Bram meringkuk di atas kasurnya yang empuk dan nyaman. Namun, yang dia rasakan adalah ribuan benda tajam yang sedang merajam. Sakit hati dan kecewa, sebab Mira lepas dari genggaman. Semua usahanya sia-sia, juga pengorbanannya yang tidak sedikit. Waktu, tenaga, bahkan uang dalam jumlah yang tidak main-main banyaknya, sampai bisa membuat rumah Mira disita.
Kondisi si bujang lapuk yang menyedihkan, membuat orang-orang suruhannya menjadi iba. Biar bagaimanapun, Bram adalah orang yang royal, yang tidak sayang mengeluarkan uang untuk mereka bersenang-senang.
"Bos, jangan sedih terus, dong. Move on, Bos," bujuk salah seorang dari mereka.
Bram bergeming. Laki-laki itu masih menatap kosong ke arah dinding kamar yang polos tanpa hiasan. Sepi, seperti hatinya tanpa Mira.
"Iya, Bos. Bener kata si Jalu. Mending kita seneng-seneng di warung si Mpok," timpal yang lain.