Chereads / When Love Knocks The Billionaire's Heart / Chapter 20 - The Mortal Arrow 2

Chapter 20 - The Mortal Arrow 2

Charles menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal ketika ia menemui Dimitri di dalam gedung yang akan direnovasi oleh pekerja dari perusahaan milik keluarga Hunter. "Kenapa kau ingin menemuiku?"

Dimitri berdecak pelan. "Aku hanya beberapa hari di sini. Selanjutnya, kau yang akan mengawasi renovasinya."

Mata Charles membulat. "Aku yang akan mengawasinya?"

"Dan William. Tentu saja. Dia yang meminta untuk segera memulai renovasi bangunan ini," jawab Dimitri.

Charles berdecak pelan. "Dia pasti akan menyerahkan urusan ini padaku karena dia sibuk bekerja di restoran."

Dimitri mengerutkan keningnya. "Kau bilang apa barusan? William bekerja di restoran? Restoran kecil yang di situ?"

"Tuan Alexander tidak memberitahumu kalau William berpura-pura bekerja di restoran itu? Bukankah kau mengetahui semua yang terjadi di manor keluarga Hunter?" tanya Charles dengan sedikit tidak percaya.

Dimitri menggelengkan kepalanya. "Aku hanya tahu kalau William bersedia pergi ke sini untuk memaksa pemilik restoran menjual restorannya."

"Dia melakukan pendekatan yang agak berbeda. Mengingat dia meminta kalian untuk memulai renovasi, itu tandanya William akan menjalankan rencana selanjutnya setelah ia memberikan sedikit nafas buatan untuk restoran itu," terang Charles.

Dimitri berdecak pelan. "Aku tidak menyangka William akan bersikap cukup lunak kali ini. apa itu karena pemiliknya yang cantik?"

Charles mengangkat bahunya. "Entahlah."

Dimitri menghela nafas panjang. "Aku tadi melihatnya sekilas ketika ia sedang menunggu pemilik restoran di ujung jalan. Dia terlihat sedikit berbeda."

"Percayalah, dia masih William yang sama. Apa yang dia lakukan untuk restoran itu semata-mata agar ia bisa menghancurkannya sampai rata dengan tanah. Kau tahu bagaimana sifat William. Dia tidak akan membiarkan kekayaannya jatuh ke tangan orang lain apalagi hanya karena sebuah restoran kecil," sahut Charles.

"Dia memang ambisius. Apalagi kalau hal itu menyangkut kekayaannya. Dia pasti tidak akan dengan mudah membiarkan ayahnya memberikan warisan itu kepada orang lain," timpal Dimitri.

Charles menganggukkan kepalanya. "Kau akan bermalam di mana nanti?"

"Aku sudah punya kamar di hotel dekat sini. katakan pada William untuk menemuiku nanti malam," jawab Dimitri.

"Nanti akan aku sampaikan. Apa masih ada yang mau kau sampaikan?" tanya Charles.

Dimitri menggelengkan kepalanya.

"Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu," ujar Charles.

"Kau mau ke mana?"

"Kembali ke rumah dan mengerjakan pekerjaanku terkait hotel di Manhattan."

"Bawa pekerjaanmu itu ke sini. Aku mau beristirahat dulu setelah perjalanan jauh," ujar Dimitri. Ia kemudian meninggalkan Charles begitu saja di dalam bangunan yang sedang memulai proses renovasi.

Charles menatap Dimitri sambil berdecak pelan. "Orang tua itu selalu seenaknya sendiri. Mentang-mentang dia kepala pelayan di keluarga Hunter."

----

Marie memperhatikan pengunjung di dalam restoran D'Amelie yang nampak tidak nyaman dengan suara bising yang dihasilkan dari renovasi bangunan yang ada di sekitar restoran tersebut. Wajah para pengunjung itu nampak tidak nyaman ketika sedang menikmati makanan mereka. Beberapa bahkan mempercepat makan mereka dan buru-buru pergi meninggalkan restoran.

"Terima kasih atas kunjungannya," ujar Marie pada pengunjung yang hendak keluar dari restoran sambil membukakan pintu restoran tersebut.

Dua orang pengunjung yang berjalan melewati Marie hanya mengangguk pelan dan bergegas keluar dari restoran. Marie menghela nafas panjang sambil menatap kedua pengunjung tersebut.

"Sepertinya restoran akan kembali sepi sebentar lagi," gumam Marie pelan.

Senyum di wajah Marie kembali terkembang begitu ia melihat tiga orang pengunjung hendak masuk ke dalam restoran. Dengan senyum riang, Marie segera membukakan pintu untuk pengunjung tersebut.

