Kedua orang tua Vindra kembali ke Indonesia, sambutan yang sangat buruk sang anak membuat keduanya hanya mempu menarik nafas dalam dalam serta menggeleng gelengkan kepala.
Tuan dan nyonya Dravinda seharusnya sudah tau kenapa putra semata wayangnya itu berlaku demikian, sikap mereka yang selama ini mengacuhkan dirinya tak lepas dari itu Vindra seakan hidup sebagai yatim piatu selama bertahun tahun meski di limpahi harta warisan yang tidak kunjung ada kelarnya.
"Vin kau sungguh2 mau menikah nak?" Tanya tuan Dravinda. Vindra terlihat acuh tak acuh sambil melengahkan pandangan nya sangat enggan untuk menatap kedua orang tua yang berada di hadapan nya saat ini.
"Jawab papi Vin" Bentak sang ibu. Wajah tegas bersama bibir sensual nya, dia wanita cantik namun berparas tegas itulah Nyonya Dravinda.
"Heh? Ngapain di tanya kalian sudah tau jawabannya kan?" Jawab pria itu dengan entengnya.
"Ningtam tidak pernah mengajari kamu tidak menghormati orang tua seperti ini Vin, sopanlah terhadap mereka nak, mereka orang tua kandung kamu" nasehat sang nenek.
"Mereka hanya ada ketika keadaan mendesak kalau bukan karna tuan Dhanda yang memintanya kembali, mungkin seumur hidup mereka tidak akan pernah kembali" ketus pria itu masih dengan wajah yang berpaling.
"Vin, papi gak pernah sedikitpun punya maksud untuk meninggalkan kamu, keadaan yang memaksa nak, kamu harus mengerti posisi kami" ungkap tuan Dravinda lagi dengan wajah sendu.
"Sudahlah pi biarkan saja dia bertingkah sesuka maunya, seharusnya dia paham dan mengerti tapi sepertinya dia enggan memahi keadaan kita" omel nyonya Dravinda bersama dengan wajah judesnya.
Vindra tak peduli, dia berdiri lantas berlalu pergi.
"Hei Vin, papi belum selesai bicara mau kemana kamu nak?" Teriak sang ayah, nampak jelas pria itu sepertinya sangat menyayangi anaknya.
"Aku punya perusahaan kan? Lebih baik urusin perusahaan dari pada ngurusin kalian berdua" ketusnya lantas berlalu meninggalkan rumah besarnya tersebut.
*
"Sampai mati akan ku kejar kamu, kau harus rasakan bagaimana dendam cinta sejati akan menghancurkan hidupmu, perlahan lahan saja, kau akan kubuat menderita" batin pria itu sambil tersenyum miring di kendaraan nya yang melaju dengan kecepatan penuh.
Menelusuri koridor kantornya dengan langkah tegas, semua karyawan menunduk kan kepala di hadapannya tanpa berani menyapa ataupun memberi salam padanya, dia terlihat seperti CEO arogan, sombong, dingin dan sangat misterius.
Seorang pria, asisten kepercayaan nya di kantor, menjelaskan ada kesenjangan dalam proyek yang akan mereka jalankan.
"Kau harus tangani ini langsung Vin, kalau tidak kita akan mengalami kerugian, Dhanda bisa menuntut kita" ucap seorang pria bertubuh jangkung dengan wajah serius.
"Ok, akan ku tangani, segera adakan pertemuan malam ini dengan pihak mereka" titah nya.
Dalam rapat pertemuan malam ini semua staf penting dari kedua belah pihak perusahaan hadir memenuhi meja bundar persegi dengan beberapa File dan laptop di meja mereka masing-masing.
CEO yang gagah itu mulai berbicara di depan bersama sebuah layar besar di samping nya, Vindra tampak berkualitas, cerdas, dan berkompeten apa yang di jelaskan olehnya membuat para peserta meeting mengangguk angguk mengerti.
Namun CEO Dhanda justru diam saja, tanpa melirik pria yang tengah bicara serius di depan nya, pada kertas yang ada di meja dia malah sibuk menulis kata kata konyol, bukannya mengenai pembahasan dari meeting ini.
