Chereads / Suami Anti Romantis / Chapter 5 - 5. Dicampakkan

Chapter 5 - 5. Dicampakkan

Jeff membuang kotak beludru berwarna hitam itu ke atas ranjang dengan lesu. Dia kemudian membanting tubuhnya ke atas ranjang. Berkali-kali dia menarik napas dalam-dalam. Dia tidak habis pikir, sampai sekarang Elisa belum menghubunginya sama sekali. Jangankan untuk meminta maaf karena tidak bisa datang, bahkan dia sama sekali tidak memberi kabar padanya.

Sudah puluhan pesan dia kirim untuk Elisa. Tetapi tidak kunjung terkirim. Mungkin selama di Jepang, dia menggunakan kartu selular yang lain. Jeff berusaha untuk tetap menahan diri tidak menyusulnya ke sana. Dengan uang yang dimiliknya, tentu saja bagi Jeff itu adalah hal yang mudah dia lakukan. Tetapi, Jeff akan menunggu sampai Elisa menghubunginya.

Sampai akhirnya, Elisa menghubunginya dengan nomor selular Tokyo Jepang. Jeff berusaha untuk menahan dirinya agar terdengar seperti pria yang tidak terluka karena sikap Elisa.

"Jeff maafkan aku! Aku baru sempat menghubungimu karena aku sibuk dan aku kesulitan berkomunikasi melalui ponsel. Aku harap kau mengerti!" Elisa terdengar sangat menyesal karena hampir dua hari dia lost contact dengannya.

Jeff diam sesaat untuk memberikan waktu pada Elisa untuk menjelaskannya secara terperinci kenapa dia tidak  menghubunginya selama dua hari ini. 

"Jeff, kau tidak marah kan?" Sungguh pertanyaan yang salah. Bagi Jeff, Elisa sudah sangat keterlaluan padanya. Dia pergi di hari yang sangat penting. Lalu, sekarang dia seenaknya mengatakan kalau dia tidak perlu marah.

"Jeff, kau tahu aku kan. Aku sudah lama menantikan kesempatan ini. Jadi begitu aku mendengar kabar ini aku tanpa pikir panjang langsung berangkat."

Jeff belum bisa berkomentar apapun, karena Elisa tidak berhenti berbicara.

"Kau tahu Jeff, aku lolos casting! Aku dapat peran di proyek film ini!" pekik Elisa terdengar riang.

"Aku kontrak selama tiga tahun untuk produksi film ini. Film ini akan terbagi menjadi dua seri."

Jeff menelan salivanya. Dia bingung mesti bereaksi apa. Tentu saja dia bangga kalau Elisa bisa menggapai impiannya. Namun, dia juga menjadi gamang. Kalau Elisa dikontrak tiga tahun, bukankah itu artinya nasib rencana menikahi Elisa semakin jauh.

"Jeff, kenapa kamu diam saja? Kamu tidak senang kalau aku lolos casting?" tanya Elisa terdengar kecewa.

"Tentu saja aku senang El. Selamat ya, akhirnya kamu bisa go internasional!" ucap Jeff sedikit menekan rasa kecewanya yang mendalam.

"Jeff, kamu tidak terdengar tulus mengucapkannya," ucap Elisa terdengar marah.

"Bukan begitu El. Aku juga turut senang jika kamu sukses. Cuma, aku jadi kepikiran tentang kelanjutan hubungan kita," sahut Jeff.

"Oh ya benar. Selagi kita membicarakannya. Aku juga ingin membahasnya Jeff."

"Hmm, apa maksudmu ingin membahasnya?" tanya Jeff. Feelingnya mulai tidak enak.

"Aku pikir, kita harus memikirkan lagi tentang hubungan kita ini. Aku tidak bisa menjamin kalau kita akan sering bertemu. Setelah aku pindah ke Jepang nanti untuk proses syuting, pasti hubungan kita juga akan semakin renggang," ucap Elisa.

Benar saja feeling Jeff, Elisa pasti akan menyampaikan hal seperti itu.

