Suara tangis Nyonya Amira tidak tertahan lagi. Tangisnya pecah di ruang UGD itu. Putra semata wayangnya. Anak kebanggaannya itu pergi selamanya. Tanpa diketahui, apa penyebab sakitnya.
"Galih, kenapa kamu tinggalin Mama secepat ini. Bangun, Nak, bangun ...." jerit Nyonya Amira menggoyangkan tubuh Galih dan berharap putranya itu bangun kembali..
"Galih, jangan tinggalin Mama.Bangun, Galih. Galih, kita pergi ya. Kita susul Austin," rintih Nyonya Amira.
"Bangun Galih."
Andre dan Nyonya Amanda berusaha menenangkan Nyonya Amira yang baru saja kehilangan Galih. Ia sangat terpukul, apalagi kematian Galih berbarengan dengan perginya Raline dan Austin.
"Raline. Ini semua gara-gara Raline. Kalau aja dia nggak memutuskan menikah dengan Hamid dan pindah ke Jepang, mungkin nggak akan kejadian seperti ini," ucap Nyonya Amira berteriak histeris.
"Galiiiihhh ...."
"Raline, kamu harus membayar semua penderitaan ini. Nyawa harus dibayar dengan nyawa," pekik Nyonya Amira dalam tangisnya.