Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Gadis Vampirku

🇮🇩Bolcurut
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.9k
Views
Synopsis
Pria yang menjadi petualang bebas diberikan quest untuk membasmi keluarga demon yang berada di kastel terbengkalai. Quest itu diberikan langsung oleh si pemimpin Serikat Petualangan, jadi mau tidak mau harus diterimanya. Mereka adalah keluarga demon yang berasal dari ras Vampir. Mereka sudah tinggal dan menetap di sana cukup lama tanpa disadari siapa pun. Bagi manusia, mereka adalah ancaman. Maka dari itu, mereka harus dimusnahkan segera. Sang petualang bebas berserta anggota partainya mulai membantai mereka. Namun, sang petualang bebas tidak dapat membunuh gadis vampir yang masih kecil itu. Dia memungut dan menyelamatkannya, serta merawatnya. Kehidupan baru pun dimulai bersama dengan gadis vampir yang diselamatkannya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Musnahkan

Ini adalah buku, buku sihir. Buku ini sebelumnya terletak di depan saya, dan sekarang saya mengambil itu. Lalu, saya melempar itu ke arah orang yang duduk di depan saya saat ini, yang terus mengoceh tanpa henti di depan saya.

"Aduh."

Itu pasti cukup menyakitkan untuknya karena buku itu cukup tebal. Tapi setidaknya, dia berhenti berbicara sekarang dan takut untuk melihat saya.

Saya melakukan itu karena dia mencoba untuk mengintimidasi saya. Dia terus berbicara seakan dia adalah yang terkuat dan mampu melakukan apa saja, termasuk untuk menyuruh saya. Tentu, saya tidak menyukai itu.

"Hei Pak Darren, bisakah Anda sopan di depan sang pemimpin?"

"Tak masalah kok. Santai saja! Lagi pula, saya yang memaksanya untuk ke sini."

"Tapi, Pak..."

"Cukup. Dia memang seperti itu."

Mereka saling berbicara, mengabaikan saya yang sedang memperhatikan mereka.

Saya saat ini berada di ruang yang tidak terlalu besar, yang hanya digunakan untuk rapat penting atau hal lain, yang hanya ada beberapa interior seperti sofa-sofa dan benda-benda yang tidak terlalu penting. Saya ke sini karena dipanggil oleh pemimpin cabang Serikat Petualang di kota ini untuk diberikan sebuah misi.

Saya adalah petualang yang menghabiskan waktu hanya untuk menjelajah dunia ini saja. Saya sangat jarang terlibat dengan mereka, para pihak Serikat Petualang, jadi itulah mengapa saya kurang nyaman saat berada di ruangan ini, bahkan melempar buku sihir itu hanya karena sang pemimpin cabang Serikat Petualang kota ini mencoba untuk mengintimidasi saya.

Sejujurnya, saya muak dengan mereka. Saya sudah berapa kali bilang ke mereka bahwa saya sudah cukup untuk semua ini. Saya tidak akan lagi mengambil quest yang mereka berikan ke saya bagaimanapun juga. Tapi, mereka tetap masih mengandalkan saya untuk membantu mereka.

Ini memuakkan. Jika saja tidak ada peraturan yang mengharuskan para petualangan untuk menghormati para atasan dan bangsawan, saya mungkin sudah membunuh mereka.

Mereka pantas untuk mendapatkan itu. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah orang yang menyebalkan di dunia ini.

"Pak Darren, saya mohon kerja samanya. Quest kali ini, kau akan berpartai dengan beberapa petualang, jadi kau harus membimbing mereka sebagai senior mereka dan membuat mereka dikenal sebagai pahlawan di dunia ini. Saya yakin dengan quest kali ini, mereka akan berhasil. Tentu, itu karena kau juga, Pak Darren."

See, dia hanya ingin keuntungan untuk dirinya saja. Saya tahu bahwa bila para petualang itu sudah menjadi pahlawan, dia akan mendapatkan keuntungan dan akan dikenal sebagai pemimpin Serikat Petualang yang hebat. Banyak orang yang akan menghormatinya nanti. Saya yakin itulah yang dia rencanakan.

Dia mengorbankan saya. Dia tahu bahwa saya adalah petualang yang menganggur, hanya menjelajah dan jarang untuk mengambil quest yang ada di Serikat Petualang itu. Itu menyebalkan.

Meski begitu, saya tidak bisa menolak itu. Bila saya menolak itu, dia akan memainkan perannya untuk membuat dunia membenci saya. Karena dia adalah seorang bangsawan, seorang manusia yang memiliki derajat lebih tinggi daripada saya, dan juga pemimpin Serikat Petualang.

"Kau pasti setuju, 'kan?" Dia melanjutkan.

"Terserah kau saja."

"Great."

Saya menerima quest itu tanpa memikirkan apa pun. Saya sama sekali tidak memikirkan reward yang akan saya terima kalau quest itu berhasil saya lakukan. Saya juga tidak memikirkan para petualang yang akan bersama saya.