"I hate you Vindra Dravinda, CEO murahan" lalu membuat emoticon marah sampai bertanduk di ujungnya.
Sampai pria itu selesai dengan penjelasan nya di depan, CEO wanita yang cantik dan berwatak keras kepala tersebut tak sedikit pun mempertanyakan ataupun mau memahami tujuan pembahasan dari meeting hari ini.
Wajahnya di tekuk pandangan matanya yang entah kemana, ketika di tanya dia cukup mengangguk saja, mau mengerti atau tidak rasanya baginya saat ini itu semua terserah mereka saja.
"Nona.. nona" sang sekretaris menggoyang tangannya perlahan dengan nada yang berbisik, dia tersentak sadar dari lamunannya.
"Yah"
"Kita ditanya tuh, nona ngapain? Jangan bengong dong, nanti kita bisa rugi" bisik wanita tersebut, wanita cantik berparas ayu, sudah seperti sahabat baginya bukan lagi bawahan ataupun seorang sekretaris.
"Aku tidak sudi melihat wajah CEO tidak berguna itu, biarkan saja dia berbuat sesuka hatinya, soal rugi aku sudah rugi banyak karna nya" lirih nya, wanita itu termangu, sulit baginya mencerna makna dari perkataan atasannya tersebut.
Gadis itu belum mengetahui apa yang terjadi antara kedua CEO dari perusahaan besar ini. Terpaksa sekretaris yang ayu itu mewakili atasannya untuk berbicara di depan, karna mood sang atasan tengah mogok akibat remnya blong.
Vindra tertegun menatap reaksi gadis sombong tersebut, profesionalitas nya menghilang karna urusan pribadi.
Setelah meeting usai semuanya bubar, Vindra hendak mencekal tangan nya niat bicara dan memberikan penjelasan justru, wanita itu berpaling dan melangkah dengan cepat setelah sekilas menatap penuh amarah.
Vindra lantas melirik meja yang di tinggalkan gadis tersebut, mendapati tulisan pada kertas yang membuatnya mengerinyit gak karuan.
"Apa yang salah dariku Tan? Kenapa kau tidak bisa menyukai ku?" Batinnya, Vindra melipat kertas itu lalu menyimpannya pada kantong jas hitam yang ia kenakan.
Tanisha terus saja berupaya membujuk sang ayah untuk membatalkan rencana pernikahannya.
"Tan minta maaf Dad, Tan salah, Tan belum siap menikah Dad, please" rengeknya dengan wajah memelas.
"Harga diri keluarga kita sudah terenggut ulah kamu, kecerobohan kamu, ke egoisan kamu, apa salahnya menikah katanya kalian saling cinta lalu kenapa sekarang malah menolak?" Sindir nyonya Arkandra.
"Bohong ibu tiri, bukan seperti itu, sejujurnya Daddy, kemaren itu hanya tipu daya, cara Tan buat batalin rencana perjodohan dengan pria banci itu, Tan gak suka dia, Tan juga gak pengen menikah dengan siapapun termasuk dengan si Vindra kurang ajar itu hek, hek.." Rengeknya lagi kali ini dia memilih berlutut di kaki sang ayah, ibu tiri yang kejam itu hanya tersenyum seringai saja.
"Tidak bisa Tan, sudah terlalu sering kamu buat Daddy kecewa, kamu harus menikah dengan Vindra kali ini, suka tidak suka kamu harus berusaha suka padanya, menerima dia"
"Apa harus seperti ini hukuman untuk Tan Dad? Tan gak beneran melakukan nya, semua hanya sandiwara Tan dan Vindra Dad"
"Sudahlah, Daddy tidak mau dengar apapun lagi, malam ini keluarga mereka akan kerumah kita, Daddy harap kamu bersikap lebih sopan, hentikan mulut kasar dan tingkah yang murahan itu, jadilah putri Daddy yang baik dan ramah sekaligus berkelas, understand!" Tegas sang ayah dan berlalu pergi.
Tanisha berurai air mata dengan posisi bertekuk lutut di lantai.
"Haha... akhirnya kegilaan mu kenak batunya sendiri kan? Makannya jangan jadi putri pembangkang haha..." Ocehan Arkandra dengan gelak tawa puasnya.