"Jadi, maksudmu kita putus?" tanya Jeff.

"Jeff —" Ada jeda dari ucapan Elisa yang membuat hati Jeff semakin tidak bisa mengendalikan diri.

"El, dengarkan aku dulu! Aku mendukungmu sepenuhnya. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Jadi, aku akan siap dengan hubungan seperti itu. Sebenarnya aku sudah menyiapkan lamaran yang romantis. Tapi karena keadaan, baiklah aku akan mengatakannya langsung padamu sekarang. Elisa, maukah kau menjadi Nyonya Jeff Egan Bastian? Tak peduli berapa lama kau jauh di sana yang penting aku —"

"Jeff." Elisa memotong ucapan Jeff.

"Ya, El!" Jeff mengalah karena ia mungkin terlalu banyak bicara.

"Aku tidak bisa. Aku tidak tahu sampai kapan aku membuatmu menunggu. Aku ingin karirku dulu. Aku belum terpikirkan  untuk menikah, Jeff!" 

Jeff shock mendengar jawaban penolakan Elisa. Dia tidak percaya kalau dia ditolak begitu saja oleh Elisa.

"Maafkan aku Jeff!" Kalimat itu menjadi kalimat penutup percakapan mereka. Elisa menutup sambungan teleponnya.

Jeff tidak terima jika Elisa memutuskannya begitu saja. Lalu ia berusaha menelepon balik nomor itu, tetapi nomor itu menjadi tidak aktif.

Karena kesal, Jeff membanting ponselnya ke lantai sampai hancur berantakan. Tidak puas dengan membanting ponselnya, Jeff kemudian menyingkirkan semua benda yang ada di kamarnya ke lantai.

***

Sejak diputuskan Elisa, Jeff memilih mengurung diri dan menenangkan diri di villanya di Puncak Bogor. Willy, adik sepupunya yang merupakan anak dari bibinya Rachel menemani kakaknya itu ke sana.

"Willy,  kenapa kau menyusulku kesini, apa Ibumu tidak mencarimu?" tanya Jeff pada Willy. Malam ini mereka berdua sedang duduk berdua di halaman villa sambil membuat api unggun agar bisa mengurangi hawa dingin di sana.

"Tenang saja, Ibuku justru mendukung ke sini untuk menemani orang yang sedang terkena sindrom patah hati."

Willy tertawa kecil. Wajahnya yang tampan tercoreng oleh arang. Jeff pura-pura kesal karena Willy meledeknya.

"Katakan padanya, aku tidak perlu diawasi seperti anak kecil!" sungut Jeff

"Oh ya Ibuku juga berpesan. Karena Kak Jeff gagal membawakan menantu. Kakak harus setuju dengan rencana perjodohan kakak dengan putri Pak Samuel Nathan".

"Astaga, tidakkah Bibi Rachel memberiku kesempatan untuk bernapas dulu. Aku baru saja dicampakkan, dan aku dipaksa menikahi dengan gadis yang aku tidak kenal. No way! Katakan padanya aku menolak seribu persen!" ketus Jeff.

"Kakak belum tahu siapa dia, kenapa langsung menolak?" tanya Willy heran.

"Huh." Jeff hanya menjawab dengan tawa sinis.

"Kenapa. Apa kakak tidak ingin tahu. Seperti apa gadis yang akan dijodohkan ibuku?"  tanya Willy.

"Aku bahkan pesimis dengan gadis itu. Dia tidak mungkin bisa lebih baik dan lebih cantik dari Elisa," jawab Jeff masih dengan nada yang skeptis.

"Kalau perkiraanmu salah bagaimana?" tanya Willy membuat kedua alis tebal milik Jeff terangkat.

"Kau belum tahu kan? Dan apa tadi Kakak bilang. Dia tidak mungkin lebih baik dan lebih cantik dari Elisa. Kakak lupa kalau kau baru dicampakkan olehnya!."

