"Ya ampun, sampai kapan mama terus berusaha menjodohkan aku sama Meta," ucap Daffa, dia pun menyandarkan kepalanya di kursi kebesarannya dengan mata yang terpejam.
"Shit!" maki Daffa karena dia kembali teringat dengan gadis itu, Daffa pun menyapu semua barang yang ada di atas meja dengan tangannya hingga semua barang itu berserakan di lantai.
"Pergi dari pikiranku!" maki Daffa lagi.
"Ada apa, Tuan?" tanya Lusi sekertaris Daffa karena dia mendengar suara keributan dari ruangan bosnya.
"Tidak apa-apa," jawab Daffa dengan wajah yang datar.
"Kau rapikan semua ini!" Daffa lalu dia segera masuk ke kamar rahasia yang ada di ruangannya.
"Ya ampun enak banget jadi bos, dia yang bikin berantakan, gue yang beresin," ucap Lusi sambil merapikan barang yang berserakan di lantai.
"Kenapa berantakan seperti ini?" tanya Alvaro yang kembali ke ruangan Daffa.
"Saya tidak tau, Tuan," jawab Lusi.
"Daffa ke mana?" tanya Alvaro.
"Di kamar rahasia, Tuan," jawab Lusi.
"Oke, jika dia keluar katakan padanya, aku mencari dia," ucap Alvaro.
"Baik, Tuan," ucap Lusi, lalu Alvaro pun keluar lagi dari ruangan Daffa.
***
Malam harinya, ternyata Alvaro mengajak Daffa ke salah satu hotel bahkan Alvaro membawa Daffa ke kamar yang sudah dia booking.
Mata Daffa membulat sempurna saat melihat beberapa orang wanita ada di sana dan seorang wanita paruh baya.
"Kenapa kau melihat mereka seperti itu?" tanya Alvaro dengan alis yang terangkat.
"Tidak apa-apa," jawab Daffa dengan rahang yang mengeras menahan amarah.
"Wanita mana yang kau suka?" tanya Alvaro lalu Daffa mengitari pandangannya kepada semua wanita yang ada di sana.
"Dia!" ucap Daffa dengan lirih saat melihat seorang wanita yang berdiri di paling belakang, wanita itu adalah wanita yang selalu ada di dalam pikiran Daffa.
"Sesuai keinginan Anda, Tuan Alvaro," ucap seorang wanita paruh baya yang biasa ditemui oleh Alvaro.
"Tentukan pilihanmu, Daffa," ucap Alvaro lagi, namun Daffa tidak menghiraukan ucapannya sama sekali. Daffa tetap diam menatap seorang gadis yang wajahnya tertunduk, mungkin gadis itu merasa malu atau takut. Alvaro pun tersenyum penuh kemenangan melihat sahabatnya menatap seorang wanita dengan intens seperti itu.
"Kau menyukai salah satu dari mereka, Daffa?" tanya Alvaro sambil menepuk pelan pundak Daffa hingga pria itu kembali dari lamunannya.
"Aku ingin tidur dengan dia!" jawab Daffa sambil menunjuk gadis yang dia maksud, terlihat dengan jelas wajah gadis itu berubah menjadi tegang seketika.
"Pilihan yang tepat, Tuan, dia masih baru dan belum berpengalaman," bisik wanita paruh baya itu.
"Menjauh dariku," ucap Daffa dengan tatapan tajamnya.
"Oke, tapi kita harus membicarakan tarif dia," ucap wanita itu.
"Hmm!" gumam Daffa.
"Kau, pergi ke kamar ini," ucap Alvaro sambil memberikan cardlock kepada wanita yang ditunjuk oleh Daffa. Dengan tangan yang gemetar, wanita itu menerima cardlock yang diberikan oleh Alvaro, bahkan tanpa disadari wanita itu menangis dan membuat kening Alvaro berkerut.
"Are you okay?" tanya Alvaro dengan alis yang terangkat.
"Ya, tentu dia baik-baik saja, Tuan, mungkin dia sedikit gugup karena ini pertama kalinya dia bergabung dengan kami," jawab wanita paruh baya itu.
