan hatinya.
Perasaan bersalah ini semakin besar disaat dia memberikan perhatiannya padaku, entah kenapa aku takut bang wandi akan membenciku seumur hidupnya bahkan saat ini aku tidak sanggup untuk melihat wajahnya "Dek..kenapa?? Kok sedih kan ada abang sekarang disini menemani kamu." "Aku cuma takut bang." Jawabku dengan suara berat "Takut kenapa?? coba cerita sama abang." Senyumannya langsung menenangkan hatiku "aku takut abang membenciku seumur hidup jika suatu saat nanti kenyataannya aku harus tinggalin abang." Lalu tanpa sadar aku menangis dan tiba-tiba dia memelukku dengan sangat hati-hati, Suasana pun menjadi hening.