Mendengar komentar pedas Willy. Jeff mengambil batang besi yang digunakan untuk mengatur api unggun. Lalu dia menusuk-nusuk bara api dengan penuh kekesalan.

"Apa Kakak kesal?" tanya Willy terkekeh melihat sikap Jeff seperti itu.

"Kenapa kau mengungkit-ungkit itu lagi. Kau jadi mengingatkanku dengan kejadian menyebalkan itu," ucap Jeff  dengan tatapan yang marah. Dan tangannya masih menusuk-nusuk bara dan kayu yang terbakar api.

"M-maaf, tapi seharusnya kau bersyukur, dengan kejadian itu. Kau bisa tahu lebih cepat seperti apa Elisa itu," kata Willy mencoba mengambil hikmah dan positif dari kejadian itu.

Jeff melempar batang besi itu ke tanah. Dengan wajah yang kesal dia pun berdiri hendak pergi dari tempat itu.

"Kak Jeff mau kemana?" tanya Willy ikut berdiri mengikuti langkah Jeff yang berjalan meninggalkan tempat mereka membuat api unggun.

"Aku mau tidur, jangan ikuti aku!" titah Jeff dengan suara keras.

Jeff kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke dalam villa. Dia ingin melampiaskan rasa kesalnya di dalam kamar. Untuk saat ini , kehadiran Willy malah membuat pikiran dan hatinya semakin tidak keruan. Ditambah lagi rencana perjodohan lama itu mulai kembali lagi. Sepertinya Bibi Rachel senang mendengar kabar putus dia dengan Elisa.

Jadi, rencana pernikahan dia dengan putri Samuel Nathan bisa dilaksanakan.

Di dalam kamar, Jeff merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dengan posisi telentang dia menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya bercabang kemana-mana.

'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Hubungan percintaannya sudah kandas dengan Elisa. Sementara dia tidak siap jika harus menikahi dengan gadis pilihan bibirnya. Dia adalah  satu-satunya. Ayah dan Ibunya sudah lama meninggal. Dia pun diasuh oleh Bibirnya, adik perempuan satu-satunya dari ayahnya Ferdi Bastian.

Jeff kemudian memiringkan tubuhnya ke arah kanan. Ponsel barunya berada tepat di sampingnya. Sampai saat ini Elisa belum menghubunginya lagi. Padahal kemarin dia baru saja merusak ponselnya, namun dia berandai jika Elisa tiba-tiba menghubungi lagi dan merasa menyesal karena putus.

'Eh, kenapa aku masih mengharap kalau Elisa menghubungiku?' batin Jeff mencoba membuang jauh-jauh harapan yang tidak mungkin terjadi itu.

Jeff kembali menelan pil pahit bernama kekecewaan.  Saat ini rasa kecewanya menjadi berlipat saat Jeff memutar kembali memori bersama Elisa selama tiga tahun ini.

Jeff merasa kalau selama ini Elisa hanya memanfaatkan kebaikannya. Dan selama ini Elisa sama sekali tidak pernah menganggap Jeff spesial padahal seharusnya dia peka akan perasaan dan perhatian yang Jeff berikan selama ini.

Jeff sakit hati dan merasa kecewa dengan perlakuan Elisa padanya.  Sepintas Jeff memikirkan bagaimana cara dia membalaskan rasa sakitnya itu Elisa.

Tring.

Sebuah chat masuk ke ponselnya. Buru-buru Jeff meraih ponselnya dan berharap kalau itu dari Elisa. Namun kembali Jeff mengerucutkan bibir rasa kecewanya ketika tahu dari siapa chat itu.

Dengan perasaan yang  malas, Jeff membuka pesan dari bibinya itu.

[Namanya Florence Gladis, usianya 25 tahun, dia CEO Harmoni Hotel. Aku sudah tahu kau sudah gagal melamar Elisa. Jadi mau tidak mau kau harus mengikutiku kali ini!]

Jeff menarik napas dan menghirupnya dengan kesal. Dia sudah semakin terdesak.

*Bersambung