Setelah selesai makan mereka langsung duduk di taman belakang dengan pohon yang rindang membuat Marisa merasa nyaman sekali. Joy melihat Marisa yang tersenyum senang melihat pohon-pohon yang tertanam di belakang rumah Maxim.
"Kau suka sekali ya disini," ucap Joy sambil melihat Marisa.
"Euhm~ di sini adem sekali," jawab Marisa sambil melihat pohon-pohon rindang yang ada di hadapannya.
"Kau tinggal dimana Marisa?" tanya Maxim sambil duduk sedangkan Shofie berdiri meletakkan beberapa camilan dan empat cangkir teh untuk mereka lalu duduk di kursi samping suaminya.
"Aku menyewa kamar kos Pak," jawab Marisa masih merasa canggung sekali.
"Hebat sekali, bisa mandiri di usia masih muda sepertimu," ucap Shofie memuji Marisa yang duduk di hadapannya.
Marissa tersenyum sedih mendengar pujian dari Tante Sofi lalu dia pun menceritakan keadaannya yang harus mandiri hidup tanpa kedua orang tua sudah tiada.
"Sebenarnya bukan hebat, tetapi keadaan yang memaksaku untuk mandiri kedua orang tuaku meninggal terseret arus banjir bandang saat itu di kampungku. Maka itu aku memutuskan untuk pergi ke kota mencari pekerjaan setelah lulus kuliah dan akhirnya aku terbiasa untuk melakukan semuanya sendirian dan hanya hidup dengan hewan peliharaan saja," jawab Marisa sambil tersenyum terlihat kesedihan di raut wajahnya.
"Maafkan aku, aku tidak tahu kalau kedua orang tuamu sudah tidak ada, tapi tetap bagiku kau orang hebat. Tidak semua orang mampu menjalani kehidupan sepertimu," ucap Shofie memuji Marisa sambil melihat suaminya.
"Benar kata istriku hidup tanpa kedua orang tua apalagi masih muda itu sangat sulit, tapi kau mampu melewatinya itu sudah suatu kehebatan, mungkin banyak di luar sana banyak yang tidak bisa melewatinya sepertimu," jawab Maxim sambil melihat Marisa.
"Mungkin seperti itu Pak, Tante, tapi aku berusaha saja untuk menerima takdirku dan untuk seperti sekarang ini itu sulit sekali, bahkan aku sering terjatuh berkali-kali menyesali, memarahi takdir yang membuatku hidup kesepian." Marisa menceritakan kehidupannya yang begitu kesepian sambil melihat mereka bertiga yang memperhatikannya.
"Tidak ada manusia yang tidak kesepian, di luar sana bahkan mereka yang memiliki keluarga juga bisa kesepian. Jadi syukuri saja apa yang terjadi di hidupmu, karena rencana dari pemilik dunia sudah menentukannya," jawab Maxim sambil melihat Marisa yang terlihat sedih.
***
Malam hari April yang sudah berada di kos Lala. Mereka sedang minum bersama dengan dua gelas kecil dan minuman beralkohol rendah dengan camilan pedas yang dibeli oleh April.
"Kalau ada Marisa seru ini," ucap April sambil mengangkat gelas kecil lalu meminumnya. "Akhhhh! Segarnya!"
"Percuma saja, dia tidak bisa minum. Hidupnya tidak menyenangkan," jawab Lala melakukan hal yang sama lalu meletakkan kembali gelasnya di atas meja.
"Kau tidak punya pacar La?" tanya April sambil melihat pemandangan lewat jendela kamar yang terbuka.
"Tidak! Untuk apa? Pria hanya ingin bercinta saja. Memberi tanpa menerima itu bukan pria namanya, sedangkan aku bukan ahli dalam bercinta," jawab Lala sambil tersenyum melihat April. "Kau sendiri bagaimana dengan kekasihmu itu?" tanya balik Lala kepada April.
"Heuh~ April menghela nafas panjang.
"Benar katamu barusan. Pria memang seperti itu, jika mereka bosan. Pasti mereka akan pergi cari wanita lain. Itulah kenapa sekarang aku menyesal, ada tidak ya. Pria baik di Jakarta, yang mencintai itu dengan tulus tanpa memikirkan bercinta! Aku rasa nihil!" ucap April dengan raut wajah sedih.
