"Arsenio sebenarnya, aku hanya tidak sengaja bertemu Damar disini, dia menawarkan diri untuk mengantarku pulang" kinanti beralibi mengikuti alur dari Damar "benar kan begitu Damar?" suaranya bergetar, sinar mata yang memancarkan bahwa ia menahan pedar dalam Sukma, lalu rasa kecewa yang penuh terhadap orang yang sangat ia cintai sejak dulu. Bahkan sejak sebelum dia mengenal apa itu cinta.
Damar bahkan tidak mengatakan apapun. Anggaplah dia pecundang! dia yang tak mau mengakui Kinanti semata dia tidak gadis itu terluka.
Ketika raut wajah kecewa itu kembali menatap Arsenio, dia bahkan enggan mendongakkan wajah.
"Arsenio, apa yang kamu katakan tadi? kamu mencari ku kan? sekarang kita sudah bertemu, apa kamu mau mengantar ku pulang?" pinta gadis berwajah sendu tak mengindahkan Damar, hatinya terlalu marah untuk menerima.
"tentu, dengan senang hati" Arsenio selalu bersemangat" Damar biar aku yang mengantar kinanti pulang" ujar pria yang belum memahami situasi meskipun dia merasa ada yang tidak beres.
Kinanti balik menatap pria yang masih terdiam menggendong putri kecilnya.
"terimakasih Damar kamu sudah mau mengantar ku tadi, aku akan pulang bersama Arsenio, salam untuk Miranda " pungkas Kinanti hendak mendorong trolinya.
Namun dalam beberapa langkah Damar menahan. "tidak Kinan,, aku tidak bisa membiarkan kan mu.."
Kinanti membuang muka seolah memang beberapa jam dibelakang mereka tidak pergi bersama menghabiskan waktu dengan berbelanja sambil bersenda gurau "kenapa? bukankah ada Arsenio yang bisa mengantarku? terimakasih untuk tawaran mu tadi"
Jlebbb! pria yang dulu hanya seorang asisten pribadi menjelma jadi CEO itu merasakan goresan dalam relungnya, dia tidak pernah merasakan seperti ini sebelumnya, Kinanti bahkan selalu mehadirkan senyum meski hatinya telah menjadi remahan sekalipun.
Sang pelukis bahkan menjadi makin bingung, dia merasakan ada artmosfer lain ditengah mereka bertiga. "ya Damar, aku bisa mengantarnya tenang saja, aku juga terbiasa dengan suasana jalanan di Indonesia"
huft!
Damar menarik nafas dalam-dalam, lalu mengehembuskan dengan kasar.
"tapi Kinanti tanggungjawab ku" tegasnya kemudian.
Sepasang alis tebal Arsenio menyatu "maksud mu? kau punya tanggung jawab apa?"
"Kinan....." peluh memenuhi dahi Damar, dia melihat betapa gadis itu membelalak, Arsenio melihat Damar dan Kinanti bergantian, mungkin kah ada sesuatu diantara mereka?
"kenapa dengan kinanti?" Sang pelukis makin bimbang, dia tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
huh, Kinanti tahu suaminya pasti masih berat untuk mengakui semua.
"sudahlah, aku sangat lelah aku ingin pulang... lagi pula kasihan putri mu tertidur" Kinanti menginterupsi tidak berharap sebuah pengakuan kembali, Arsenio membantu mendorong trolinya perlahan menjauh.
Damar menekan perasaannya, ini bukan kali pertama Arsenio kembali mendekati kinanti setelah kepulangannya, yang dia tahu pria yang selalu berusaha keras menjadi pelukis handal itu beberapa kali mengajak Kinanti untuk bertemu.
Melihat langkah gontai itu kian menjauh, dia tidak bisa membiarkan. Dengan gerakan cepat Damar menyusul Kinanti yang hampir dekat menuju mobil Arsenio.
"Arsenio dengarkan aku!" cegatnya menahan Kinanti tangan kekarnya tetap membopong tubuh kecil yang lunglai disana.
"kau kenapa Damar? kau sangat aneh" tanya Arsenio heran.
Mata Damar menyala. Dia mengehela nafas.
"Kinanti--- dia--- istriku!"
deg!
Ucapan yang begitu menyengat gendang telinga bagi seorang pecinta yang telah lama menanti sang tali jiwa.
"apa? bisa kau ulangi?" mata Arsenio nyaris keluar dari cangkangnya.
Sejenak pria tampan bergaris wajah tegas itu menatap gadis yang tampak terperanjat.
"Kinanti istriku..." Damar mengucapkan dengan mantap, tidak nampak keraguan sama sekali.
Untuk sesaat suasana hening .
Arsenio tertawa "hahahaha... kau bercanda? ini prank? katakan, kalian sedang membuat konten?"
Sembari terus tertawa Arsenio memperhatikan sekeliling siapa tahu ada kamera tersembunyi.
"konten mu sangat lucu kawan" Arsenio menepuk bahu Damar. "bagaimana bisa, kau suami Miranda, dan gadis kecil ini putri kalian, lalu Kinan juga istri mu?"
