Melihat hal ini, sontak saja membuat Mamah semakin gelisah. Dia begitu khawatir dengan keadaan ku yang kini sedang menangis tersedu-sedu sambil memegangi dada yang sesekali aku memukul-mukulnya dengan keras.
Mamah ikut duduk di tanah, kemudian dia memelukku erat berusaha untuk menenangkan aku dan memberikan sentuhan agar aku mau menghentikan tangisan ini.
"Sssttt! Susah sayang, jangan terlalu bersedih seperti ini! Mamah minta maaf karena selama ini Mamah sudah memberikan penderitaan untuk kamu. Mamah tidak tahu yang terjadi, Mamah tidak tahu. Maafkan Mamah karena sudah terlalu egois sehingga tidak mau memikirkan masa depanmu!" Ucap Mamah yang kini ikut menangis ketika dia memelukku.
Mamah mulai merasakan bahwa aku—anak kandungnya yang selama ini harus menanggung akibat dari perbuatannya.