"Apa maksud Nenek, Luna tidak mau mendengar lagi yang tadi Nenek ucapkan!" kata Luna dengan nada yang sedih.
"Luna, ada yang ingin aku katakan padamu," ucap nenek yang tiba-tiba saja suaranya melemah. Dia berusaha menjangkau wajah Luna yang sudah pucat.
"Nenek istirahatlah, jangan dulu banyak bicara!" jawab Luna sambil meletakkan tangan neneknya di atas ranjang. Luna khawatir kalau neneknya akan mengatakan hal yang bukan-bukan.
"Tidak Luna, Nenek harus mengatakannya sekarang." Rima masih saja bersikukuh untuk menyampaikan sesuatu padanya.
"Nenek, aku akan menemui dokter dulu, jadi beristirahatlah dulu!" kata Luna dengan lembut.
"Ini tentang ayah dan ibumu," ucap neneknya dengan tiba-tiba. Wajah Luna langsung berubah menjadi penuh dengan keheranan.
"M-Maksud Nenek?" tanya Luna yang sangat heran dengan ucapan neneknya yang mendadak akan membahas kedua orangtuanya. Tentu saja Luna merasa tidak siap mendengarnya. Karena keadaan neneknya yang masih lemah.
"Aku takut belum sempat mengatakannya padamu. Jadi aku akan mengatakannya padamu sekarang," ucap neneknya sambil berusaha untuk berbicara dengan jelas. Terlihat oleh Luna kalau neneknya sepertinya kesulitan bicara.
"Nenek sudahlah jangan paksakan. Nanti saja Nenek katakan itu kalau kondisimu sudah sehat," ucap Luna.
"Ibumu mungkin sudah meninggal karena sudah tidak ada kabarnya sejak dia menitipkanmu padaku. Tapi ayahmu masih hidup sampai sekarang. Aku sudah merasa kalau sudah tidak punya banyak waktu lagi. Dan aku tidak mau meninggalkanmu sendirian tanpa keluarga."
Luna menggelengkan kepalanya. "Tidak Nenek, aku akan tetap bersama Nenek. Jadi berhentilah, jangan berkata yang bukan-bukan lagi. Nenek akan segera sembuh dan pulang lagi ke rumah kita. Jadi bertahanlah dan jangan berkata kalau kau akan meninggalkanku. Kau adalah keluargaku satu-satunya. Jadi aku tidak mau tahu tentang kedua orangtuaku yang sudah menelantarkanku," jawab Luna sambil menahan tangisnya.
"Ayahmu bernama Samuel Nathan. Nenek pernah melihatnya di televisi. Dia seorang pejabat di pemerintahan pusat," ucap neneknya tanpa menghiraukan perkataan Luna sebelumnya.
"Hentikan Nenek, aku tidak mau mendengar," jawab Luna sambil menangis.
"Temuilah, katakan kalau kau putrinya dengan Arum Chan. Dia pasti mengenali. Nenek mohon, jangan sampai kau tidak menemuinya. Nenek tidak mau kau kesulitan dalam melanjutkan hidup. Nenek tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan padamu."
"Nenek ... kumohon hentikan!" tangis Luna.
"Berikan foto ibumu padanya. Dia akan tahu kalau kau putrinya."
Luna mencoba untuk menghentikan neneknya agar tidak terus berbicara.
"Luna, berjanjilah pada Nenek!" ucap neneknya dengan sorot mata memohon.
"Nenek ...."
"Kau harus menemui ayahmu!" Neneknya meminta satu hal yang bahkan Luna tidak pernah mau membayangkan di saat seperti ini.
"Nenek, aku akan menemui dokter dulu untuk menanyakan keadaaanmu," jawab Luna mencoba menghindari permintaan neneknya dan berdiri. Tapi tangan neneknya buru-buru menahannya agar dia tidak bisa pergi.
"Luna, berjanjilah dulu padaku!" kata neneknya tetap menginginkan Luna untuk berjanji padanya untuk mencari dan menemui ayahnya.
"Nenek, keluargaku hanya kau seorang. Aku tidak mau menemui orang yang bahkan sudah mempunyai keluarga, istri dan anak. Aku tidak mau." Jawaban Luna tentu saja membuat neneknya sangat kecewa.
"Luna, aku tidak bisa selamanya terus bersamamu dan menjagamu. Harus ada orang lain, atau keluarga yang lain untuk menjagamu."
"Iya Nenek, sudahlah. Nanti kita pikirkan ini lain waktu."
Dan obrolan mereka terhenti ketika perawat dan dokter datang untuk memeriksa keadaan neneknya. Kemudian Luna pun menyingkir untuk memberikan ruang pada mereka yang akan memeriksa perkembangan neneknya.
"Nona anggota keluarganya?" tanya dokter itu.
"Ya saya cucunya Dokter," jawab Luna.
