Anya menunduk, dia tak mampu mengatakan apapun atau menjawab, bahkan untuk sekedar membela dirinya di depan Xav. Dia memang sempat melupakan apa yang menjadi kewajibannya, yakni saling menjaga.
"Kenapa kau kemari?" Xav melengos dan enggan untuk menatap Anya.
"Aku mengkhawatirkan mu, Xav,"
"Jangan berbohong, kau pikir aku tak tahu kalau kau dan Noah....." Xav tak meneruskan ucapannya.
Ia terlihat menghela nafas panjang, jakunnya naik turun.
"Kau..." Ia seperti ingin meneruskan ucapannya, namun kemudian nafasnya tertahan.
"Apa, Xav?" Anya memohon lelaki itu untuk meneruskan kata-katanya.
Lelaki itu kemudian meminta Anya untuk mengambilkan ponselnya di dalam laci nakas. Gadis itu kemudian menyerahkan ponsel itu kepada Xav. Tangan lelaki itu menyambut benda pipih itu lalu menekan tombol power di pinggirannya.
Beberapa detik kemudian, ponsel itu hidup.
"Aku tadi meminta tolong perawat untuk menghidupkan ponselku, tapi kemudian aku matikan lagi ..."