Chereads / TERLALU PERCAYA / Chapter 7 - ayah! tenapa ayah cenyum cenyum shendili?

Chapter 7 - ayah! tenapa ayah cenyum cenyum shendili?

"Akhh tuan sakit jangan digigit," ucap ku ingin melepaskan kepala zafran yang bertengger dibelahan dadanya.

"Jangan digigit tuan! sakitt!" ucapku sambil menggerutu sebal dengan perlakuan Zafran yang tiba tiba berbeda. Aku pun sedikit mengelus dadaku yang digigit keras oleh tuan yang ada didepannya ini.

"Saya nggak gigit kok, saya cuma nempelin gigi saya saja," ucapnya tanpa bersalah sedikit pun. Walaupun itu gigitan kecil, tapi memang sakit, karena titik kelemahan seorang wanita memang berada didada.

"Tuan! bisa lepaskan pelukan ini?! saya ingin pulang," ucapku sedikit memohon supaya aku terbebas dari pelukan intim ini.

"Sebentar Heera, saya sangat nyaman berada dipelukanmu, apalagi disini, saya berulang kali melihat Cia selalu menelusupkan wajahnya di dada kamu, jadi tidak ada masalahnya kan kalau ayah Cia juga ingin melakukannya?" ucapnya sambil mempererat pelukan di pinggangku.

"Malah salah besar tuan! tuan sudah besar, jika Cia yang memeluk saya maka orang berpikiran kalo saya ibu dari Cia, kalo tuan yang memeluk saya maka orang akan berpikiran yang tidak tidak tuan!" ucapku menjelaskan.

"hhmm sebentar, aku ingin disini sebentar saja! disini nyaman banget Heera," ucapnya sambil semakin menelusupkan wajahnya di dadaku.

"Heera, tolong elus rambut saya seperti Cia!" ucapnya, seperti memerintah. Heii dia ini sudah dewasa kenapa perilakunya sama dengan Cia, aku pun sampai menggelengkan kepala tanda tidak habis pikir dengan ayah dan anak, sifatnya sama saja.

Aku pun hanya pasrah mengelus dan menyunggar rambut lembut Zafran.

"Emm tuan! apakah saya boleh bertanya sesuatu?" ucapku kepadanya.

"Emm silahkan."

"Tuan nggak akan marahkan dengan pertanyaan saya?" ucapku memastikan bahwa pertanyaanku nanti membuat emosi Zafran atau tidak.

"Tergantung," ucapnya cuek membuatku menghembuskan nafasku dengan kasar.

Aku pun melanjutkan mengelus dan menyunggar rambut Zafran.

"Tanya saja Heera! saya tidak akan menggigit kamu! kenapa harus takut," ucapnya serak.

"Emm saya mau bertanya, sudah dari kemarin saya sama sekali tidak melihat keberadaan. bunda Cia, dimana bundanya Cia tuan?" tanyaku sedikit ketakutan dan yah, ketakutan tadi benar benar terjadi.

"Akkhhh," teriakku sambil memegang sebelah dadaku kananku yang tiba tiba digigit keras menggunakan gigi besar Zafran.

Dia pun mengangkat wajahnya dari dadaku kemudian menatapku dengan wajah datar dan tatapan tajamnya.

"Apakah kamu ingin tahu dimana ibu Cia berada?" aku pun menganggukkan kepalaku sambil menatap wajah menyeramkan yang ada didepanku.

"Nanti saat kita halal, aku akan menceritakan semua kejadiannya. Dan yang pasti Cia sekarang sama sekali belum mempunyai Bunda selain kamu, jadi tolong jangan protes yah jika Cia terus memanggilmu dengan sebutan Bunda! karena dari dulu dia tidak pernah mendapatkan sedikit kasih sayang dari ibunya," ucap Zafran panjang lebar, dia pun merubah tatapannya menjadi lembut memandang wajahku.

Aku hanya menganggukkan kepalaku, sungguh berat dirinya harus menjadi bunda disaat dia belum mempunyai anak maupun suami, memang hidup itu aneh, tapi aku bahagia menjalani kehidupan ini apalagi bersama anak kecil yang imut itu.

Saat aku mengingat semua ekspresi wajah imut yang Cia keluarkan membuat aku senyum senyum sendiri.

"Heera? kamu senyum senyum sendiri kenapa?" ucapnya sambil menyerngitkan alisnya, membuat fokusku teralihkan.

"Emm tidak tuan. Tuan? bisakah tuan melepaskan pelukannya?" tanyaku kepadanya.

