Raline pun mulai menghapus make up tebal yang dipoleskan oleh anak buah Kumara, dia juga mengganti pakaian ketatnya dengan dress yang dia bawa di dalam tas, setelah cuci muka dan merasa sedikit segar, Raline merapikan taburan kelopak mawar yang ada di atas ranjang, setelah itu Raline baru membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Malam semakin larut, sepasang anak adam yang seharusnya menghabiskan malam panas malah terbuai dengan mimpi mereka masing-masing, Daffa yang tidak biasa tidur di sofa pun mulai terusik dari tidurnya, tengkuknya terasa sangat sakit.
Lalu Daffa beranjak menghampiri Raline yang sudah terlelap di ranjang, Daffa menatap lekat wajah gadis yang terlihat lelah itu.
"Kau sudah mencuri kecupan pertamaku, bahkan kau dengan sangat lancang terus bersemayam di dalam pikiranku, jangan harap kau bisa lepas dari genggamanku begitu saja, kau harus membayar semua yang terjadi kepadaku," ucap Daffa, lalu dia tidur di samping Raline.
Awalnya Raline tidur memunggungi Daffa, namun tiba-tiba dia berbalik menghadap Daffa lalu memeluk pria itu. Daffa yang masih belum terlelap lagi membulatkan matanya dengan sempurna sambil memegang dadanya.
"Astaga, jantungku kenapa seperti ini!" ucap Daffa dengan lirih, dia berusaha untuk melepaskan pelukan Raline, namun Raline malah memeluknya semakin erat.
"Haiish ... gadis ini, bagaimana aku bisa tidur jika dia seperti ini kepadaku," gerutu Daffa, dia mencoba memejamkan matanya lagi dengan detak jantung yang semakin kencang, ini benar-benar pertama kalinya Daffa tidur dengan seorang wanita.
Daffa memandang langit-langit kamar mencoba untuk menetralkan detak jantungnya yang semakin tidak menentu. Cukup lama Daffa termenung seperti itu hingga pandangannya mulai memicing, hingga Daffa mulai memejamkan matanya dengan perlahan dan terbuai ke alam mimpi, tanpa Daffa sadari jika dia juga menarik Raline ke dalam dekapannya.
***
Keesokan harinya, Raline dan Daffa masih terbuai di alam mimpi mereka dalam posisi saling memeluk, hingga Daffa mulai terusik karena sinar matahari yang menyelinap dari balik tirai tepat mengenai wajahnya.
Daffa mengerjapkan matanya berkali-kali saat dia masih memeluk Raline, gadis itu terlihat sangat cantik di mata Daffa walaupun wajahnya tanpa polesan make up tebal seperti semalam.
"Aku tidak akan melepaskanmu, kau harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah kau lakukan kepadaku," ucap Daffa di dalam hatinya, beberapa saat kemudian, Raline mulai terusik dari tidurnya dan menggeliat karena tubuhnya terasa sangat pegal, namun ....
"Ya ampun!" pekik Raline sambil mendorong tubuh Daffa yang masih memeluknya, hingga pria itu terjengkang dan jatuh dari ranjang, Raline mendorong Daffa karena dia terkejut saat merasakan tangan Daffa masih memeluknya.
"Apa yang kau lakukan, huh!" maki Daffa sambil berusaha untuk bangun dari ranjang.
"Ma ... maaf, Tuan, saya terkejut," ucap Raline, dia berusaha untuk membantu Daffa namun pria itu malah menepis lengan Raline dengan kasar.
"Ma ... maaf," ucap Raline lagi, namun Daffa tetap tidak menanggapi ucapan Raline.
Dengan merasa ketakutan, Raline beranjak dari ranjang lalu masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, dia harus segera pergi ke rumah sakit untuk menemui ayahnya.
Ting
Daffa melihat ponsel Raline yang berdering di atas nakas, di sana banyak sekali panggilan tak terjawab dari Bian bahkan sekarang dia mengirim pesan kepada Raline.
