Sven tiba-tiba menyenggol lengan William ketika mereka sedang menikmati istirahat untuk makan siang di dapur. "Kau terlihat kesal, Will."
William seketika menoleh pada Sven. "Tidak."
Sven melirik William sambil tersenyum-senyum sendiri. "Kau kelihatan seperti orang yang sedang kesal sejak pria itu membantu kita di dapur."
William berdecak pelan. "Itu hanya pikiranmu saja."
Sven kembali melirik William. "Kalau kau tidak kesal, kenapa daritadi kau hanya memainkan makan siangmu? Kau bahkan selalu menatap ke arah pintu dapur. Apa itu karena Esmee sedang berada di dalam restoran bersama pria itu?"
"Hentikan omong kosongmu itu, Sven. Aku tidak ingin mereka berpikir yang tidak-tidak," sahut William sambil menatap Marie dan dua pramusaji yang memperhatikan percakapan mereka.
"Aku akan berpura-pura tidak mendengarnya. Kalian juga begitu, kan?" timpal Marie sembari melirik teman-teman sesama pramusajinya.
Keduanya menganggukkan kepalanya.
Marie kemudian kembali melanjutkan ucapannya. "Semua ucapan yang ada di dapur ini tidak akan melewati pintu dapur. Kau tenang saja, Will."
"Kenapa kau berkata begitu, Marie?" tanya William.
Marie menatap William. "Akui saja kalau kau kesal melihat kedekatan Esmee dengan pria itu."
William kembali berdecak pelan. "Omong kosong."
"Apa pria itu kekasih, Esmee? Mereka berdua terlihat sangat dekat. Pria itu bahkan membantu kita di sini," ujar Sven tiba-tiba.
Marie mengangkat bahunya.
Sven mengerutkan keningnya. "Kau tidak tahu kalau Esmee punya kekasih? Bukannya kalian berteman sejak kecil?"
Marie mengalihkan perhatiannya pada Sven sambil menghela nafas panjang. "Aku tidak pernah ikut campur dalam urusan pribadi Esmee. Lagipula Esmee bukan orang yang selalu terbuka untuk urusan pribadinya. Belakangan ini dia sangat tertutup."
Sven mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mungkin karena dia memiliki kekasih. Dia jadi melupakanmu."
Marie langsung melemparkan serbet ke arah Sven setelah ia mendengar ucapan Sven. William tiba-tiba bangkit berdiri dan berjalan ke arah tempat cuci piring untuk meletakkan piring sisa makannya. Ia mencuci piring bekas makannya lalu melangkah ke pintu belakang.
"Cuci piring kalian sendiri setelah makan," ujar William pada Sven dan yang lainnya sebelum ia menutup pintu belakang.
Sven dan Marie kompak menoleh pada William dan menganggukkan kepalanya. Keduanya kembali berbicara setelah William keluar dari dapur.
"Kau lihat kan, Marie? William terlihat kesal," ujar Sven.
Marie menganggukkan kepalanya. "Mungkin dia menyukai Esmee."
Marie dan Sven bersama dua orang pramusaji lain kemudian tertawa pelan. Mereka melanjutkan makan siang mereka sementara William pergi keluar.
----
William bersandar pada tembok bagian belakang restoran D'Amelie sambil menyesap rokoknya. Ia menghembuskan asap rokoknya ke udara sembari menghela nafas panjang. William kemudian mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Charles.
"Ada apa, William?" tanya Charles.
"Cari informasi tentang Kepala Juru Masak di klub tempat Esmee bekerja," jawab William.
"Ada apa? Mendadak sekali," sahut Charles.
"Pokoknya cari saja informasi tentang Kepala Juru Masak di sana. Firasatku tidak enak soal Kepala Juru Masak di tempat itu," timpal William.
"Ada apa sebenarnya?"
"Sepertinya Kepala Juru Masak di tempat itu datang ke sini. Esmee dan pria itu terlihat dekat."
"Kau cemburu?" timpal Charles.
William menghela nafas panjang. "Aku tidak cemburu atau apapun. Anggap saja ini sinyal antar sesama pria brengsek. Aku merasa dia bukan pria baik-baik."
Charles tertawa pelan setelah mendengar ucapan William. "Ummm, baiklah. Ada lagi?"
"Minta orang awasi klub tempat Esmee bekerja. Terutama Kepala Juru Masak di sana."
"Oke. Ada lagi?"
"Lakukan tugasmu dengan baik." William segera mematikan sambungan telponnya dengan Charles.
William kemudian menghabiskan sisa rokoknya dan ia segera kembali ke dalam restoran. Sven dan yang lainnya sedang merapikan sisa makan siang mereka ketika ia masuk. William kembali mengenakan celemeknya dan segera mengeluarkan bahan makanan yang belum ia bersihkan dan mulai kembali bekerja.
----
Selepas istirahat makan siang, Pierre masih membantu Esmee di dapur D'Amelie. Tatapan mata William tidak lepas dari pria itu. William terus memperhatikannya yang selalu mencoba untuk menyentuh Esmee.
