Chereads / Perjalanan Hidup Setelah Menikah / Chapter 1 - Desakan menikah

Perjalanan Hidup Setelah Menikah

🇮🇩LiaLia
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Desakan menikah

"Nak! makan dulu baru ke atas" sapa mama di meja makan.

" Iya ma bentar aku ke atas dulu cuci muka ganti baju dulu, gerah nih ma"

"Jangan lama ya kami menunggumu"

"Hmm"

Akhirnya aku meninggalkan mereka di meja makan bergegas ku buka pintu kamarku, dengan cepat berganti baju lalu membasuh muka dengan facial wash. Aku bergegas untuk turun karena kasihan jika mereka menunggu lama.

"Ayo ma, pa makan, Winda lapar nih" aku langsung duduk mengambil lauk pauk, tidak lupa aku juga mengambilkan untuk kedua orangtuaku.

"Gimana di kantor tadi? Apa ada masalah?" Tanya papa

"Alhamdulillah aman kok Pa"

"Baguslah kalau seperti itu"

"Nak kamu tidak ingin menikah atau bagaimana nak?" tanya mama.

"Duh mama nanya ini lagi, Winda benar-benar tidak ingin memikirkan ke arah pernikahan dulu, Winda ingin fokus berkarier dulu, nanti sudah menikah pastinya banyak hal yang berubah"

aku cemberut, kesal mama selalu bertanya seperti itu.

"Berubah gimana sih? mama sama papa gak kok biasa aja kamu aja yang terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu"

"Makan dulu ma habiska baru kita bicara lagi ya ma nanti Winda jawab ya"

Aku berusaha tersenyum manis.

"Hmm"

Setelah kami makan, aku mencuci semua piring dan membereskan nya.

Mama mendatangi ku di dapur dan mengatakan.

"Nak mama sama papa tunggu di ruang keluarga ya"

"Hmm"

Aku sudah tahu pasti ingin melanjutkan perbincangan di meja makan yang tertunda tadi. "Huh menyebalkan" tentunya tidak di dengar mama hanya dalam hati saja.

Setelah selesai membereskan semua dan mencucinya, akupun mendatangi ruangan sesuai yang diminta oleh mama, ternyata mereka berdua sudah dari tadi di sini sambil menonton tv. Ketika melihatku datang mereka mematikan tv dan mulai menatapku serius.

"Mulai deh" batinku.

"Ma, Pa kok dimatikan televisi nya?" dengan ekspresi kesel.

" Kami mau berbicara serius kali ini"

"Masalah nikah lagi?" sungguh aku sangat benci rasanya.

"Iya nak mama dan papa sudah tidak muda lagi, bisakah kamu segera menikah nak? Jika kamu tidak ingin menikah dan tidak mempunyai keturunan maka siapa yang akan mewarisi setelah dirimu nak?"

Papa pun ikut berbicara.

"Iya nak kami sudah tua apakah kamu tidak kasihan kepada kami ingin menimang cucu sebelum kami pergi dari dunia ini?

"Astaghfirullah kalian berbicara apa? Jangan ngomong kaya gitu Ma, Pa. Winda sekarang hanya fokus untuk berkarir dulu seperti yang Winda utarakan di meja makan tadi. Winda tidak ingin terburu-buru saat memilih pasangan, menikah bukan untuk mainan , menikah sekali seumur hidup Ma, Pa. Winda hanya takut ketika sudah menikah, Winda tidak bisa fokus dengan karir dan malah banyak beban. Apalagi menikah itu akan lebih memprioritaskan keluarga bukan karir lagi nanti"

Dengan sedih aku berucap seperti itu, aku seperti tak merelakan mereka berbicara seperti itu aku tidak siap jika mereka pergi meninggalkan ku dan disisi lain aku pun tidak siap untuk menikah.

" Menikah bukan beban nak" kata mama.

"Beban Ma, bagaimana tidak? Ketika menikah kalian pasti menyuruh ku untuk punya keturunan kan? Terus bakal hamil, belum lagi ngidamnya, belum lagi harus muntah-muntah dan belum lagi melahirkan nya, otomatis banyak cutinya kan aku jadinya Ma? itu namanya mengganggu, beban bagi Winda."

"Gak boleh ngomong begitu nak, mungkin sekarang kamu bisa berbicara seperti itu, tapi tidak setelah kamu mengalaminya, kamu pasti akan menikmatinya, percaya lah kata mama nak, mama tidak berbohong nak, percaya lah"

"Ma aku tidak ingin membicarakan itu dulu Ma, tolong mengertilah Ma" aku memohon pada mama.