"Raline, kamu di mana, aku semalaman cari kamu ...."
Pesan itulah yang Daffa lihat di layar ponsel milik Raline. Entah kenapa, Daffa merasa tidak suka melihat pesan itu, bahkan kini rahangnya mengeras dengan membayangkan jika Raline dan pria bernama Bian itu memiliki hubungan spesial.
"Astaga, apa-apaan ini!" ucap Daffa dengan kesal, ini pertama kalinya Daffa merasakan hal seperti ini kepada seorang wanita.
Come on, semua orang pun tau, Daffa adalah pria yang sangat acuh dan dingin saat berhadapan dengan wanita selain ibunya, terkadang orang berpikir jika Daffa tidak memiliki hasrat sama sekali kepada wanita, namun siapa sangka jika saat ini, Daffa merasa dibuat gila oleh seorang wanita, yang bahkan baru dia kenal.
"Kau milikku, tidak ada pria lain yang bisa menyentuhmu," ucap Daffa, tak berapa lama Raline pun keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat segar dan rambut yang basah, Daffa bersusah payah menelan salivanya melihat pemandangan itu, namun dia kembali ke alam sadarnya saat Raline meminta ijin untuk pergi.
"Tidak!" sahut Daffa.
"Maksud Tuan, saya tidak boleh pergi?" tanya Raline sedikit lirih, mungkin saat ini gadis itu merasa ketakutan lagi karena sikap Daffa.
"Diam, dan jangan banyak membantah!" jawab Daffa sambil menunjuk wajah Raline lalu Daffa masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
"Gimana ini, aku harus segera ke rumah sakit, ayah pasti sendirian di sana," ucap Raline dengan gelisah, lalu dia merapikan semua barangnya Raline juga mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, Raline menghela nafasnya dengan panjang karena mendapatkan banyak pesan dari Bian, sampai pesan terakhir dari sahabatnya itu yang menanyakan dia berada di mana dan akan menjemputnya.
"Mumpung dia lagi di kamar mandi, aku harus keluar dari sini," ucap Raline, lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas, Raline mulai mengendap-endap untuk keluar dari kamar itu, namun ....
"Sudah aku katakan jangan coba-coba kabur, kau milikku sekarang!" Raline terperanjat saat mendengar suara Daffa yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Eh ... Tu ... Tuan, udah selesai mandinya, eng ... enggak kok, saya gak kabur, tadi saya cuma mau pergi beli makanan, soalnya saya udah lapar," ucap Raline dengan tersenyum canggung.
"Kau pikir, aku sebodoh itu jadi bisa kau kelabui?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat dan tatapan tajamnya.
"Enggak, enggak, saya gak mikir ke situ, kok, gak mungkin saya mau mengelabui, Tuan," jawab Raline semakin gugup, namun Daffa kembali tidak menghiraukan ucapan Raline, dia langsung memakai jasnya lalu mengambil barang-barangnya yang ada di atas nakas.
"Ikuti aku dan jangan banyak membantah, karena aku tidak suka dibantah, jika kau selalu membantah, maka aku akan memberikanmu hukuman yang tidak pernah kau duga!" ancaman Daffa membuat Raline merinding, apa yang akan pria itu lakukan lagi.
"Ba-baik, Tuan," ucap Raline dengan gugup.
Setelah Daffa bersiap, dia langsung keluar dari kamar itu dan merangkul Raline dengan mesra, mata Raline membulat sempurna saat Daffa melakukan itu kepadanya.
"Tu ... Tuan, apa yang Anda lakukan?" tanya Raline dengan lirih dan suara bergetar.
"Bukankah, pasangan yang sudah menghabiskan malam bersama akan terlihat mesra saat pagi hari?" tanya Daffa dengan wajah datarnya.
"Ta ... tapi ...."
"Diam, dan cukup ikuti apa yang aku lakukan," ucap Daffa menyela apa yang diucapkan oleh Raline.