Kayla kesal dengan sikap Raka memangnya siapa dia sehingga menyuruhnya untuk mengingatnya, "Dasar laki-laki aneh!" seru Kayla dirinya mengintip dari tirai gorden kamarnya dilihatnya ruang tamu masih ramai begitu pun para tamu masih ada beberapa yang belum pulang. Kayla merasakan haus membuatnya harus segera ke dapur untuk mengambil air minum, teko yang ada di atas nakas kosong mungkin bibi lupa mengisinya.
"Akhirnya keluar juga," seru Raka memperhatikan Kayla dari balik sekat yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah. Raka menatap pada Kayla yang sedang duduk di meja makan meminum air putih yang baru saja diambilnya.
"Kenapa melihatnya dari sini langsung saja kau hampiri dia dan ajak dia bicara!" seru Bayu memperhatikan gelagat Raka yang seakan penasaran dengan Kayla keponakannya.
"Eh Om Bayu, kirain siapa?" ujar Raka memperbaiki sikapnya ketika ketahuan sedang mengamati calon istrinya itu. "Dia baik namun kadang juga suka teledor dan juga menyebalkan, tapi sebenarnya hatinya sangat baik." Raka mengangguk. "Dia mungkin tak mengingatnya Om jika kita adalah teman satu sekolah dulu. Tapi biarkan saja biar dia sadar dengan sendirinya. Biar aku kasih dia kejutan-kejutan yang tidak pernah disangka olehnya," seru Raka tanpa disadari oleh Bayu Raka tersenyum menyerigai.
"Eem, lagi ngapain di sini?" seru Bayu menghampiri keponakannya itu. "Eh Om Kayla haus Om makanya ke dapur di kamar airnya habis mungkin bibi lupa mengisinya." Bayu menyunggingkan senyumnya, sungguh jika Kayla bukan keponakannya maka dialah yang akan meminang gadis ini usianya terpaut hanya lima tahunan dengannya yang mungkin lebih pantas disebut sebagai kakak daripada Om-nya.
"Kau gak ikut musyawarah tadi jika nanti ada sesuatu yang tidak kau setujui maka kau tidak boleh protes kau mengerti?" seru Bayu. Kayla menyunggingkan senyumnya. "Tak mungkin Om dan Papa akan menjerumuskan anak maupun keponakannya sendiri ke dalam hal yang tidak baik, benar kan Om?" seru Kayla menyatakan kepercayaannya pada orang-orang di sekitarnya. Bayu hanya mengangguk memang benar yang dikatakan oleh keponakannya itu, tak mungkin jika dia akan membuat keponakannya susah apalagi Kayla adalah gadis yang baik.
Kayla ikut mengantar par tamu bagaimana pun dia merasa tidak enak dengan Bayu karena pembicaraannya di dapur barusan mengingatkannya pada almarhumah sang Mama. "Ingat ya besok ke kantorku aku akan menjemputmu jam sembilan pagi, jadi bersiaplah." Kayla hanya terdiam mendengar perkataan sang calon suaminya.
Rombongan pun pulang dengan kesepakatan tiga hari lagi akan dilangsungkan pernikahan bagi keduanya. Kayla menghembuskan nafasnya perlahan. "Bagaimana apakah kau tenang sekarang karena akan melangsungkan pernikahan dengan Raka dia tidak kalah dengan oppa Korea yang suka kau lihat di tv itu kan?" goda Rahmat pada anak semata wayangnya itu. "Papa kau jangan mengejekku itu tidak lucu kau tahu itu," seru Kayla segera pergi meninggalkan Papanya dan juga Bayu di teras rumahnya.
Kayla menghempaskan tubuhnya di ranjang mengingat Hanan dan berujung pada Raka. Kayla mencoba mengingat sosoknya karena sepertinya dia sudah familiar dengan sosok yang akan menikah dengannya.
"Rasanya aku sudah lama mengenalnya, sosok yang dulu sangat menjengkelkan buatku," ujar Kayla berbicara sendiri seraya memandang ke arah langit-langit kamarnya. "Sudahlah buat apa aku terlalu memikirkan itu lebih baik aku segera tidur dan dan bermimpi indah." Kayla menarik selimutnya dan berusaha memejamkan kedua matanya hingga dia tenggelam ke alam mimpinya.