Akhirnya papa Yang sedari tadi diam mulai berbicara.

"Papa akan menjodohkan dengan sahabat Papa, anaknya bekerja di perusahaan yang sama denganmu, tidak ada penolakan! Besok akan aku undang dia ke sini!" dengan nada tegas Papa.

Papa beranjak meninggalkan ku dan mama.

"Ma, aku mohon aku tidak ingin dijodohkan, aku bisa mencarinya sendiri Ma, please Ma!" Aku menangis di pangkuan Mama.

"Maafin Mama nak, jika Papamu sudah berbicara maka tidak ada pembatahan yang ia dengar dan kamu tahu akan hal itu kan nak"

"Mama aku tidak ingin dijodohkan" aku terus menangis di pangkuan mama, dan ia mengelus rambutku.

"Andaikan kamu tidak membantah mama tadi, kamu pasti tidak akan dijodohkan nak, dan kamu pasti akan diberi waktu untuk mencari, tetapi kamu dari tadi terus membantah Mama"

"Aku ingin mencari sendiri saja Ma"

"Jika ingin maka berbicara lah pada Papamu!" Akhirnya mama pergi meninggalkan ku di ruangan ini sendiri.

Dengan berurai airmata aku masuk ke kamar tidak lupa menguncinya agar tidak ada yang masuk kamar ku tiba-tiba atau menguping tangisan yang menyedihkan ini.

Aku mengambil air wudhu lalu melakukan sholat Dzuhur sambil berdoa dan bermunajat kepada-Nya.

"Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak mencintaiku? Bagaimana bisa? Aku tidak bisa membayangkan ini semua ya Allah, apa yang terjadi nanti jika aku setelah menikah, ya Allah aku tidak ingin menikah, aku tidak ingin, aku takut jika berkeluarga nanti aku tidak bisa menjadi istri yang baik, ya Allah apakah aku bisa menghadapi ini semua, aku seperti tertekan. Jika ini pilihan yang terbaik yang dipilihkan oleh orantua ku maka berikan aku keikhlasan ya Allah, ridhoilah aku."

Sungguh nikmatnya ketika aku bisa mencurahkan segala kegundahan ku ketika selesai melakukan aktivitas sholatku. Aku merasakan kedamaian dan ketenangan dalam hati aku. Benar kata orang bahwa tempat curhat yang terbaik hanya Tuhan kita, bukan oranglain ataupun teman. Karena kebanyakan teman hanya ingin tahu bukan ingin membantu.

Entah berapa lama aku tertidur hingga sekarang sudah jam 5 lewat "astaghfirullah aku melewatkan sholat ashar ku" gumamku.

Aku bergegas lalu mengambil air wudhu dan lekas sholat.

"Mana Mama sama Papa ya, mungkin di ruang keluarga" gumamku.

Ketika sampai di ruangan itu aku melihat Mama dan Papa sedang menonton acara " lapor pak" yang ada di channel Trans7.

"Ciah tertawa terus lagi senang keknya ini"

"Iya dong kan calon menantu Papa besok datang" kata Papa.

"Serius?" aku yang kaget dengan mata melotot.

"Gak usah melotot gitu kamu udah kaya Kuntilanak" Tawa Papa.

"Hmm" aku tersenyum, lebih tepatnya terpaksa, seperti pernikahan ini terpaksa.

Mereka tidak merasakan sedihnya aku , apakah mereka tidak melihat senyumku hanya terpaksa" gumamku.

"Calon menantu Mama tampan loh nak" Seloroh mamaku.

"Setampan apa Ma" Tanyaku agar menghargai mereka saja, bagaimanapun pasti mereka pasti sudah mencarikan lelaki yang baik dan tidak mungkin salah.

"Kepo juga ternyata kamu" sahut Papa.

"Yaudah Winda gak nanya deh"

"Jangan di kasitau Mah ke Winda, biar dia penasaran ckk" Papa berucap ke Mama sambil tertawa riang dengan Mama.

"Ya ketawa terus Ma, Pa, Winda mau ke kamar aja bentar lagi Magrib bersiaplah sholat Ma, Pa, deluan ya Winda naik ke atas"

Dengan serempak Mama dan Papa mengatakan " Siap Ibu CEO"

"Is apaan sih" aku yang malu langsung berlari ke atas.

"Kira-kira apa ya yang terjadi di kehidupan ku nanti ya hmm" aku bermonolog sendiri sambil melihat pantulan tubuhku di cermin.