----

"Istirahatlah. Sudah tidak ada pesanan yang masuk. aku bisa melanjutkan memasak untukmu," ujar William sambil menepuk pelan bahu Esmee.

Esmee segera menoleh pada William. "Kau juga bisa memasak?"

"Aku hanya tinggal mengaduknya saja, kan? kau sudah memberikan bumbu dan yang lainnya?" tanya William.

Esmee menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu duduklah. Biar aku lanjutkan. Kau cukup diam dan mengawasi. Setelah itu kau bisa berteriak untuk memintaku mematikan kompor," ucap William.

Esmee menghela nafas panjang. "Baiklah. Aku rasa aku memang perlu duduk sebentar."

William mengangguk pelan dan setelah itu Esmee segera berjalan ke meja makan kecil yang ada di sudut dapur. Esmee duduk di meja tersebut sambil memperhatikan William yang kini menggantikannya memasak. Ia memijat-mijat lehernya yang terasa sakit.

"Apa kekasih barumu itu tidak datang membantu hari ini?" tanya Sven tiba-tiba ketika ia berjalan melewati Esmee.

Esmee berdecak pelan. "Siapa yang kau maksud? Pierre?"

"Ya, pria itu," jawab Sven.

"Dari nada bicaramu sepertinya kau tidak menyukai pria itu," ujar Esmee.

"Awalnya aku suka padanya. Tapi setelah mendengar dia menceramahimu soal memperlakukan pekerjamu, mendadak aku tidak menyukainya," sahut Sven.

Esmee tertawa pelan. "Kau tidak perlu memikirkan ucapannya padaku. Dan lagi, dia bukan kekasihku. Dia hanya kenalanku di salah satu klub."

"Baguslah kalau begitu. Jangan sampai kau menjalin hubungan dengan pria seperti itu," timpal Sven.

Sven tiba-tiba mendekati Esmee dan berbisik padanya. "Aku lebih mendukungmu bersama William. Kalian terlihat dekat sejak pertama kali dia bekerja di sini. Dan dia sepertinya juga menyukaimu."

Esmee melirik Sven sambil tertawa pelan. "Lakukan saja pekerjaanmu. Jangan bergosip di sini."

Sven mengerling jahil pada Esmee dan kembali meninggalkannya sendiri. Sementara itu, Esmee tiba-tiba mengalihkan perhatiannya pada William yang kini sedang memasak. Ucapan Sven mendadak masuk ke dalam kepalanya dan tanpa sadar membuatnya tersipu ketika melihat William.

"Apa yang aku pikirkan?" gumam Esmee. Ia lalu menundukkan kepalanya sambil tertawa pelan.

"Esmee! Apa ini sudah cukup?" seru William sambil mengaduk-aduk sup yang ada di hadapannya.

"Coba kau angkat spatulanya sambil menuangkan supnya ke dalam panci," jawab Esmee.

William segera melakukan apa yang diminta Esmee.

"Itu sudah cukup," ujar Esmee.

"Oke." William segera mematikan kompor dan menoleh pada Esmee.

"Lihat, kan? aku bisa melakukannya," ucap William.

Esmee menganggukkan kepalanya. "Setelah itu, tolong antarkan kepada Pekerja yang sedang bekerja di gedung sebelah."

William menganggukkan kepalanya. Ia kemudian melepaskan celemeknya dan mengambil sarung tangan tahan panas untuk membawa panci berisi sup buatan Esmee. Setelah mengenakan sarung tangan tahan panas, William segera menutup panci tersebut dan membawanya ke bangunan yang ada di sebelah restoran.

----

Charles langsung menghampiri William begitu ia melihat William masuk ke bangunan yang sedang direnovasi. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Di mana aku bisa menaruhnya?" tanya William pada Charles sembari melirik panci yang ia bawa.

Charles langsung menoleh ke kanan kirinya. Ia kemudian memanggil salah satu pekerja dan memintanya untuk mendekat. "Berikan saja padanya."

Begitu pekerja yang dipanggil Charles mendekat, William segera menyerahkan panci yang ada di tangannya. "Berhati-hatilah. Ini masih sangat panas."

Pekerja itu mengangguk pelan sambil menerima panci yang diberikan William. Setelah itu, ia langsung meninggalkan William dan Charles. Begitu pekerja itu pergi, William langsung melepaskan sarung tangan tahan panas yang ia gunakan dan langsung memperhatikan bagian dalam gedung tersebut.

"Dimitri ingin menemuimu nanti malam," ujar Charles.

William menganggukkan kepalanya. "Aku akan menemuinya nanti."

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.