Ais menulis sepucuk surat yang akan dia berikan untuk Laksmana nanti. Tak penting jika dia tidak bisa mengobrol dan berkenalan lebih jauh dengan Laksmana, asalkan surat itu bisa diterima oleh si pemuda tampan, pikir Ais. Senyumnya terkembang kala memikirkan Laksmana. Dia sungguh terpesona dan jatuh cinta.
Semalaman, Ais hanya memikirkan Laksmana. Tanpa dia ketahui, kebenaran yang akan dia dapat akan sangat menyakitkan. Apa dia sanggup untuk menghadapinya?
Pagi-pagi sekali Laksmana sudah datang ke pesantren, sesuai dengan permintaan Mira melalui pesan dari ponsel ustadzah. Matahari bahkan belum menghangatkan bumi. Langit pun masih tampak gelap. Selepas salat subuh, Laksmana sudah berangkat dari rumahnya.
Laksmana berjalan dengan santai memasuki pesantren usai memarkirkan sepeda motornya. Ais sampai terkejut sebab orang yang dia tunggu-tunggu datang terlalu pagi, berjalan melewati asramanya. Tak mau kehilangan kesempatan, Ais bergegas menghadang langkah Laksmana.