"Aku pun merasa seperti jika pun ada, hanya ada dua pilihan Impoten atau Alien!" Lala tertawa terbahak-bahak merasa geli sekali bersama dengan April yang duduk di sampingnya.
Di perjalanan Joy mengendarai mobilnya sambil sesekali melihat Marisa, dia bingung Marisa tidak menanyakan tentang dirinya kepada Pak Guru, dia pun langsung menanyakannya kepada Marisa yang sedang melihat keluar kaca jendela mobilnya.
"Kau mau dengar cerita tentang kemarin aku menghilang?" tanya Joy kepada Marisa yang diam saja.
"Hem~ Terserah kau saja, jika kau tidak nyaman. Aku tidak akan menanyakannya." Marisa tersenyum melihat Joy.
***
Flashback dua bulan yang lalu^^°
Saat Joy duduk di atas sofa habis diusir oleh Marisa, dia memandangi jam tangannya, melihat beberapa tiga tombol kecil. Dia menekannya satu persatu, saat terakhir dia menekan dan langsung menghilang begitu saja. Dia langsung pindah Laboratorium, membuatnya kebingungan. Tiba-tiba saja Maxim membuka pintu laboratoriumnya, tersenyum lalu menyapanya.
"Selamat datang Joy. Kau masih ingat padaku?" tanya Maxim sambil melihat Joy yang duduk di ranjang tidurnya yang hanya muat satu orang dengan banyak peralatan penelitian.
Joy berdiri lalu melihat dengan saksama Maxim. "Pak Guru...." Joy dengan cepat memeluk Maxim.
Maxim tersenyum sambil menepuk-nepuk punggung Joy. "Iya aku Pak guru," jawab Maxim senang Joy masih mengingatnya.
"Kenapa aku bisa di sini Pak?" tanya Joy sambil melihat ke arah Maxim melepaskan pelukannya
"Aku yang sengaja memberikan jam tangan ini dengan sistemku. Sengaja kubuat agar aku tahu beberapa penduduk dari bulan yang turun ke bumi, jam tangan ini sebagai pembeda dari penduduk bulan dan manusia," jawab Maxim menjelaskan kepada Joy.
***
"Jadi seperti itu ceritanya," ucap Joy setelah menjelaskan kepada Marisa yang duduk di sampingnya mendengarkan ceritanya. "Apa kau mencariku?" tanya Joy sambil tersenyum melihat Marisa.
"Aku~ Marisa memegang dadanya dengan gugup. "Tidak juga sih, tapi kau meninggalkan uangmu. Makanya aku mencarimu dan ingin mengembalikan uang itu padamu," jawab Marisa dengan menyembunyikan kenyataan kalau dia memikirkan Joy.
"Uang itu buat kau saja, aku tidak terlalu membutuhkannya. Anggap saja mengganti uang yang sudah kau keluarkan untuk mentraktirku makan," Joy menatap ke depan jalanan yang macet sekali.
"Tidak. Aku tidak membutuhkannya kok. Nanti aku akan memberikannya padamu," jawab Marisa tak enak jika harus menerima pemberian Joy.
"Kau ini keras kepala sekali," jawab Joy lalu mengendarai mobilnya lagi dengan serius.
Marisa hanya tersenyum tipis lalu melihat keluar jendela mobilnya. Joy melirik tajam ke arah Marisa, seperti seseorang yang memiliki rencana di dalam pikirannya.
Namun berbeda dengan Marisa yang berpikir dirinya sudah gila, karena mempercayai bahwa dirinya sedang bersama dengan Alien dari bulan.
"Aku tidak menyangka, kalau diriku akan percaya dengan Alien. Padahal aku pikir hanya ada di dalam drama luar saja, tapi nyatanya mereka ada turun ke bumi. Itulah yang disebut dunia memiliki rahasia di dalamnya," batin Marisa sambil menghela nafasnya lalu tersenyum tipis melihat bulan yang sedikit cerah namun gelap sekali membuat dia memikirkan nasib Alien yang mati di sana karena gas beracun.