"Jadi kamu milih untuk rawat baby?" sebuah pertanyaan sederhana, namun mengoyahkan imanku. Baby Ar, cup ... cup baby Ar ... baby Pujukan itu gagal. Dia tak kunjung diam. Bahkan karena telah menangis histeris dalam beberapa waktu, dia akhirnya terbatuk batuk, namun tetap melanjutkan tangisnya. Aku mengubah posisi mengendong Marvin, lalu tangan kananku yang terbebas menepuk nepuk pelan pantat Marvin yang berbalut pempers.
seolah bayi tak berdosa itu adalah penyakit yang harus di jauhi.
"Iya buk. Aku juga gak mungkin narik ucapan aku. Lagian aku juga gak tega," ucapku.
Wanita yang bicara penuh kelembutan itu adalah Ibu asuhku. Buk Sumarni. Dia datang setelah aku menelponnya. Aku tidak tau bagaimana caranya menganti popok yang benar.