Di Bulan....
Tepatnya di sungai, pantulan cahaya berwarna oranye mereka semua kesakitan dan tidak bisa bernafas. Dada mereka sakit seketika saat baru sampai di sungai.
"Tolong... Tolong aku tidak bisa bernafas!" teriak salah satu dari orang tersungkur sambil memegang dadanya yang sesak...
Tak hanya dia saja, semua penduduk bulan mereka menghirup udara yang sudah tercemar oleh gas beracun. Kabar itu terdengar oleh Joy yang baru saja sampai di rumahnya, terkejut saat salah satu warga berteriak minta tolong.
"Tolong... Tolong...."
Joy pun menghentikan warga yang berteriak itu dengan berdiri di depannya dan menanyakan sebenarnya terjadi kepadanya.
"Ada apa?" Tanya Joy melihatnya cemas sekali.
"Di sungai di sungai .... Mereka semua mati menghirup gas beracun, kita harus pergi dari sini sebelum gas itu menyebar kemari!" dia pergi meninggalkan Joy berlari ketakutan.
Joy terkejut lalu dia teringat saat pagi sedang berkumpul bersama dengan keluarganya saling bercanda dan tertawa.
"Joy. Nanti kalau kau pulang kita tidak ada di rumah kau tidak perlu mencari ya. Soalnya Ibu, Ayah dan adik akan pergi ke kanal sungai. Persediaan air sudah habis, jadi kita harus mengambilnya," ucap ibunya sambil tersenyum melihat Joy.
"Iya Bu," jawab Joy sambil tersenyum melihat Ayah, Ibu dan adiknya yang masih berusia dua belas tahun.
***
Joy pun panik, berlari dengan cepat ke arah kanal sungai, tapi di perjalanan dia bertemu dengan Emma yang berlari dari arah sungai dengan batuk-batuk.
Uhuk... Uhuk....Uhuk...
"Emma! Kau baik-baik saja?" tanya Joy pada kekasihnya itu.
"Aku baik-baik saja, Joy kita harus pergi dari sini..." Emma memegang tangan Joy untuk melarikan diri.
"Tidak Emma, aku harus pergi menyusul keluargaku yang berada di sana. Lepaskan aku dan kau pergilah, nanti aku akan menyusul." Joy menepis tangan Emma yang memegangnya.
"Joy! Tidak! Kau tidak boleh kesana! Di sana berbahaya Joy! Aku tidak ingin kau kenapa-kenapa!" Emma menahan Joy dengan menarik tangannya.
***
"TIDAK EMMA!"
Joy terbangun dari tidurnya, terkejut dan panik terlihat saat baru saja dia mengalami mimpi buruk yang baru saja terjadi.
"Kenapa kau menahanku Emma! Kalau saat itu kau tidak menahanku, mungkin aku bisa menolong mereka!" batin Joy dengan wajah yang memerah dan juga meneteskan air mata membasahi kedua pipinya.
Keesokan paginya Shofie bangun lebih dulu, langsung dia membangunkan Maxim yang tidur di sampingnya masih terlelap.
"Max...Max bangunlah sudah siang. Kau tidak ke kampus lagi hari ini?" tanya Shofie kepada Max yang baru saja membuka matanya.
"Tentu saja aku harus ke kampus hari ini. Aku belum menyiapkan tugas untuk murid-muridku. Kau hari ini akan kemana?" tanya Maxim kepada Shofie yang sudah beranjak dari ranjang tidurnya.
"Aku akan pergi ke panti asuhan, hari ini merupakan hari itu. Jadi aku harus kesana," jawab Shofie sambil berbalik melihat suaminya.
"Kau selalu saja ingat hari itu, membuatku tambah jatuh cinta padamu," rayu Maxim tersenyum menggoda Shofie.
"Dasar penggoda!" Shofie meninggalkan Maxim sendirian di dalam kamarnya.
Maxim bangun dari tidurnya untuk duduk dari ranjang tidurnya, sambil tersenyum dalam benaknya begitu bangga memiliki istri sebaik Shofie.
"Bagiku kau kebahagiaan yang utama," batin Maxim lalu beranjak dari ranjang tidurnya untuk membersihkan diri ke kamar mandi.
Sedangkan Shofie yang sedang mengikat rambutnya yang panjang, sedang berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk mereka.