"Hmm ... oke," ucap Alvaro lalu wanita paruh baya itu melayangkan tatapan tajamnya kepada sang gadis.
"Pergilah, tunggu dia di sana," ucap Alvaro.
"Ayo, Sayang, pergilah, jangan membuat Mami kecewa," ucap wanita paruh baya itu, lalu gadis itu pun pergi dengan perlahan dari ruangan itu.
"Kalian, tinggalkan kami bertiga dulu," ucap wanita paruh baya itu, lalu para wanita dan bodyguard yang ada di sana pun pergi.
"Apa seperti biasa?" tanya Alvaro dengan alis yang terangkat.
"Tentu tidak, Tuan Alvaro, dia barang bagus dan masih disegel, aku menjamin dia belum pernah melakukannya," jawab wanita itu dengan senyuman penuh kemenangan.
"Sebutkan saja berapa yang kau inginkan, jangan terlalu lama bernegosiasi, aku sangat muak!" ucap Daffa dengan tatapan tajamnya.
"Baiklah, karena kau pelanggan baru untuk anak baruku, aku berikan diskon kepadamu, malam ini kau cukup bayar seratus lima puluh juta," ucap wanita itu.
"What?" tanya Daffa.
"Ya, jika kau setuju, kau bisa langsung membawa dia, dan jika kau puas dengan pelayanan yang dia berikan, kau bisa booking dia lagi dengan harga yang sesuai dengan keinginanmu," jawab wanita itu.
"Whatever, kau selesaikan sendiri, Varo!" maki Daffa yang benar-benar sudah muak berada di sana. Mereka pikir manusia itu barang yang bisa mereka jual belikan sesuka hati.
"Oke, tapi kau harus benar-benar tidur dengan wanita itu," ucap Alvaro.
"Shut up!" maki Daffa lalu dia keluar dari ruangan itu.
"Ini, sesuai yang kau inginkan," ucap Alvaro sambil memberikan selembar cek kepada wanita itu.
"Wow, senang berbisnis dengan Anda, Tuan," ucap wanita itu.
"Oke," ucap Alvaro.
"Apa kau tidak ingin menghabiskan malam panas dengan salah satu anakku?" tanya wanita itu.
"Tentu saja aku ingin, minta wanita yang menggunakan dress biru muda untuk kembali ke sini," jawab Alvaro.
"Dengan senang hati, Tuan," ucap wanita itu.
"Seperti biasa," ucap Alvaro.
"Oke," ucap wanita itu dengan memberikan tatapan genitnya, lalu dia pergi dari ruangan itu.
"Apa kau bisa melakukannya, Daffa," ucap Alvaro dengan senyuman yang sulit diartikan.
Di kamar yang berbeda, Daffa masih menatap gadis yang duduk di hadapannya dengan kepala tertunduk terlihat sangat jelas jika gadis itu sedang merasa ketakutan, Daffa pun mengumpat di dalam hatinya karena Alvaro menyiapkan kamar untuk honeymoon.
"Apa kau akan tetap diam seperti patung di sana?" tanya Daffa memecah keheningan di antara mereka.
"A ... aku ... aku ...." jawab dia dengan suara bergetar.
"Kau takut?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat, wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan.
"Cih ... munafik, bukankah kau sudah sering melakukannya, kenapa kau harus takut?" tanya Daffa.
"Ti ... tidak, aku tidak pernah melakukannya, ini pertama kalinya," jawab gadis itu.
"Benarkah?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat sambil berjalan mendekati gadis itu.
"Benar, Tuan, aku mohon jangan sentuh aku," jawab wanita itu kini dengan air mata yang mengalir dengan deras.
"What the hell?" tanya Daffa.
"Aku mohon," jawab wanita itu semakin memelas.
"Apa kau sadar dengan pekerjaan ini? Kenapa kau tidak ingin aku menyentuhmu?" tanya Daffa.
"Ya aku tau dan sangat sadar dengan pekerjaan ini, tapi percayalah, aku terpaksa melakukan ini," jawab dia.
"Tidak bisa, aku sudah membayarmu sangat mahal, jadi kau harus melayani aku malam ini," ucap Daffa sambil melepaskan jasnya.