"Jadi apa yang harus aku lakukan?" tanya Raline dengan sangat gugup.
"Kau harus bertanggung jawab dengan apa hang sudah kau lakukan kepadaku." jawaban Daffa membuat kening Raline berkerut.
"Apa karena pukulan pria tadi jadi aku harus menanggung semua biaya pengobatan Anda, Tuan?" tanya Raline.
"Bukan, aku tidak butuh uangmu," jawab Daffa dengan wajah yang semakin datar.
"Lalu apa?" tanya Raline dengan alis yang terangkat
"Karena kau sudah ...." Daffa menghentikan ucapannya karena ponselnya berdering, ternyata Alvaro menghubunginya karena dia sudah berada di hotel untuk meeting, bahkan klien mereka sudah menunggu Daffa di sana.
"Shit!" maki Daffa.
"Ada apa, Tuan?" tanya Raline.
"Kau akan pergi ke mana?" tanya Daffa.
"Rumah sakit, biarkan aku turun di sini, sekali lagi terima kasih untuk bantuanmu!" jawab Raline.
"Apa rumah sakit yang ada di depan sana?" tanya Daffa lalu Raline mengitari pandangannya ke arah jalan.
"Benar," jawab Raline singkat. Daffa pun menghentikan mobilnya di rumah sakit yang dimaksud oleh Raline.
"Terima kasih, Tuan," ucap Raline sebelum dia benar-benar turun dari mobil Daffa, setelah itu Daffa segera pergi karena dia sudah terlambat untuk menghadiri meeting.
"Raline, kamu baik-baik aja? Dari tadi aku coba telpon kamu tapi ponsel kamu gak aktif?" tanya Bian yang ternyata sedang menunggu Raline di depan ruang ICU dengan gelisah.
"Aku baik-baik aja, maaf Bian, ponsel aku mati, jadi aku gak bisa menghubungi kamu," jawab Raline.
"Syukurlah kamu baik-baik aja, aku khawatir banget kamu beneran terjebak di sana," ucap Bian, namun tatapan mata Raline memicing saat dia melihat banyak lebam dan luka di wajah Bian, bahkan kening pria itu diperban.
"Kamu kenapa, Bian?" tanya Raline.
"Tadi aku kejar kamu ke rumah Mami Kumara, sampai di sana aku malah dihadang sama para bodyguardnya, tapi itu gak penting lagi, aku udah lega liat kamu ada di sini," jawab Bian sambil melepaskan hoodie yang dia pakai lalu memberikan hoodienya kepada Raline.
"Terima kasih, Bian," ucap Raline.
"Kamu belum bisa masuk!" cegah Bian saat Raline hendak masuk ke ruangan ICU.
"Kenapa?" tanya Raline.
"Om Farhan kritis lagi," jawab Bian.
"Ya ampun, ayah" ucap Raline, dia bisa melihat dari kaca dokter dan perawat sedang berusaha untuk menangani Farhan.
"Om Farhan pasti baik-baik aja, Raline" ucap Bian.
"Semoga, Bian," ucap Raline dengan gelisah menunggu dokter dan perawat keluar dari ruang ICU.
Hampir dua puluh menit Raline dan Bian menunggu, hingga akhirnya dokter pun keluar dari ruangan itu.
"Bagaimana keadaan ayah saya, Dokter?" tanya Raline.
"Sekarang keadaannya sudah lebih stabil," jawab dokter.
"Syukurlah," ucap Raline dengan bernafas lega.
"Tapi, jika keadaan ayah Anda kembali kritis, saya tidak bisa lagi menjamin keselamatannya," ucap dokter memberi peringatan lagi lalu dia pergi.
"Ayah!" ucap Raline sambil menghapus air matanya lalu dia segera masuk ke ruangan ICU, Raline memegang telapak tangan ayahnya dengan tatapan hampa, hari ini hampir saja terjadi hal buruk yang menimpanya dan Farhan. Raline kembali menangis di sana.
"Raline!" panggil Bian sambil memegang pundak Raline yang berguncang dengan hebat karena menangis, Raline benar-benar terpukul karena hari ini dia hampir kehilangan masa depannya karena ulah sang ibu.
