Seperti pada umumnya sepasang pengantin, mereka mendambakan malam pertama. Suatu malam yang biasanya dinanti setiap orang yang menyandang pengantin. Namun, apakah Ali dan Anggun juga sama?
Kalau ditanya apakah mereka berdua menjalani malam pertama? Ya, setiap orang bahkan menjalani malam. Malam adalah suatu fase bumi yang tak bisa ditampik adanya. Dengan apa mengisi malam, itulah yang mungkin kalian pertanyakan bukan?
Ali berjalan di belakang Anggun. Dibiarkannya perempuan yang kini jadi bidadarinya itu berjalan anggun di depannya. Anggun berbalik sebentar ke meja rias. Melihat dirinya di cermin.
Sambil melihat wajahnya, sesekali merapikan rambut merahnya yang sebenarnya tak berantakan sama sekali.
"Mas...." panggil Anggun.
"Ya?"
"Boleh aku bertanya satu hal?"
"Tentu. Mau tanya apa?"
"Apa aku cantik?"
Ali terkekeh menahan tawa. Namun, berusaha tak meluapkannya.
"Kamu kenapa? Kok ketawa?"
"Nggak. Siapa juga yang ngetawain kamu."
"Laah itu tadi. Emang aku gabisa denger apa."
"Ya... ya... susah bohong sama kamu mah. Bakal ketauan."
"Makanya gausah coba boong. Tadi ngetawain apa?"
"Ehmm... ya kamu lucu aja."
"Apanya yang lucu?" Anggun berbalik badan dan menatap Ali yang duduk di tepi ranjang.
"Ya kamu."
"Pertanyaanmu lucu."
Anggun memanyunkan bibirnya. Terlihat raut wajah kesal tapi tak mengucapkan satu kata pun. Dibiarkan diam memenuhi dialog di antaranya.
"Ok ok, aku minta maaf. Kamu itu cantik. Setiap perempuan cantik," tutur Ali lembut.
"Kalau semua perempuan cantik, kenapa kamu mau menikah sama aku? Kan semua perempuan sama aja? Hum? Kenapa?" cerocos Anggun.
Mendengar istrinya terus bertanya dan berbicara tak tentu arah, Ali beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan perlahan. Menatap Anggun dengan tatapan tegas tapi terasa begitu teduhnya.
Ali memang berambut gondrong, tapi tipikal laki-laki yang peduli dengan kebersihannya. Ini terbukti saat ia makin mendekat ke Anggun, rambutnya wangi. Tertata rapi meskipun gondrong.
Meskipun kulit Ali tak secerah kulit Anggun, tapi ia nampak bersih. Terjaga. Entah, darimana ia belajar merawat diri. Setidaknya poin plus dari Ali kembali mengusik persepsi Anggun tentangnya. Apakah Anggun mulai jatuh cinta?
"Anggun...." ucap perlahan Ali.
Ali kini berada tak jauh dari tempat duduk Anggun. Yakni tepat di hadapan Anggun yang duduk di kursi meja riasnya. Laki-laki berhidung mancung itu duduk berlutut. Anggun sempat kaget apa yang akan dilakukannya.
"Mas... kamu kenapa?"
Ali tak langsung menjawabnya. Ia raih tangan Anggun ke depan. Diciumnya lembut yang membuat Anggun merasa tenang di depannya.
Semua kekesalan dan stigma buruk tentang Ali, barangkali separuhnya telah hilang di benak Anggun. Anggun menatap pandangan teduh dari suaminya itu.
"Bolehkah kupanggil perempuan di depanku dengan panggilan tertentu?" tanya Ali.
Anggun mengangguk perlahan.
"Duhai perempuan yang lembut hatinya, yang kepekaannya melebihi kepekaanku, setiap perempuan memang terlahir cantik," ucap Ali perlahan.
Setiap tutur yang diucapkan Ali malam itu, serasa seperti nada-nada indah yang sangat menyejukkan hati Anggun.
"Termasuk kamu. Kamu cantik. Tapi kalau ditanya sebab apa aku memilihmu, aku juga tak tahu. Hatiku yakin dan tenang saat Ibuku dan Ibumu menjadi jalan pernikahan kita."
"Barangkali itu cara Tuhan meyakinkanku, bahwa kamulah jodohku."
Ali menjedakan cukup lama tuturnya. Tak pernah menyangka laki-laki yang sangat dibencinya itu, sangat berbeda. Ia berhati lembut yang begitu terlihat bertanggung jawab dan penyayang.
"Terima kasih," ucap Anggun menitikkan air mata.
Melihat perempuan di depannya menitikkan air mata, Ali segera beranjak dari berlututnya. Ia mendekap Aya dengan penuh kasih. Diusapnya perlahan rambut Anggun.
"Menangislah... apapun rasa dari tangismu itu. Luapkanlah di depanku. Dalam pelukanku. Aku siap menjagamu."
Kalimat teduh yang diucapkan Ali membuat hati Anggun kian tersentuh. Ia kembali diingatkan betapa ia memiliki trauma luka yang sangat pelik. Ia sempat tak percaya akan kembali memercayai laki-laki. Apalagi sampai menikah dengan Alu.
"Mas...," panggil Anggun.
"Ya?"