***

Pihak Serikat Petualang mendapatkan kabar bahwa ada keluarga demon yang tinggal di kastel yang sudah tidak ditempati. Mereka ingin mengetahui apakah kabar itu benar atau tidak. Jika kami berhasil menyelesaikan quest ini, membunuh keluarga demon yang tinggal di kastel itu, kami akan dikenal sebagai pahlawan. Itu adalah keuntungan dan kemenangan kami. Untuk itulah mereka mengutus beberapa petualang untuk ke kastel itu. Dan sayalah yang menjadi kapten dari para petualang itu, yang beranggota 20 orang.

"Aaaa... menyebalkan."

Itulah kata-kata yang saya katakan ketika saya turun dari kuda.

Saya memerintahkan mereka setelah itu.

Meski saya adalah penyendiri, saya masih bisa untuk memerintahkan para petualang. Itu karena mereka mengenal saya sebagai petualang yang hebat. Yeah, saya adalah petualang yang hebat.

"Pak Darren, senang bekerja sama dengan Anda, yang merupakan petualang kelas S. Saya ingin melaporkan bahwa situasi aman dan tidak ada yang terluka selama di perjalanan tadi. Jadi, perlukah kita langsung menyerang?"

Seorang petualang menanyakan itu ke saya.

Saya tahu situasi memang aman di dalam kastel itu, tapi saya tidak tahu apa yang menanti di dalam sana. Bila dia menanyakan apakah mereka akan langsung menyerang begitu saja ke sana, saya hanya bisa menyuruhnya untuk memastikan sekali lagi apa yang berada di dalam sana.

Untuk itu, saya menyuruh beberapa assasin untuk mengecek ke sana.

"Saya mengerti, Pak Darren."

Dia dengan cepat menyampaikan apa yang saya perintahkan.

Saya tidak membenci dalam berkelompok ini, hanya saja, saya terbiasa melakukan segalanya sendirian. Itu karena saya tidak ingin mereka merepotkan saya, mengganggu urusan saya. Itulah mengapa saya sangat jarang bertualang secara berkelompok.

"Lapor..."

Seseorang datang ke sana dan memberikan laporan setelah menginvestigasi di dalam kastel itu.

Ada empat dan gadis kecil demon di dalam sana. Mereka adalah keluarga demon yang belum bisa kami pastikan dari suku apa. Mereka sedang menikmati waktu makan malam bersama di ruang yang sangat gelap. Dan di dalam sana, para assasin mencium aroma darah di mana-mana.

Itulah laporan yang saya terima.

"Bagaimana, Pak Darren? Kita langsung menyerang saja?"

Itu bukanlah pilihan yang salah karena mengingat jumlah kelompok ini yang banyak dan "hebat". Mungkin saya bisa menyetujui itu dan membiarkan mereka untuk menyerang secara terbuka.

Saya merepons dengan mengangguk dan menaiki kuda.

"Oke. Persiapkan weapon kalian. Bagi kalian yang memiliki sihir jarak jauh, kalian diutamakan berada di barisan belakang. Bagi kalian yang memiliki sihir penyembuh, tetaplah berada di dekat teman-teman kalian."

Dia mengatakan itu, seakan dialah kapten partai ini. Tapi itu tidak masalah. Saya tidak akan mempermasalahkan itu dan membiarkannya seperti itu.

Ketika kuda-kuda kami bergerak dengan rencana yang sudah diatur dengan baik, bukan saya yang mengatur itu, saya menyiapkan busur serta panah lalu membidik ke arah kastel itu.

Serangan awal adalah serangan yang mengejutkan, untuk itulah saya menyiapkan weapon yang dapat menjangkau area dari kastel itu.

Tanpa merapalkan mantra, sebuah cahaya merah melingkari pergelangan tangan saya. Cahaya merah itu adalah sihir yang saya gunakan untuk menambah daya pada panah yang saya gunakan ini. Setelah itu, saya merilis panah itu, membuat panah itu terbang dan menerjang ke arah yang telah saya tentukan, dan ledakan pun terjadi ketika panah itu mengenai dinding kastel itu.

"Serang!"

Bukan saya yang berteriak. Saya tidak pernah berteriak ketika menyerang. Saya sangat kalem. Hanya saja, saya tidak terlalu bagus ketika mengendarai kuda yang sedang panik.

"Pak Darren, kau ingin ke mana?" Dia bertanya, melihat saya menuju ke arah lain.

Kuda yang saya tunggangi ini panik karena ledakan itu. Itu membuat dia berjalan ke arah yang berbeda, hampir tidak menuju ke halaman kastel itu.

"Sial."

Akibat dari itu, saya harus melompat dan membiarkan kuda itu berlari.

Saya berlari untuk menyusul mereka yang telah sampai di halaman kastel itu, dan saya melihat kastel itu terbakar dan memiliki lubang besar akibat dari panah saya.