Entah itu sengaja menyentuh tangan Esmee ketika ia sedang menerima sesuatu dari Esmee, merapikan anak rambut Esmee yang menjuntai di kening, bahkan dengan terang-terangan ia berdiri di belakang Esmee dan melakukan gerakan seperti sedang memeluk gadis itu.
"Esmee!" panggil William.
Pierre serta merta beralih dari belakang tubuh Esmee dan membiarkannya menoleh pada William. "Sepertinya pekerjamu memerlukan bantuan."
"Ada apa, William?" tanya Esmee sembari melangkah menghampiri William.
William mendesah pelan. Ia sendiri tidak tahu ada apa. Mulutnya refleks memanggil Esmee ketika melihat Pierre seolah sedang memeluk gadis itu dari belakang.
"Hmmm," gumam William sambil memperhatikan sekelilingnya. Ia mencoba mencari alasan kenapa ia sampai memanggil Esmee.
"Ini. Bagaimana aku harus memotong dagingnya?" William akhirnya menggunakan daging yang hendak ia potong-potong sebagai alasan.
"Ooh. Aku pikir ada masalah apa," sahut Esmee.
Esmee kemudian mengambil daging yang sedang dipegang oleh William. Ia lalu mencontohkan bagaimana William harus memotong daging untuk hidangan beef bourgignon.
"Pertama-tama kau harus memotong daging ini mengikuti alurnya. Itu akan lebih mudah dipotong dan tidak membuat daging menjadi keras. Setelah itu, kau potong dadu. Kalau kau bingung soal ukurannya, gunakan saja ruas teratas jarimu sebagai patokan," terang Esmee.
William memperhatikan Esmee yang mencontohkan cara memotong daging untuk hidangan makan malam di D'Amelie. Sementara itu, Pierre berdecak pelan di kejauhan melihat William dan Esmee.
"Bagaimana? Kau sudah bisa melakukannya, kan?" tanya Esmee pada William setelah ia selesai mencontohkan cara memotong daging pada William.
William menganggukkan kepalanya.
"Ada lagi yang mau kau tanyakan?" Esmee kembali bertanya pada William.
William melirik ke meja dapur dan mencoba mencari alasan lain. Namun ia tidak menemukan alasan tersebut dan akhirnya menggelengkan kepalanya pada Esmee. "Tidak ada."
"Esmee! Kaldumu hampir matang!" seru Pierre.
Esmee menoleh pada Pierre dan langsung menghampirinya. Sementara itu, Pierre tersenyum licik pada William ketika Esmee kembali menghampirinya.
William mendengus pelan ketika melihat Pierre yang sedang mencicipi kaldu buatan Esmee. Sikap yang ditunjukkan Pierre pada Esmee membuat William merasa muak. Jelas sekali pria itu mencoba untuk mendekati Esmee. Pierre sengaja menggunakan alasan membantu Esmee di dapur D'Amelie agar ia bisa menggoda Esmee.
----
"Terima kasih banyak, Pierre," ujar Esmee ketika ia mengantar Pierre keluar dari restoran.
Pierre menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah pada Esmee. "Katakan saja kalau kau perlu bantuan. Aku dengan senang hati akan menolongmu."
Esmee balas tersenyum pada Pierre. "Aku tidak sanggup membayar pegawai dengan kualifikasi seperti dirimu."
Pierre tertawa pelan. "Kau tidak perlu membayarku."
Esmee ikut tertawa pelan sambil menatap Pierre. "Sekali lagi terima kasih."
Pierre tersenyum lebar pada Esmee. "Kalau begitu sampai jumpa di klub."
Esmee menganggukkan kepalanya dan Pierre segera melangkah pergi meninggalkan restoran D'Amelie. Setelah Pierre meninggalkan restoran, Esmee akhirnya kembali masuk ke restorannya.
Marie langsung menyambar Esmee dan menarik tangannya. "Apa dia kekasihmu? Katakan padaku."
Esmee tertawa menanggapi pertanyaan Marie. "Kalau dia kekasihku, kau orang pertama yang akan tahu, Marie."
"Jadi dia bukan kekasihmu?" tanya Marie.
Esmee menggelengkan kepalanya.
"Aku pulang!" teriak William tiba-tiba.
Esmee hendak menyahuti ucapan William, akan tetapi begitu ia menoleh William sudah berada di luar restoran. Marie berdecak pelan melihat sikap William.
"Sepertinya William kesal melihat pria itu ada di sini," ujar Marie pada Esmee.
Esmee kembali menoleh ke arah pintu restorannya. Ia kemudian tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Itu hanya perasaanmu saja, Marie."
"Sungguh, Esmee. Aku yakin kalau dia sebenarnya menaruh perhatian padamu. Tapi dia tidak bisa mengungkapkannya. Seharusnya kau memperhatikan sikapnya ketika kau sedang bersama Pierre," terang Marie.
Esmee berdecak pelan sambil menepuk lengan Marie. "Kau terlalu banyak membaca cerita percintaan."
Esmee kemudian meninggalkan Marie dan menuju ke lantai atas restorannya untuk bersiap-siap pergi. Marie memperhatikannya sambil menggelengkan kepalanya. "Harusnya dia bisa sedikit lebih peka."
****
Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^
Original stories are only available at Webnovel.