Kejadian di mana Retta yang diajak pergi dengan cowok yang sama sekali tidak dia ketahui siapa, membuat Arkan begitu kesal dan beberapa kali bertengkar bersama dengan Retta mengenai masalah ini.
"Jadi, lo sampai saat ini belum mau menjelaskan siapa cowok yang waktu itu gantungin tangannya dan gandeng lo begitu saja?" tanya Arkan yang begitu menunggu sebuah penjelasan dari Retta.
Sampai saat ini memang Retta belum tahu banyak tentang cowok itu, terlebih Retta juga tidak mau menceritakan hal yang dia ketahui tentang cowok yang katanya adalah murid yang baru masuk sekitar 1 bulan yang lalu di SMA Garuda.
"Gimana gue mau menjelaskan siapa cowok itu, kalau gue sendiri tidak tahu siapa cowok itu." Retta berucap dengan penuh kejujuran. Entahlah, sekarang Retta begitu cuek pada cowok.
"Tapi berita dia sudah menyebar seantero SMA, gue gak yakin kalau dia cowok biasa." Arkan berucap menggunakan kalimat yang begitu masuk akal, karena kalau cowok itu biasa saja tidak akan mampu menggegerkan satu SMA.
"Gue rasa lo udah tahu siapa gue, kenapa masih tanya cewek lo?" Suara serak dengan nada bicara yang begitu dingin terdengar memecah kepanasan di antara Retta dan juga Arkan.
Kedua bola mata milik Arkan serta Retta melirik ke arah di mana cowok berambut dark blue dengan layer atas warna hitam acak-acakan tengah melangkahkan kaki menghampiri mereka.
Memang sebenarnya Retta dan juga Arkan sudah tahu siapa nama cowok tersebut, hanya saja yang mereka bahas itu adalah kedekatan antara cowok itu dengan Retta.
Tatapan tajam milik Arkan bertemu dengan tatapan elang milik cowok dengan rahang yang terlihat begitu tegas, pipi yang terlihat tirus dengan bentuk tulang pipi yang menggoda lawan jenisnya.
Ketampanan seorang Arkan dan juga pesonanya yang bisa membuat banyak para cewek meleleh saat melihatnya masih bisa tertandingi oleh ketampanan cowok dingin yang berambut dark blue itu.
Retta menatap wajah pacarnya yang sekarang sudah semakin memerah dengan urat yang sudah terbentuk jelas. Setelah itu Retta melirik ke arah cowok yang baru saja datang dengan tatapan yang intens.
Ekspresi yang cowok itu pasang terlihat begitu datar, meski dengan mata elang yang terlihat begitu tegas. Auranya begitu menggoda dan begitu membuat Retta nyaman memperhatikan ketampanannya.
"Kenapa lo selalu ikut campur akan urusan gue dan juga cewek gue?!" tanya Arkan menggunakan nada yang langsung tinggi. Kekesalannya begitu terpancar dari aura yang dia pasang.
Sebuah senyuman miring yang terlihat setengah menyeramkan dipadukan dengan tatapan yang begitu merendahkan terukir dengan begitu jelas di wajah cowok itu.
"Dari pada memarahi cewek lo karena ulah gue, lebih baik secara langsung lo utarakan pada gue." Nada bicaranya terdengar begitu santai dan sama sekali tidak ada sebuah ketakutan di dalamnya.
Wait ... nih cowok kenapa sedari tadi nada bicaranya kayak nantangin gini? Kalau cowok gue ngamuk, bahaya.
Batin Retta sudah tidak karuan sekarang, karena memang sedari tadi dia merasa kalau 2 cowok yang sekarang tengah berhadapan mempunyai ego yang sama-sama tinggi.
"Tujuan lo ngajak cewek gue pergi begitu saja waktu itu apa?" Arkan begitu ingin tahu apa alasan di balik semua ini. Tatapan Arkan semakin berubah. "Lo suka sama cewek gue?!"
"Kalau iya?" Tanpa ada sebuah jeda yang lama, cowok itu langsung bertanya balik dan ingin tahu apa respons Arkan setelah dia mengucapkan kalimat itu.
Setelah mendengar kalimat tanya yang begitu singkat, membuat Retta dengan seketika langsung melirik ke arah di mana cowok itu berada. Kepala Retta miring dengan tanda tanya yang ada.
Di sini telinga gue yang salah atau nih cowok yang salah?
Retta tidak pernah menyangka kalau cowok itu dengan begitu beraninya bertanya seperti itu pada pacarnya, padahal selama bersama dengan Arkan, Retta tahu kalau banyak cowok yang memilih untuk mundur.
"Lo gak bisa seenaknya suka sama dia, karena dia cewek gue!" aku Arkan dengan penuh penekanan.
Saat mengakui bahwa Retta adalah ceweknya, terlihat dengan jelas bahwa Arkan tidak ingin jika Retta dimiliki oleh cowok lain, apalagi berpindah hati pada cowok yang sekarang berada di hadapannya.
Cowok itu menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang malas yang tak lama kemudian dia berucap, "Perlakuan lo kepada cewek lo, itu gak sepantasnya."
Deru napas Arkan semakin tidak karuan, emosinya semakin memuncak sekarang. Dia benar-benar merasa tidak suka pada cowok yang ada di hadapannya, bahkan semakin ke sini tangannya sudah semakin gatal.
"Ikut gue!" seru Arkan yang dengan seketika langsung menarik pergelangan tangan Retta.
"Auuu! Sakit ..." ringis Retta dengan refleks saat dia merasa kalau Arkan begitu kuat saat memeganginya.
Semula Arkan tidak berniat untuk menyakiti Retta, tapi karena dia sedang emosi, maka dia sama sekali tidak memikirkan hal tersebut dan langsung menarik Retta agar ikut bersama dengannya.
"Lepaskan tangan lo." Kalimat itu keluar dengan nada yang begitu datar dari cowok itu.
Kaki panjang milik Arkan yang semula sedang melangkah diikuti oleh langkah Retta mendadak menjadi berhenti setelah mendengar kalimat perintah yang dikeluarkan dengan suara yang datar.
"Gue peringatkan sekali lagi, jangan ikut campur urusan gue!" tekan Arkan yang sudah benar-benar naik pitam dengan sikap cowok itu yang begitu menolak perlakuannya pada Retta.
Tidak banyak berucap, cowok itu melangkahkan kakinya dan kemudian melepaskan genggaman tangan Arkan dari tangan Retta. Emosi dalam diri Arkan semakin membara.
Retta tidak mengalihkan tatapannya dari cowok itu, dengan begitu dalam Retta menatap wajah cowok itu. Ada sebuah tanda tanya yang begitu sulit untuk diberikan jawaban sekarang.
"Lo yakin ingin terus bersama dengan cowok seperti ini?" tanya cowok itu menggunakan nada bicara yang begitu santai yang tak lama dari itu melirik ke arah di mana Arkan berada.
Saat bertanya, cowok itu mengukirkan sedikit senyumannya ke arah Retta. Hal ini cukup membuat banyak tanda tanya dalam benak Retta, sebab dia tidak paham tujuan dari pertanyaan yang baru saja dia dengar.
Sebenarnya dia mau apa?