"Kalau begitu, bisakah Anda datang ke ruanganku!"
"I-iya dokter. Baik." Luna pun menjawab bersedia untuk menemui dokter itu di ruangannya untuk membicarakan perkembangan kesehatan neneknya.
*** **** ****
"Bagaimana dengan Nenek saya Dokter?" tanya Luna saat dia sudah duduk berada di ruangan konsultasi dokternya.
"Nenek Nona memiliki hipertensi tinggi, ini beresiko stroke. Dan dianjurkan Nenek Nona jangan mempunyai aktivitas berlebihan!" ucap dokter itu menjelaskan.
"Iya Dokter, akan saya sampaikan ini pada Nenek," jawab Luna.
"Satu lagi, Nenekmu itu mempunyai diabetes juga. Jadi tolong Nona bisa menjaganya dengan baik. Dari pola makan dan aktivitas sehari-harinya tolong Nona jaga ya!" sambung dokter itu lagi.
"Baik Dokter, terimakasih," jawab Luna.
"Jangan sampai Nenek Nona terjatuh atau terlalu lelah bekerja!" ucap dokter itu memberi wanti-wanti padanya.
Setelah membicarakan tentang keadaan neneknya. Luna pun keluar dari ruangan itu dengan langkah yang gontai. Dia merasakan tidak bertenaga dan tidak bersemangat. Bagaimana dia bisa melalui masa sulit ini. Di waktu yang bersamaan, dia menjadi seorang pengangguran dan dia juga tidak bisa mencari pekerjaan karena dia harus menjaga neneknya.
Saat dia hendak kembali ke ruangan rawat neneknya, dia melihat keributan dari dalam ruagan tempat neneknya dirawat. Dan dia melihat sebuah brankar keluar dengan didorong oleh beberapa perawat. Dan betapa terkejutnya ketika melihat siapa yang didorong di atas brankar itu.
"Nenek," pekik Luna melihat neneknya.
"Anda cucunya?" tanya perawat itu.
"I-iya, kenapa dengan Nenekku?" tanya Luna.
"Dia terjatuh tadi dari atas tempat tidur," jawab perawat itu.
"A-apa. Jatuh!" teriak Luna terkejut dan langsung mengingat perkataan dokter sebelumnya kalau neneknya itu jangan sampai terjatuh.
"Nenek!" panggil Luna sambil menangis. Dia melihat neneknya sudah tidak sadarkan diri. Kemudian neneknya segera dibawa ke ICU. Dan Luna tidak diperkenankan masuk.
Luna hanya bisa menangis menunggu di depan ruang ICU. Wajahnya diliputi panik dan gelisah. Namun tak henti mulutnya terus mengucapkan doa agar neneknya baik-baik saja. Luna merasa takut sekali. Baru saja dia mendengar penjelasan dari dokter kalau neneknya terjatuh bisa menyebabkan pembuluh darahnya pecah dan akan berakibat stroke bahkan bisa meninggal dunia.
Pikiran Luna tambah kalut dan gelisah. Dia tidak mau hal yang terburuk bisa terjadi pada neneknya. Dia tidak mau kehilangan neneknya itu. Hanya neneknya keluarga satu-satunya. Dia tidak bisa hidup kalau bukan karena neneknya.
Luna menunggu dengan resah di depan pintu ruanga ICU. Dan setelah menunggu sangat lama. Akhirnya dokter pun keluar.
"Dokter, bagaimana keadaan Nenek?" tanya Luna dengan wajah yang penuh dengan rasa panik.
"Nona, sudah kubilang kau harus menjaganya. Kalau dia terjatuh saja dan kepalanya terbentur. Itu berakibat fatal. Nenekmu mengalami pecah pembuluh darah di otak. Dan kami tidak berhasil menolong nyawa Nenek Nona," jawab dokter itu sambi menepuk bahu Luna sebagai tanda kalau pemberi semangat agar Luna bisa tabah dan sabar menghadapinya.
Luna hanya terjatuh lemas tak kuasa mendengar kabar buruk itu.
"Tidak-tidak, ini tidak mungkin. Ini cuma mimpi," gumam Luna dengan bibir gemetar. Dia tidak percaya dengan barusan yang dia dengar.
"Nenek!" teriak Luna terus memanggil neneknya.Dia tidak mau mempercayai keterangan dokter. Akhirnya dia pun merangsek maju untuk melihat dengan matanya sendiri. Sampai di ruangan penanganan, Luna terus dihadang oleh beberapa perawat agar tidak membuat keributan. Seketika tubuh Luna seperti tidak ada tenaga ketika melihat tubuh neneknya terbujur kaku dan sudah ditutup oleh kain sampai kepala.
Dunia yang dipijak Luna seperti runtuh. Seketika saja semuanya berubah menjadi gelap dan Luna tidak sadarkan diri.