Chereads / When Love Knocks The Billionaire's Heart / Chapter 23 - The Mortal Arrow 5

Chapter 23 - The Mortal Arrow 5

Esmee terbangun dari tidurnya ketika ia mendengar suara gedoran pada pintu restoran. Ia melenguh pelan sambil mencoba untuk bangkit dari tempat tidurnya. Esmee memijat-mijat sebentar kepalanya yang terasa pening sebelum ia memutuskan untuk turun dari tempat tidurnya.

Di saat ia hendak turun dari tempat tidurnya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Esmee segera mengalihkan perhatiannya pada ponsel yang ada di meja sebelah tempat tidurnya.

"Ya, Marie," ujar Esmee begitu ia menjawab panggilan telpon dari Marie.

"Aku ada di bawah. Apa kau masih demam?" tanya Marie.

Esmee menghela nafas sambil mengulum senyumnya. Tiba-tiba saja mata Esmee menangkap sesuatu di lantai. Ia melongokkan sedikit kepalanya ke lantai. Mata Esmee membulat ketika ia melihat William sedang tertidur di lantai di sebelah tempat tidurnya.

"Hei, Esmee. Kau masih di situ?"

Suara Marie kembali mengagetkan Esmee yang terdiam ketika ia melihat William. "Oh, ya. Aku sudah lebih baik. Tapi sepertinya hari ini aku akan meliburkan restoran."

"Ya, kau butuh istirahat. Jangan sampai kau sakit parah," sahut Marie.

Esmee tertawa pelan. "Kau boleh bersenang-senang hari ini."

"Sebelum itu, buka dulu pintumu. Aku membawakan sup untukmu," ujar Marie.

"Sebentar, aku turun ke bawah." Esmee kemudian mematikan sambungan telponnya dengan Marie.

Perlahan-lahan Esmee turun dari tempat tidur agar ia tidak membangunkan William. Ia menatap William sebentar yang sedang meringkuk di lantai sambil menghela nafas panjang. Esmee kemudian menarik selimutnya dan ia gunakan untuk menutupi tubuh William. Setelah itu, Esmee segera turun ke bawah untuk menemui Marie.

----

Marie langsung merangsek masuk ke dalam restoran ketika Esmee membukakan pintu untuknya. Setelah meletakkan sup yang ia bawa di meja makan yang ada di dapur, Marie segera mendekati Esmee dan menempelkan punggung tangannya pada kening Esmee. Marie mengangguk-anggukkan kepalanya setelah memastikan Esmee sudah tidak demam.

"Baguslah kalau kau sudah membaik," ujar Marie.

Esmee menganggukkan kepalanya. Keduanya lalu duduk di meja makan. Esmee membuka penutup panci yang dibawa oleh Marie. Aroma bawang putih berpadu dengan kemangi langsung memenuhi area dapur begitu Esmee membuka tutup panci tersebut.

Mata Esmee langsung membulat sambil menatap Marie. "Kau membuat pestou ini sendiri?"

Marie menghela nafas panjang. "Kau pikir ada orang lain di rumahku yang bisa memasak?"

Esmee tertawa pelan mendengar jawaban yang diberikan Marie. "Apa aku boleh mencobanya?"

"Aku membuatnya untukmu agar kau bisa makan dengan baik. Bukan untuk kau pandangi dan hirup aromanya," sahut Marie.

Esmee hendak bangkit berdiri untuk mengambil mangkuk ketika tangan Marie menahannya. "Kau duduk saja. Biar aku yang ambilkan mangkuknya."

Esmee akhirnya kembali duduk di tempatnya dan membiarkan Marie mengambil perlengkapan makan untuk mereka. Beberapa saat kemudian Marie kembali dengan dua buah mangkuk dan juga sendok. Setelah itu Marie menyendokkan semangkuk penuh sup untuk Esmee.

"Kau harus makan yang banyak. Jangan pikirkan berat badanmu. Kau sudah bukan penari lagi," ujar Marie sembari memberikan mangkuk berisi sup kepada Esmee.

"Kau tidak perlu mengingatkanku soal itu," sahut Esmee.

Marie melirik Esmee. "Kau terlihat kurus. Aku pikir kau berniat untuk menari lagi."

Esmee menarik nafas panjang sambil menyendokkan sup di mangkuknya. Ia menghirup sebentar aroma sup tersebut sebelum menyuapkannya ke dalam mulutnya. Begitu sup itu masuk ke mulutnya, mata Esmee membulat dan ia menatap Marie dengan tatapan tidak percaya.

"Wah! Kau seharusnya membantuku di dapur," ujar Esmee.