Guratan serius diwajah Damar membuat Arsenio menyadari sesuatu. Volume tawanya mengecil hingga perlahan sirna. Matanya membulat, dia belum siap menerima kenyataan bahwa ucapan Damar adalah kebenarannya.
"Kinan... katakan sesuatu, Damar sedang bercanda? prank.... ya ini prank .. kalian mau mengerjai aku karena kita sudah lama tidak bertemu?" si mantan tubuh tambun coba meyakinkan. "baiklah aku percaya lelucon kalian"
Damar menghadap Arsenio hingga mereka bisa saling menatap. Kilatan keseriusan disana tak terpungkiri.
"apa ucapan ku terdengar seperti lelucon?" Damar meningtrupsi. Arsenio menelan Salivanya. Kembali sinar matanya seakan butuh penjelasan dari kedua temannya itu.
Yah! mereka telah berteman dalam waktu yang cukup lama. Dari sejak kuliah dimulai hingga masa kuliah berakhir, bahkan mungkin sampai detik penuh ketidakpercayaan ini!!
Kinanti mengatup rapat matanya, dia berujar dengan suara pelan "apa yang Damar katakan semua benar.."
Arsenio tehuyung, harapannya mendekati gadis itu pupus sudah. Jika Kinanti juga istri Damar itu artinya.....
"kau yang kedua Kinan??"
Gadis itu mengangguk, menghadirkan perasaan nyeri kemudian. Ketika kecantikan dan keindahan yang terpancar harus menjadi yang kedua.
Ini tidak adil!!!!
sial! sial! sial!
"maaf tidak memberitahu mu sejak awal, seharusnya aku sudah katakan sejak kita bertemu di pameran lukisan" Damar mengerti tentang perasaan Arsenio terhadap Kinanti, bisa ditebak salah satu alasan pria itu kembali ke Indonesia karena dia masih berharap pada gadis yang selalu ia lindungi dimasa kuliah.
Tiba-tiba Arsenio merasa bodoh sendiri, pantas saja Kinanti tampak canggung saat mereka bersama. Sejak mereka bertemu di pameran lukisan, Arsenio sudah berapa kali mencari alasan agar bisa dekat lagi dengan sahabatnya yang dia anggap belum berstatus istri orang.
Ah tapi kenyataan terlalu pahit!!!
"hahahaha... kalian, kenapa harus setegang itu?! haduuhhh... aku terkejut ya sangat,, tapi aku juga senang" pria jomblo kesepian mencoba mencairkan suasana terutama suasana hatinya sendiri!
Dalam tawa ada kilatan mata yang nanar kearah sahabat masa kuliahnya.
Seandainya putri kecil tidak dalam dekapan ayahnya mungkin hal yang dia lakukan adalah meninju pria yang sudah berani menjadikan Kinanti yang kedua.
Kinanti... nama yang indah bermakna tembang yang mengalun dalam Sukma, dia yang selalu punya senyum tipis nan menawan.
yah! satu kebodohan yang hakiki! bahkan untuk bertanya kapan semua terjadi Arsenio sudah kehilangan daya.
"Kinan, pulang lah bersama Damar, aku tidak bisa mengantarmu pulang, lagi pula aku harus membeli sesuatu didalam" Arsenio menampilkan barisan gigi rapinya sembari menunjuk ke arah mall.
"Arsen..."
"ya... ya... tidak perlu sungkan, kau seperti baru mengenal aku saja, kita akan bertemu lain kali, itu pun kalau Damar mengizinkan" sela Arsenio tertawa khas dirinya.
Sendi-sendi tubuh mereka seakan melemah entahlah apa yang mendasari hal itu, yang pasti tulang belulang seolah patah mematah tak mampu menopang tubuh lagi.
"baiklah, kalau kalian mau disini sampai hujan turun, aku akan masuk kedalam" suara Arsenio bagai kekuatan yang menghapus sihir yang membuat mereka membeku sejak tadi.
"terimakasih Arsenio,, maaf mengganggu mu" ujar Damar segera menginstruksi Kinanti untuk ikut bersamanya.
"tentu saja tidak" (seharusnya tidak seperti ini ,dia akan lebih senang mengurungkan niat ke mall lalu bisa bersama kinanti, ketimbang harus menerima kabar yang cukup membuat ia mempunyai ekspektasi diluar batas.
Sorot mata tajam mengekori langkah dua sejoli yang kian menjauh. Benar-benar merasa bodoh sendiri, terhempas oleh harapan yang ditumpuk selama bertahun-tahun tanpa mampu mengucapkan sama sekali. Ketika keberanian telah penuh, sang tali jiwa telah direnggut oleh orang lain.
Hati bagai kanvas kosong, dia akan berwarna sesuai keinginan mu atau bahkan tidak akan pernah seperti keinginan mu!
~ hahahhaha...takdir sedang bercanda~ umpat Arsenio dalam hati.
***