"No!" ucap Daffa, dia berlalu dari hadapan Meta dan Diandra.
"Daffa!" panggil Diandra, namun Daffa sama sekali tidak menghiraukan panggilan ibunya.
"Kenapa teriak-teriak sih, Ma," ucap Ramdan yang baru keluar dari ruang kerjanya dan mendengar teriakan Diandra.
"Itu Pa, masa Daffa nolak lagi pergi sama Meta kan kasian Meta, udah dateng dandan cantik kayak begini dianggurin sama Daffa," ucap Diandra.
"Ya Mama juga salah, anaknya baru pulang dari kantor bukannya disuruh makan malah diajak ribut, Daffa juga pasti capek, Ma," ucap Ramdan.
"Papa kenapa malah belain, Daffa?" tanya Diandra.
"Papa emang harus bela yang benar, coba deh Mama tanya, anaknya udah makan atau belum terus tanya, ada masalah apa di kantor sampai dia pulang malam kayak gini, bukannya ngoceh gak karuan!" jawab Ramdan, dia pun langsung pergi ke kamar Daffa karena sejak kemarin sore, dia belum bertemu dengan anaknya itu.
"Tante, Om Ramdan gak suka ya sama aku?" tanya Meta dengan raut wajah yang dia buat sesedih mungkin.
"Enggak kok Sayang, Om Ramdan bukan gak suka sama kamu, tapi Om Ramdan emang suka acuh kalau bersikap sama perempuan lain, ya sebelas dua belas sama Daffa," jawab Diandra.
"Tapi aku ngerasa kalau Om Ramdan gak suka sama aku, Daffa juga terus-terusan menghindar dari aku, apa lebih baik aku mundur aja dari perjodohan ini, aku gak mau membuat Tante sama Daffa berantem terus gara-gara aku, apalagi tadi juga Tante disalahin sama Om Ramdan gara-gara aku," ucap Meta.
"Eh jangan dong Sayang, kamu yang sabar ya, lambat laun Daffa pasti berubah pikiran, Om Ramdan juga pasti terima kamu sebagai menantu di rumah ini, Tante yakin kamu gadis yang baik dan gadis yang tepat untuk bersanding dengan Daffa," ucap Diandra sambil tersenyum.
"Benarkah, Tante?" tanya Meta dengan senyuman penuh kemenangan.
"Ya, kamu percayakan semuanya sama Tante, Daffa sama Om Ramdan gak bakalan menolak lagi keputusan Tante," jawab Diandra.
"Semoga saja, Tante," ucap Meta.
"Sekarang gini aja kamu nginap di sini, nanti biar Tante yang telpon mama kamu, lagian ini udah malem gak baik kamu pulang sendirian," ucap Diandra.
"Oke, Tante," ucap Meta.
"Tunggu sebentar ya, Tante minta mbak buat rapihin kamar tamu dulu biar kamu bisa segera tidur," ucap Diandra.
"Iya, Tante," ucap Meta lalu Diandra pergi untuk memanggil ART agar dia menyiapkan kamar untuk Meta, calon menantu kesayangannya.
"Sial gagal lagi, gagal lagi, Daffa kenapa kamu selalu menolak untuk pergi sama aku, satu lagi tua bangka itu pasti tidak akan menyetujui pernikahan aku dengan Daffa nanti, lihat saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," ucap Meta dengan rahang yang mengeras.
***
"Daffa!" panggil Ramdan sambil mengetuk pintu kamar sang putra, tak lama kemudian, Daffa pun langsung membuka pintu kamarnya.
"Masuk, Pa," ucap Daffa, Ramdan pun masuk ke kamar Daffa lalu dia duduk di sofa.
"Kamu pergi ke mana semalam?" tanya Ramdan.
"Di apartment, Pa," jawab Daffa sambil menyisir rambutnya yang masih basah.
"Oh Papa pikir, kamu pergi sama Alvaro," ucap Ramdan.
"Aku memang pergi sama dia Pa, tapi cuma sebentar, ya seperti biasa dia selalu mencari teman tidur yang berbeda setiap malam," ucap Daffa.
"Anak itu emang belum berubah, malah dia lebih memilih kerja sama kamu dibandingkan kerja di perusahaan ayahnya, kadang ayahnya Alvaro ngeluh sama Papa soal kelakuan anaknya," ucap Ramdan.
