Chereads / Menikah Muda Dengan Musuh / Chapter 2 - Jangan Dekati Dia!

Chapter 2 - Jangan Dekati Dia!

Detik dan menit berganti jam, kelas yang dihadiri oleh Luna pun usai, dan bergegas ia menyeret Nisa keluar dari kelas untuk mencari makanan. Perutnya terus saja berbunyi selama kelas, mengundang perhatian dari yang lain. Tapi, Luna hanya menunjukkan senyuman bodoh pada mereka yang menatap, perut memang tengah dalam keadaan kosong sedari pagi tadi.

Tidak sabar cacing dalam perut untuk diajak pergi ke kafe langganan dekat kampus, Luna memilih kantin sebagai pelabuhan terakhir untuk menyehatkan semua cacing yang terus menabuh genderang di dalam. Langsung memesan makanan pada penjaga kantin, menunggu sejenak sampai semua dipersiapkan. "Eh, bentar deh! Gue pengen makan itu!" tunjuk Luna melihat sebuah makanan cukup menggoda selera.

Nisa ternganga, menatap pada sahabatnya. "Lo udah pesen tiga porsi, Lun. Mau nambah lagi?"

"Hehehe, gue laper banget. Habis ini kan mesti kerja sama lo di kedai," cengengesan Luna. "Bu, nambah itu ya satu porsi!" teriaknya pada penjaga kantin.

"Siap, Neng!" menoleh wanita tengah sibuk menyusun makanan itu.

"Tagihan Luna sama Nisa jadi satu sama saya, Bu." Terdengar suara dari samping kanan Luna, keduanya menoleh.

"Kak Noah?!" membelikan kedua mata berhias bulu mata lentik Luna, mendapati sosok lelaki telah menjadi pujaan hati ada di sampingnya.

Noah tersenyum, mengusap ujung kepala Luna lembut. "Kita makan bareng di sana?" terarah mata lelaki berjaket hitam garis merah pada lengan itu pada sebuah meja kosong.

Luna menoleh ke arah sama, kembali menatap sosok tampan yang sanggup membuat jantungnya berdebar kencang. "Mau, mau!" katanya semangat, menunjukkan senyum riang.

"Kakak lagi usaha deketin Luna, ya?" polos Nisa menyela, diinjak kakinya oleh Luna. "Aduh, sakit!" protesnya dengan nada pelan seperti khasnya.

"Hah, lo sakit?! Bukannya tadi baik-baik aja ya?! Mm, kalau gitu gue anter duduk duluan deh, entar pingsan lagi!" sahut Luna.

"Eng-enggak, ta—," terpotong perkataan Nisa hendak menyampaikan jika yang sakit adalah kaki baru saja diinjak, tapi Luna cepat membawanya pergi usai menunjukkan mata super lebar.

"Gue mau usaha, lo doain gue aja dari sini, ya?! Gue bakal bawa kakak ipar buat lo habis ini!" ucap Luna seraya membantu Nisa duduk.

"Kakak i—," kembali terpotong kata hendak terucap, Luna menyela lebih dulu.

"Hehehe, entar aja gue jelasin nya, ini bakal makan waktu tiga hari tiga malem kayaknya!" cegah Luna, sebelum akhirnya pergi begitu saja.

Nisa menaikkan manik mata ke atas, menggaruk kepala belakang memikirkan perkataan dari Luna. "Bukannya tadi bilang habis ini, ya? Terus, kenapa jadi tiga hari tiga malem? Emangnya gue punya kakak? Kok gue bisa punya kakak ipar?" berpikir keras Nisa dan kebingungan sendiri. "Tahu ah, pusing!" menyerah pada akhirnya, menaikkan kedua pundak bersamaan.

Meninggalkan Nisa dengan pemikiran yang tak sampai, ada Luna yang berbincang juga tertawa bersama Noah, sampai nampan disodorkan pada mereka. "Makasih, Bu." Luna berucap, menarik nampan coklat berisi makanan.

Noah tersenyum melihat banyaknya makanan dipesan, Luna bersemu merah dan menyembunyikan wajah ke arah lain, mengumpat dalam hati. 'Ah, bodoh banget sih gue! Gini kan hancur reputasi gue, dikiranya kuli gue!' batinnya memaki.

"Yuk!" ajak Noah, membawakan dua nampan.

"Hehehe, i-iya!" sahut Luna menunjukkan senyum penuh kebodohan.

Berjalan bersama ke arah meja sudah ditempati oleh Nisa, makanan diletakkan di atas meja dan berhasil memenuhi. Luna menarik kursi, namun Noah membantu lebih cepat dan membuat gadis berambut panjang terikat ekor kuda itu tersipu. 'Berasa kayak di dongeng-dongeng gak sih kalau gini? Gue putri kerajaan, dan dia pangeran?' batin Luna siap meledak.