Anggun masih dalam dekapan Ali. Ali memeluk erat istri tercintanya itu.
"Aku pengin cerita tentang masa laluku. Apa kamu mendengarnya. Aku ingin kita menjalani perjalanan pernikahan ini, dengan lebih damai."
"Aku merasa dengan menceritakannya, itu akan lebih baik untuk kedepannya."
"Jika itu membuatmu lebih baik, ceritalah. Aku siap mendengarkannya," jawab Ali.
Ali melepaskan perlahan dekapannya. Dipapahnya istrinya untuk duduk tenang di tepi ranjang. Mereka duduk berdampingan. Ali beranjak sebentar mengambil segelas air mineral.
"Minumlah dahulu. Biar lebih tenang."
"Terima kasih."
"Ceritalah semampu kamu bercerita, aku akan berusaha jadi pendengar yang baik," ucap Ali.
Anggun tersenyum pada suaminya. Dibalas Ali yang tersenyum dan mengusap perlahan rambut Anggun. Memersilahkannya untuk bercerita.
"Sebenarnya... aku punya trauma percintaan yang cukup pelik, Mas," Anggun mulai memulai ceritanya.
Ali duduk dengan tenang di samping Anggun.
"Aku memang memiliki tekad menikah muda. Saat aku menginjak usia 20tahunan, aku sudah punya keinginan itu."
"Tapi takdir memertemukanku dengan beberapa laki-laki yang sangat membuatku trauma."
"Laki-laki pertama, meninggal dunia saat akad tiba. Ia kecelakaan."
"Hampir sama dengan laki-laki kedua. Semuanya seolah tiba-tiba. Tapi memang begitu takdirnya."
"Sungguh, menyimpan nama laki-laki yang amat aku sayangi pada saat itu dan begitu bahagia karena akan menjalin rumah tangga, lalu dijatuhkan sedemikian rupa dengan batal kedua kalinya, sungguh membuatku trauma."
"Aku sempat berpikir, mungkin memang aku menunda pernikahanku. Barangkali, aku memang belum dinilai siap menikah."
"Berjalannya waktu, aku kembali jatuh cinta dengan laki-laki. Ini lebih parahnya. Laki-laki ini yang membuatku sangat trauma."
"Mungkin inilah yang membuatku untuk yakin meminta Ibu yang memilihkanmu untukku, Mas."
"Awalnya aku bahkan meminta Ibu merahasiakan namamu sampai akad tiba. Tapi saat tunangan, itu tak mungkin tanpa menyebut namamu."
"Tapi kupikir, setidaknya aku tak menyimpan nama laki-laki yang belum sah jadi suamiku terlalu lama. Aku tak ingin menyimpan nama laki-laki dengan begitu menjaganya, tapi begitu tega pergi dengan jahatnya."
"Memangnya laki-laki ketiga itu kenapa? Apakah dia meninggal dunia? Kecelakaan?" tanya Ali.
"Itu lebih baik. Tapi kenyataannya bukan. Saat akad tiba, selingkuhannya datang tepat saat akan ijab qabul. Perempuan itu tak mau dijadikan calonku saat itu, sebagai simpanan."
"Ia tak rela melihat kekasihnya menikah denganku."
Air mata bersiap tumpah dari mata bening Anggun. Melihat mata istrinya mulai berkaca-kaca. Ali segera mengajaknya untuk bersandar di pundaknya.
"Bersandarlah di pundakku. Semoga itu lebih menenangkanmu," ucap Ali lembut. Memegangi kepala Anggun dan menenangkannya.
"Kalau kamu belum kuat cerita, ndakpapa. Jangan dipaksa."
"Aku ingin kamu menerima masa laluku dengan damai, Mas. Aku lebih lega dengan cerita."
Ali tersenyum melihat kejujuran istrinya yang ingin membuatnya percaya dan lebih mencintainya apa adanya.
"Bahkan, tanpa kamu cerita aku akan mencintamu apa adanya, Anggun."
"Terima kasih. Aku boleh melanjutkan ceritanya?"
"Tentu."
"Dan akhirnya, aku memutuskan membatalkan pernikahan itu. Aku tak mau menikah dengan laki-laki pembohong. Tuhan menunjukkan sikap bejatnya padaku."
"Bukankah itu cara kasih-Nya menunjukkan bahwa dia bukan laki-laki yang pantas?"
Anggun mengakhiri ceritanya dengan pertanyaan yang entah berharap jawaban atau tidak.
"Sudah?"
Anggun mengangguk.
"Terima kasih sudah mau bercerita. Aku tahu kamu lebih peka dan pandai mengambil hikmah dari luka separah apapun. Kamu perempuan kuat, istriku. Aku percaya itu."
"Mulai sekarang, semoga hatimu lebih tenang di sisiku." Ucap Ali dengan begitu teduhnya. Membuat Anggun makin tenang dalam sandarannya.
Malam itu, Anggun sudah menceritakan trauma masa lalunya, namun apakah Ali juga memiliki kisah yang sama? Atau jangan-jangan Ali juga sebenarnya menyimpan nama perempuan di masa lalunya? Apalagi dia sekarang sudah jadi banyak idaman wanita. Meskipun ia belum S2, tapi karirnya memang mengagumkan. Apakah mungkin, ia tak memiliki kekasih sebelumnya?