"Naran, Naran, kamu mau ke mana?!"
Setelah mendengar keseluruhan ceritanya, Naran sudah tak mau lagi melihat wajah istrinya walau hanya sedetik. Dia terlampau kecewa dan merasa sangat bodoh.
"Aku minta maaf. Aku melakukannya karena merasa gila ingin memilikimu! Aku terlalu cinta padamu. Kamu sendiri tahu itu!" kekeh Ify. Dia mencoba menahan agar Naran tak pergi.
Langkah Naran terhenti. Menatap mata Ify setajam bilah pisau. Bibirnya tersungging sumir.
"Aku meninggalkan calon istriku waktu itu, Fy! Tapi apa yang kamu katakan? Maaf? Semua karena terlalu cinta padaku?! Omong kosong! Sekarang menyingkir dari hadapanku, aku tak mau melihatmu!"
Dia lalu mendorong Ify, dan melangkah pergi.
"Naraaan! Aku mohon!"
Bahkan jeritan Ify sama sekali tak didengarnya. Ia mengeluarkan ponsel dengan tangan yang berdarah-darah, dan kini barulah terasa nyerinya.
"Akh! Ternyata aku terluka sampai sebegininya," gumam Naran menatap tangan berdarahnya.
Naran menghubungi ayahnya.