Marie berdecak pelan. "Aku lebih suka bertemu orang daripada berhadapan dengan panci setiap hari."

Esmee tertawa pelan sambil menikmati soupe au pestou buatan Marie. Melihat Esmee yang makan sup buatannya dengan cukup lahap, Marie akhirnya ikut menyendokkan sup untuk dirinya dan mulai menikmatinya.

----

William meregangkan tubuhnya sesaat setelah ia membuka matanya. Ia menggeram pelan begitu merasakan tubuhnya yang terasa kaku setelah tidur di lantai.

"Apa ini?" gumam William ketika melihat selimut yang menutupi tubuhnya. Mata William membulat begitu menyadari itu adalah selimut yang digunakan oleh Esmee.

Seketika ia terduduk di lantai. William langsung bangkit berdiri begitu melihat Esmee tidak ada di tempat tidurnya. Ia segera meraih ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Esmee.

William terdiam sejenak ketika ia mendengar suara getar yang ada di dekatnya. Ia mencari sumber suara tersebut sementara menunggu Esmee menjawab telponnya. Begitu melihat sumber suara getar tersebut, William segera mematikan ponselnya sambil menghela nafas panjang.

"Jangan bilang dia pergi berbelanja bahan makanan," gumam William.

William kembali berdecak pelan. "Kenapa ada gadis yang keras kepala seperti itu?"

Sambil mendengus kesal, William bergegas pergi meninggalkan kamar Esmee. Ia berjalan cepat menuruni tangga menuju restoran.

----

"Esmee!"

Marie terdiam begitu ia mendengar suara pria yang memanggil Esmee. Ia kemudian menatap Esmee. "Bukankah itu suara William?"

Esmee menganggukkan kepalanya. Ia kemudian berteriak pada William. "Aku di dapur."

Sedetik kemudian pintu dapur membuka dan William muncul di bibir pintu. Marie terkejut melihat William yang terlihat berantakan. "Kau? Bukankah pintu depan masih terkunci? Tidak mungkin kau menembus tembok."

"Aku bermalam di sini," sahut William sambil berjalan menghampiri Esmee yang sedang duduk di meja makan.

Mata Marie membulat dan ia menatap Esmee dengan tatapan tidak percaya. "Kau dan William?"

William seolah mengabaikan kehadiran Marie di dapur tersebut. Ia dengan santai meletakkan punggung tangannya di kening Esmee.

"Aku sudah baik-baik saja," ujar Esmee.

William menghela nafas panjang. "Aku pikir kau pergi berbelanja bahan makanan."

Esmee menggelengkan kepalanya. "Hari ini aku memutuskan untuk menutup restoranku."

Marie menatap William dan Esmee yang seolah mengabaikannya. "Hei, aku masih ada di sini."

Esmee langsung menatap Marie sambil tertawa pelan, sementara William segera duduk di kursi sebelah Esmee. William kemudian melirik panci yang ada di meja makan. Setelah itu ia melirik Marie. "Siapa yang membuat sup ini? Kau atau Esmee yang membuatnya?"

Esmee langsung menjawab pertanyaan William. "Marie yang membuatnya. Kau pasti lapar, kan? Biar aku ambilkan mangkuk untukmu."

Esmee segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah lemari penyimpanan untuk mengambilkan mangkuk untuk William. Marie yang sedang duduk bersama William langsung menatap William dengan tatapan penuh tanya.

"Kau menginap di sini?" tanya Marie.

William menatap Marie dan menganggukkan kepalanya sembari memijat lehernya. "Semalam demamnya cukup tinggi. Aku tidak bisa meninggalkannya."

Marie menganggukkan kepalanya. "Syukurlah kalau begitu. Aku sudah khawatir kalau tidak ada yang menjaganya."

Esmee kembali ke meja makan dan langsung menyendokkan sup ke dalam mangkuk yang ia bawa, lalu memberikannya pada William. Setelah itu ia kembali duduk di kursinya dan memperhatikan William.

Marie memperhatikan Esmee yang sedang menatap William. Ia berdeham pelan dan membuat Esmee menoleh padanya.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Aku pikir kau seorang diri. Tapi ternyata ada William yang menemanimu," ujar Marie. Ia bergegas merapikan mangkuk bekas makannya. Setelah itu ia berpamitan pada Esmee dan William.

Esmee mengantar Marie sampai ke pintu belakang. "Terima kasih untuk supnya."

Marie tertawa pelan sambil menepuk lengan Esmee. Ia kemudian melirik William yang tengah makan di meja makan. "Nikmati liburanmu."

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.