"Lo ada waktu gak malam ini? Kita nonton yuk!" ajak Noah tiba-tiba, mengejutkan Luna yang masih sibuk berkhayal.

"Mau! Mau banget!" jawab Laura mengangguk cepat, namun di bawah meja kakinya ditendang oleh Nisa. "Aduh! Apaan sih, Lo?! Sakit tau!" pekik Luna membungkuk, mengusap kakinya. Noah terheran, mengamati kedua sahabat duduk bersamanya itu bergantian.

"Kita kan kerja, lo lupa? Memang lo mau libur hari ini?" tutur Nisa mengingatkan. Luna terpejam kuat, mengatupkan bibir rapat, dia melupakan tentang kewajiban di kedai.

"Ah, iya. Gue lupa kalau kalian berdua harus kerja. Mm, bagaimana kalau gue bantuin kerja saja hari ini biar bisa cepet pulang, terus kita nonton berbarengan?" usul Noah.

"Ah, ide bagus!" semangat Luna. "Tapi, emangnya kakak enggak masalah kalau bantu kita kerja?"

Noah menyuguhkan senyum paling tampan, menaikkan tangan ke ujung kepala Luna. "Enggak dong," lembutnya.

Kembang kempis hati Luna seketika, wajahnya merah layaknya udang rebus. Hawa panas pun menyerangnya sangat kuat, akan sikap manis ditunjukkan oleh Noah yang masih sanggup menimbulkan tanda tanya. Entah mengapa lelaki itu tiba-tiba datang dan bersikap manis, tapi Luna enggan menyibukkan pikiran dan lebih memilih untuk menikmati setiap kebersamaan.

"Lo gak tau ini kampus?! Jaga tangan, kalau masih mau dipakai makan besok!" terdengar suara bersamaan dengan tangan Noah terdorong ke bawah kasar.

Luna, Nisa dan Noah menoleh ke arah sumber suara, yang sudah diketahui siapa pemiliknya dari aroma parfum juga tercium familier pada hidung masing-masing. Berdiri tak terima, Luna melotot ke arah Aldo. "Apaan sih, Lo?!" ketusnya masih sangat kesal akan kejadian di tempat parkir.

"Apaan emang?" acuh Aldo menaikkan kedua pundak, lalu duduk bersama tanpa dipersilakan.

Duduk di samping kiri Luna, meraih gelas yang ada di depan gadis masih berdiri usai memaki, Noah meneguk jus jeruk dalam gelas. Serentak mata ketiganya membeliak sempurna, tangan kanan Luna menarik kasar jus miliknya segera. "Ini punya gue!" sarkasnya, mengundang mata dari seluruh orang di kantin menatap ada mejanya.

"I-itu sudah diminum sama Luna," tunjuk Nisa pada gelas, tapi mata menatap Aldo yang akhirnya juga menatap dirinya.

"Masa sih? Itu artinya ...," menggantung kalimat dari lelaki yang menyapu bibir bawah, menyiratkan tatapan genit.

Napas Luna berangsur cepat, menahan amarah siap meledak. "Gue benci sama lo, Al!" teriak Luna, meletakkan gelas kasar di atas meja hingga menumpahkan minuman. Ia mendorong kursi sampai terjatuh, lalu pergi meninggalkan semua makanan sudah memancing air liurnya keluar tadi.

Bukan bersalah, Aldo malah mengukir senyum penuh kepuasan mengiringi kepergian Luna dengan segala kekesalan memayungi. Nisa awalnya kebingungan untuk tinggal bersama makanan terlihat enak-enak, atau mengejar sahabatnya. Hingga ia berlari tanpa memedulikan makanan lagi, memilih Luna dari pada mengisi perutnya.

Noah menunjukkan rasa kesal tak jauh berbeda dari wajah kerap terpasang dingin, ia mengarahkan pandangan pada Aldo dengan sangat tajam. "Jangan pernah lo deketin dia lagi!" tekannya memperingatkan.

"Deketin calon istri sendiri, emangnya salah? Harusnya gue yang ngomong begitu ke lo sekarang!" balas Aldo tak kalah tajam, kemudian berdiri dan menepuk pundak Noah. "Sekali lagi gue liat lo deketin Luna, gue pastiin lo bakal ditendang dari kampus ini!" ancamnya, tapi sanggup menyiratkan senyuman tenang.

"Orang bodoh doang yang bakal takut, dan itu bukan gue!" serius Noah, semakin lebar senyum Aldo menunjukkan kedua lesung pipi dimiliki. Terlebih dulu Noah pergi, sementara Aldo memata-matai ayunan kakinya, kemudian duduk kembali.