"Dia itu keras kepala Pa, susah dibilangin," ucap Daffa.
"Sama kayak kamu," ucap Ramdan.
"Kok jadi aku?" tanya Daffa yang langsung duduk di samping ayahnya.
"Sampai kapan kamu melajang Daffa, apa kamu gak bosan terus-terusan dijodohin sama mama," jawab Ramdan.
"Biarin aja mama terus jodohin aku, Pa, aku mau lihat sampai kapan mama bertahan," ucap Daffa.
"Tapi, kayaknya kali ini mama jamu gak bakalan nyerah, emangnya kamu gak mau nikah sama Meta?" tanya Ramdan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Sampai kapan pun aku gak mau menikah sama dia apalagi dia sering kencan sama banyak pria," jawab Daffa.
"Kamu tau itu dari mana?" tanya Ramdan.
"Ya ampun Pa, bukan hal yang sulit mencari tau siapa Meta, bahkan aku sering melihat dia masuk ke hotel dengan pria yang berbeda," jawab Daffa.
"Terus kenapa mama kamu yakin banget Mega itu wanita baik-baik," ucap Ramdan.
"Mungkin dia pake pelet Pa, biar mama ngebet pengen aku nikah sama dia," ucap Daffa.
"Ada-ada aja, kamu itu kalau ngomong suka ngawur jaman sekarang masih percaya sama yang kayak gituan," ucap Ramdan.
"Kan aku cuma nebak, Pa," ucap Daffa.
"Ya udah kamu cari perempuan baik-baik untuk kamu nikahi, setidaknya itu akan membuat mama kamu berhenti menjodohkan kamu," ucap Ramdan.
"Nikah bisa nanti Pa, aku belum ...."
"Belum kepikiran?" tanya Ramdan menyela ucapan Daffa, namun Daffa hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan sang ayah.
"Darren, Darren, sampai kapan kamu kayak gini menikah itu ibadah seumur hidup," ucap Haris.
"Aku tau, Pa," ucap Darren.
"Terus apa lagi yang kamu tunggu? Kamu udah mapan, udah mampu menafkahi keluarga kamu," ucap Ramdan.
"Udah lah Pa, jangan bahas itu lagi, sekarang aku masih fokus dengan urusan kantor, belum lagi kita masih gak tau Dea ada di mana," ucap Daffa.
"Papa juga bingung harus cari adik kamu di mana lagi," ucap Ramdan dengan lirih.
"Jangan terlalu memikirkan itu Pa, aku pasti bisa menemukan di mana Dea," ucap Daffa.
"Semoga saja," ucap Ramdan.
"Lebih baik sekarang Papa istirahat," ucap Daffa
"Oke," ucap Ramdan lalu dia beranjak dari tempatnya.
"Have a nice dream, Pa," ucap Daffa.
"Ya, jangan lupa kunci pintu," ucap Ramdan.
"Gak perlu lah Pa, lagian siapa yang berani masuk ke kamar aku tanpa ijin selain mama sama Papa," ucap Daffa.
"Siapa tau aja ada syaitan betina yang tiba-tiba masuk ke sini," ucap Ramdan.
"Papa, ada-ada aja ngomongnya," ucap Daffa, lalu Ramdan keluar dari kamar sang putra dan menutup pintu kamar Daffa
Setelah itu, Daffa membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan pandangan mata lurus menatap langit-langit kamarnya. Daffa pun mulai memejamkan matanya, namun matanya kembali terbelalak saat dia mengingat gadis yang telah mencuri kecupan pertamanya.
"Haiish ... kenapa dia muncul lagi, tadi kan ketemu sama dia kenapa gak tanya namanya!" ucap Daffa dengan kesal.
"Enyah lah dari dalam pikiranku, aku tidak ingin kau terus mengangguku!" ucap Daffa lagi, dia kembali memejamkan matanya, walaupun dia terbayang lagi dengan wajah gadis itu, dia tetap berusaha agar terbuai ke alam mimpi karena tubuhnya sudah sangat lelah setelah seharian berkutat dengan setumpuk pekerjaan di kantor.
Saat tengah malam dan Daffa benar-benar terlelap, ada seseorang yang diam-diam masuk ke kamar Daffa, lalu orang itu tidur di samping Daffa sambil memeluknya.