Saya tidak berhasil menyusul mereka, tapi saya berhasil untuk masuk ke dalam kastel itu.

"Pada akhirnya, saya sendirian lagi."

Saya mengatakan itu dan menyiapkan pedang saya, yang tidak terlalu besar maupun kecil, yang termasuk tipe pedang katana. Setelah itu, saya menggunakan sihir pada mata saya untuk melihat karena di dalam kastel ini sedikit lebih gelap dibandingkan di luar sana.

Beberapa puing berserakan saat saya berjalan. Noda-noda darah dapat saya lihat menghiasi dinding kastel yang hampir hancur itu. Aroma-aroma bangkai bercampur dengan darah membuat saya harus menutup hidung saya. Udara terasa sangat panas di sini daripada di luar sana, itu membuat saya harus agak kegerahan ketika memakai zirah ringan ini.

Setelah berjalan di dalam kastel ini, yang entah berada di bagian apa, saya mendengar suara teriakan serta ledakan. Itu kemungkinan dari anggota-anggota kelompok saya yang sudah menyerang keluarga demon itu.

Ketika saya hampir berhasil keluar dari koridor ini, sesuatu yang terasa mengancam tiba-tiba muncul di belakang saya.

"Grrrrrr ... Kau ...! Kau membunuh keluarga saya."

Saya menoleh dengan cepat, melihat siapa yang mengatakan itu ke saya.

Itu adalah seorang pria. Pria itu adalah demon yang terlihat berbahaya.

Matanya semakin memerah dan menatap saya dengan tajam. Auranya semakin kuat seakan tampak penuh kebencian. Dua taring giginya semakin tajam. Suasana di sekeliling saya terasa begitu sangat mencengkam, bahkan bila itu bukan saya yang berada di sini, mungkin sudah mencekik lehernya sendiri. Apa yang saya lihat dari pria itu adalah kebencian.

"Matilah kau!"

Dia berlari lalu melompat, melesat ke arah saya dengan cepat.

Sebelum dia berhasil mencabik-cabikkan leher saya dengan taringnya itu, saya menghunuskan pedang saya tepat ke lehernya. Itu membuat kepala serta badannya terpisah.

"Maaf."

Saya tidak tahu untuk apa saya minta maaf kepadanya, hanya saja, saya rasa saya perlu mengatakan itu kepadanya.

Setelah berhasil membunuhnya, kali ini muncul demon lain. Bukan pria, tapi wanita yang memiliki sorotan mata dan taring sama.

"Sayang... Kau..."

Dia menatap saya dengan tatapan mata merah itu. Setelah itu, dia berlari sangat cepat dan melompat ke arah saya.

Tapi sekali lagi, sebelum dia berhasil mencabik-cabikkan seluruh badan saya, saya berhasil menghunuskan pedang saya. Dia mati dengan pedang saya yang tertancap di dahinya.

"Maaf. Tampaknya kalian adalah keluarga vampir."

Mereka adalah vampir dari ras Demon, yang merupakan makhluk berbahaya bagi manusia. Untuk itu, bila kau mengatakan mereka pantas untuk mati atau tidak, orang-orang akan mengatakan bahwa mereka pantas untuk itu. Bagi saya, yang hanya menerima quest ini saja supaya manusia aman, saya sama sekali tidak tahu. Mungkin itulah mengapa saya meminta maaf kepada mereka setelah membunuh mereka.

Setelah berjalan untuk mencari keberadaan anggota-anggota saya, saya berhenti tepat di depan pintu karena mendengar sesuatu di dalam sana.

Saya membuka pintu itu, masuk ke dalam, lalu mencari sumber dari suara itu.

"Grrrrr..."

Seorang gadis kecil berada di sana, bersembunyi dibalik serpai yang berlumuran darah.

Menoleh ke samping, saya melihat begitu banyak mayat-mayat yang sudah menjadi tengkorak. Itu adalah mayat-mayat manusia.

Dilihat dari mayat-mayat itu, kemungkinan besar mereka telah lama mati, dan kemungkinan tubuh mereka telah dimakan oleh keluarga demon ini.

"Apakah kau yang membunuh mereka?" Saya bertanya.

"Grrrr..."

Dia tidak menjawab, tapi menggerang saja. Itu membuat saya bertanya sekali lagi.

"Kau pasti membunuh mereka, 'kan?"

Dia tidak menjawab lagi.

Saya menatap matanya cukup lama. Matanya begitu tajam menatap saya, sama seperti kedua vampir itu. Rambut sepunggung peraknya itu membuat raut wajahnya semakin menyeramkan. Taring giginya terlihat, itu siap untuk menikam saya kapan saja. Meski begitu, saya dapat merasakan nestapa di dalam dirinya, dibalik tatapan tajam matanya itu yang mengarah ke saya.

"Jadi begitu. Aku mengerti."

Saya mengangkat pedang saya sejajar dengan dada saya. Setelah itu, saya mengayunkan bila pedang saya menuju ke leher gadis kecil itu.

"Maaf."