"Apa ibu datang ke sini, Bian?" tanya Raline dengan suara lirih sambil menghapus air matanya.
"Enggak, tadi aku datang ke rumah kamu tapi Tante Sarah gak ada di sana," jawab Bian dengan tatapan sendunya.
"Semoga aja ibu beneran udah bayar uang muka biaya operasi ayah," ucap Raline penuh harap.
"Kamu beneran kerja di sana?" tanya Bian.
"Nanti akan aku jelaskan," jawab Raline lalu beranjak dari tempatnya.
"Oke." Raline lalu pergi menuju bagian administrasi bersama Bian.
Ternyata, Sarag benar-benar tidak datang ke rumah sakit, Raline semakin bingung tidak tau lagi harus melakukan apa agar Farhan segera dioperasi.
"Ini ambil!" ucap Bian sambil memberikan sebuah amplop yang cukup tebal kepada Raline.
"Apa ini?" tanya Raline dengan menatap heran kepada Bian.
"Hasil aku gadein motor sama kalung punya mama yang jatuh di rumah kamu tadi, uang ini bisa kamu pake buat bayar DP biaya operasi Om Farhan," jawab Bian.
"Tapi, Bian ...."
"Mau Om Farhan cepat pulih atau enggak?" tanya Bian.
"Mau," jawab Raline dengan lirih sambil menghapus air matanya.
"Ya udah, cepat bayar sana," ucap Bian dan membuat senyuman Raline hadir di sana.
"Iya, Bian," ucap Raline dengan bersemangat, lalu dia langsung memeluk Bian karena merasa sangat bahagia.
Tanpa Raline sadari, jika Bian diam mematung karena apa yang dilakukan oleh Raline, bahkan saat ini jantung Bian berdetak sangat kencang tidak karuan, atau mungkin Raline bisa mendengar detak jantungnya.
"Eh ... maaf, Bian," ucap Raline dengan canggung saat dia menyadari apa yang telah dia lakukan kepada Bian.
Raline langsung melepaskan pelukannya dari pria yang masih diam mematung di tempatnya, Raline pun segera mengurus administrasi agar Farhan segera dioperasi.
"Bian, kamu marah sama aku?" tanya Raline dengan suara lirih karena Bian masih tidak memberikan reaksi apapun.
"Bian!" panggil Raline lagi sambil mengguncang tubuh pria itu.
"I ... iya, Raline, kenapa?" tanya Bian yang merasa sedikit gugup.
"Besok ayah udah bisa dioperasi," jawab Raline dengan senyuman yang mengembang.
"Syukurlah," ucap Bian, akhirnya dia bisa melihat wanita yang dia cintai tersenyum.
Cinta? Apakah ini benar yang dinamakan cinta? Banyak orang yang mengatakan, kita akan melakukan apapun untuk orang yang kita cintai, mungkin salah satunya apa yang dilakukan oleh Bian saat ini. Entahlah, Bian tidak peduli apapun itu, saat ini dia hanya ingin melihat wanita yang ada di hadapannya ini tersenyum lagi.
"Kita ke ruangan ayah lagi!" ajak Raline.
"Oke, Tuan Putri," ucap Bian.
"Ish ... apaan sih lebay banget," ucap Raline dengan wajah yang mulai memerah.
"Kayak kepiting rebus tuh mukanya." goda Bian.
"Ternyata kamu di sini ya!" Raline dan Bian menoleh karena mendengar suara teriakan Sarah. Dengan nafas yang memburu karena amarah, Sarah menghampiri Raline dan Bian.
"Anak gak tau diri, disuruh kerja malah kabur, gara-gara kamu, saya harus mengembalikan uang itu!" bentak Sarah
"Tante, jangan teriak-teriak, ini di rumah sakit.
"Diam, jangan ikut campur!" maki Sarah semakin menatap nyalang kepada Raline dan Bian.
"Aku gak mau kerja di tempat itu Bu, kalau ayah tau, ayah pasti sedih!" ucap Raline.
"Ayahmu itu sudah tidak bisa melakukan apa-apa, jadi jangan banyak alasan sekarang kamu ikut saya, lakukan pekerjaanmu dengan benar!" bentak Sarah yang semakin murka sambil menyeret Raline dengan sangat kasar.