Pagi pun menjelang, Kayla bersiap untuk pergi ke kantornya Raka dia menunggu di ruang tamu ditemani oleh Bayu. "Om apa boleh aku tanya sesuatu?" Bayu pun menatap keponakannya tersebut. "Apa yang ingin kau. tanyakan kepadaku Kayla," sahut Bayu. "Apa Om tahu siapa Raka sebenarnya karena aku merasa seperti mengenal dirinya tapi di mana aku tak mengingatnya."
Bayu mengangguk kemudian. "Yang pasti kau mengenalnya Kay, dan Om yakin kau pasti akan kaget jika tahu siapa dia yang sebenarnya," ujar Bayu. "Jadi dia siapa .... Om gak mau kasih tahu siapa dia padaku," seru Kayla dsn Bayu menggelengkan kepalanya. "Kejutan buatmu suatu saat nanti! Pergilah dia sudah datang," seru Bayu melihat mobil Raka yang sudah berhenti tepat di depan rumah kakaknya itu.
"Aku pergi Om, Assalamualaikum," pamit Kayla pada Bayu. "Hati-hati di jalan ya, jangan lupa oleh-olehnya," canda Bayu pada Kayla. "Apaan sih Om, orang kita pergi ke butik bukan untuk jalan-jalan."
Raka dan Kayla pergi berdua dari dalam ruangan kamar Rahmat hanya mampu melihat kepergian anaknya tersebut. "Semoga dengan kalian kembali bersama kalian bisa berbahagia, Papa yakin benih cinta yang dulu ada di hati Kayla masih tersimpan untukmu Raka," gumam Rahmat hingga mobil yang ditumpangi kedua anak dan calon menantunya menghilangkan di perempatan jalan utama.
Sementara di perjalanan Kayla dan Raka saling diam, hingga dering panggilan dari ponsel milik Raka pun mengalihkan perhatian keduanya.
"Hallo Ma, ada apa?"
"Jam berapa kau akan sampai di butik nanti?"
"Sekitar jam sebelas karena aku dan Kayla akan ke kantor terlebih dahulu."
"Baiklah Mama tunggu ya. Sampai jumpa."
Klik.
Raka mematikan panggilan ponselnya dan kembali meletakkan ponselnya di dasbord mobilnya. "Habis kita menandatangani kontrak itu kita langsung ke butik. Ingat ya gak boleh ada yang tahu tentang semua ini. Jadi hanya antara kau dan aku yang tahu soal ini," seru Raka dan Kayla yang malas hanya mengalihkan pandangannya ke luar mobil.
"Dan ingat jika kita di rumah pun kamar kita berbeda, tak boleh mengganggu privasi masing-masing dan kita bebas melakukan apa saja asalkan tidak melampaui batas yang membuat orang lain curiga dengan apa yang kita lakukan ini. Semua sudah aku tulis di kertas itu nanti kau tinggal baca dan menandatangani saja," seru Raka.
"Oke," sahut Kayla singkat.
Raka pun hanya dapat menautkan kedua alisnya mendengar jawaban dari Kayla yang sangat singkat itu.
Raka dan Kayla sudah sampai di kantornya Raka dan dengan segera Raka menggiring Kayla ke dalam ruangannya.
Raka mengeluarkan selembaran kertas yang sudah dilengkapi dengan materai dengan nominal sepuluh ribu.
"Duduk dan bacalah lebih dulu agar kau tahu apa saja yang harus kau lakukan nantinya, karena aku tak ingin kau melakukan kekeliruan nantinya," seru Raka menyerahkan kertas tersebut pada Kayla.
Kayla pun duduk di sofa dan dengan sangat teliti membaca poin demi poin yang ada di dalam perjanjian tersebut.
"Poin kelima dan keenam kenapa ini tidak adil untukku?" seru Kayla menatap Raka lekat-lekat. Raka hanya mengangguk singkat. "Itu bisa saja terjadi bukan? Kita tidak tahu bagaimana ke depannya nanti seperti apa bukan?" ujar Raka memberikan penjelasan pada Kayla.
"Kau benar tapi kenapa kau menulis hal di poin keenam jika aku dilarang jatuh cinta padamu, sedangkan di poin kelima kau justru tak mempermasalahkan jika kau jatuh cinta padaku, apa kau ingin menjebak diriku?" protes Kayla pada Raka dia kesal dengan apa yang dilakukannya karena dia merasa sangat dirugikan olehnya.