"Huhh," dia tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar, kemudian dia melepas tangannya yang sedari tadi melingkar dipinggangku.

Saat aku sudah duduk aku melihat tatapannya selalu melihat dadaku yang masih dibasahi iler Cia.

"Maafkan anak saya yah! gara gara anak saya baju kamu jadi basah terkena iler anak saya," ucapnya memohon maaf padahal ini hanya iler saja, menurutku ini biasa saja jika itu memang kelakuan anak kecil, jadi tidak perlu dipikirkan.

"Tidak apa apa tuan, tuan saya permisi pulang ya?" tanyaku sambil memandang wajahnya.

"Heem baiklah, saya antar pulang ya?" ucapnya memberikan tawaran kepadaku, tapi sayangnya aku sudah memesan taksi didepan sana.

"Tidak usah tuan, saya sudah memesan taksi. Setelah ini pasti taksinya datang," ucapku sambil melihat layar handphone ku. Tiba tiba di merampas handphone yang ada digenggamanku kemudian membatalkan pesanan taksiku.

"Ayo aku antar!" ucapnya sambil menarik pergelangan tanganku. Ini seperti memerintah bukan memberikan penawaran.

Aku hanya bisa menghembuskan nafasku, sambil mengikuti arah jalan Zafran.

Aku sudah berada didepan rumah kecilku. Setelah itu aku menuruni mobil Zafran.

"Terimakasih tumpangan nya tuan,"ucapku sambil menundukkan kepalaku, kemudian aku memasuki rumah kecilku itu.

"Sama sama," ucapnya sambil berlalu memasuki mobilnya lalu melajukan dengan kecepatan rata rata.

"Huhh sangat melelahkan," ucapku sambil membaringkan tubuhku dikasur kecilku.

Aku pun masih melihat dadaku yang bentuknya sedikit terekspose karena iler Cia yang masih membasahinya.

Akupun segera membersihkan badanku, tak lupa menjalankan kewajibanku sebagai umat muslim, kemudian aku mulai mengistirahatkan tubuhku yang pegal pegal ini.

*****

Terdengar suara anak kecil yang menuruni tangga sambil memanggil orang yang sedari tadi dia peluk peluk.

"Undaaa... unda lihat! adek punya mainan badus tauu..!" ucapnya.

"Loh ayah unda mana? bukannya unda ada disini yah," tanyanya sambil menyerngitkan alisnya, siapa lagi kalau bukan Cia.

"Bunda sudah pulang sayang! bunda capek mau istirahat sebentar dirumah," ucap Zafran, sambil menyenderkan kepalanya disofa.

"Tenapa unda puyang ayah? bukannya rumah unda disini?" tanya Cia sambil menaikkan tubuhnya supaya bisa duduk dipangkuan ayahnya.

Saat mengetahui jika putri kecilnya ingin duduk di atas pahanya, dengan senang hati Zafran membantu lalu memeluk gemas tubuh putri kesayangannya itu.

"Rumah bunda bukan disini sayang, tapi adek tenang aja, bentar lagi ayah bakal buat bunda tinggal disini selamanya, sama adek sama ayah okeh?" ucap Zafran sumringah sambil mencium pipi gembul anaknya itu.

"otheh ayah," ucapnya menggemaskan.

"Oma sama opa mana sayang?" tanya Zafran saat tidak mengetahui keberadaan mama dan papanya.

"Owh itu, tadi adek tulun telus adek lihat oma cama opa masuk kekamar sebelah kamar Cia ayah, mungkin sekalang oma cama opa tidul," dugaanya berbeda dengan dugaan yang diberikan Cia, pikiran pikiran negatif bermunculan dipikirannya, pasti mama papanya melakukan hal yang memang biasa dilakukan oleh sepasang suami istri, tapi lihat lihat jugalah, anaknya sekarang duda, bagaimana dia bisa bermain seperti itu?

Lagi pula dia juga tidak ingin mempunyai adek kecil dari mama papanya, tidak mungkinkan Cia mempunyai Tante yang umurnya dibawah umur Cia.

Tapi kalau Cia yang mempunyai adek boleh boleh saja, toh itu kan pasti hasil kelakuannya bersama istrinya nanti, saat berpikiran bersama istrinya, wajah Heera terlintas dipikirannya membuat dia senyum senyum sendiri, apalagi dia mempunyai malaikat lucu yang lahir dari rahim Heera sendiri.

"Ayahhh! ayah! tenapa ayah cenyum cenyum shendili?"