Chereads / Menikah Muda Dengan Musuh / Chapter 4 - Nikah?!

Chapter 4 - Nikah?!

Beberapa hari setelah keributan menggemparkan sekolah dan berhasil menjadi topik pembahasan utama, kabar itu pun sampai pada telinga Bagas, yang tak lain adalah papa dari Aldo. Hari ini sekitar pukul empat sore, ia sengaja kembali lebih cepat dari kantor dan memasuki rumah dengan menyerukan kencang nama putranya.

"ALDO!" teriaknya mengisi setiap sudut rumah, berjalan cepat menyusuri kediaman mewahnya. "ALDO!" serunya sekali lagi.

"Ada apa sih, Pa? Baru pulang kok udah teriak-teriak aja?" tanya Sarah menghampiri, ia tengah sibuk di dapur dan langsung berlari keluar.

"Mana Aldo, Ma?!" balas tanya Rudi, pada wanita masih mengenakan apron warna putih.

"Aldo di sini, Pa. Ada apa sih?" terdengar suara dari ruang tengah, hanya terlihat kepala di balik sofa panjang. Rudi melangkah lebar menghpiri, langsung menarik putranya hingga berdiri. "Aduh, apaan sih, Pa?! Sakit ini!" keluh Aldo memegang tangan, memang terasa sakit karena cengkeraman kuat diberikan.

"Apa yang udah kamu lakuin di kampus?! Kenapa terus aja bikin ulah kayak gitu?! Bikin malu keluarga aja!" maki Rudi.

"Masalah?! Lagi?!" sela Sarah menatap suami juga putra pertamanya bergantian.

"Masalah apa? Enggak ada kok," jawab Aldo malas, hendak berbaring lagi di sofa, tapi kaos oblongnya sudah ditarik lebih dulu untuk mencegah.

"Enggak ada?! Terus kenapa Luna sampai teriak-teriak di kampus dan lapor ke papa hari ini, minta kamu buat tanggung jawab?!" melotot Rudi.

"Ta-tanggung jawab?!" turut membelikan Darah terkejut. "Aldo! Kamu hamilin anak orang?!" tegasnya pada sang anak, cepat kedua tangan Aldo melambai.

"Eng-enggak! Enak aja! Gini-gini juga Aldo bakalan milih buat hamilin cewek, gak mungkin cewek bar-bar kayak dia yang bakal Aldo hamilin!" jawabnya, dipukul lengan sangat keras oleh kedua orang tuanya. "Sakit loh!" protesnya.

"Berani kamu hamilin anak orang, mama duluan yang bakal bikin kamu hamilin sapi!" sarkas Sarah.

"Emangnya Aldo apaan, hamilin sapi? Kuda sekalian biar kuat tenaganya!" sahut Aldo, kembali mendapat pukulan pada lengan oleh ibunya. "Mama ih, suka banget mukul!" protesnya lagi.

"Udah, cukup! Ikut papa sekarang!" tegas Rudi.

"Mau ke mana?" tanya lelaki baru saja bangun tidur itu.

"Ke rumah Bagas, minta maaf sama keluarganya dan kamu harus tanggung jawab buat benerin motor Luna, pakai uang saku kamu sendiri!" terangnya sangat tajam juga serius.

"Lah, ngapain Aldo harus lakuin itu sih, Pa? Lagian uang saku Aldo juga udah habis, makanya ini diem aja di rumah." Katanya.

"Kamu juga ikut, Ma!" kata Rudi, mengabaikan ucapan putranya.

Aldo masih berusaha menolak, pantang baginya meminta maaf pada Luna. Akan tetapi, Rudi menyeret kerah kaosnya, diikuti oleh Sarah yang berjalan sembari melepaskan apron melekat pada tubuh. Meminta asisten rumah tangga untuk melanjutkan kegiatannya, Sarah buru-buru masuk ke dalam mobil, di mana anak dan suaminya sudah masuk lebih.

"Pak, tolong jemput Alya dari tempat les ya? Kita ada perlu sebentar!" pesannya pada sopir.

"Baik, Bu." Pak Joko mengangguk.

Sopir kantor yang mengantarkan Rudi, kini diajak ke rumah keluarga yang telah begitu akrab dikenal. Maklum saja, Sarah dan Murah adalah teman baik dari SMA, yang jelas menyatukan hubungan antara Bagas dan Rudi sekaligus. Terlebih, keduanya juga terlibat dalam satu bisnis sama, hingga kedekatan layaknya keluarga pun terjalin dengan sangat baik.

Walau, tidak bagi Luna juga Aldo yang selalu menolak ketika harus diajak berkumpul bersama, menikmati akhir pekan atau sekedar makan malam. Permusuhan keduanya pun telah diketahui dengan sangat baik, melalui laporan-laporan pihak kampus yang sengaja diminta oleh Rudi mengamati putranya. Namun, sayangnya akhir-akhir ini Rudi sedikit abai, karena ada proyek baru tengah dikerjakan, hingga tak pernah melihat ke kampus atau menerima panggilan yang hanya dijawab oleh sekretaris pribadinya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, tak butuh waktu lama untuk bisa sampai, karena rumah juga ada dalam lingkungan kompleks sama. Hanya berbeda blok saja di kompleks orang-orang elite itu. Rudi langsung turun tanpa menunggu sopir membukakan pintu. Ia kembali menyeret putranya, dan sekali lagi Sarah harus tersandung-sandung mengikuti langkah cepat dari kedua orang yang memiliki tubuh tinggi.

Seorang pelayan tengah membersihkan halaman, seketika menghampiri begitu melihat ketiganya. Menatap santun, kemudian memanggilkan majikannya dan mempersilahkan masuk ke dalam. Bagas dan Mira sedang bersama, keduanya baru kembali dari luar kota untuk mengunjungi nenek Luna. Terheran dan saling tatap ketika melihat Aldo diseret seperti hewan ternak, bahkan suara protes dari lelaki itu pun langsung mengisi rumah begitu masuk tadi.

"Lo?! Ngapain lo kesini?!" tegur gadis yang baru saja keluar, terpancing oleh suara keributan.

"Lo pikir gue mau dateng kesini?! Gak usah ge er deh, Lo!" jawab Aldo.

"Minta maaf bukan gitu caranya!" tegas Rudi.

"Aldo gak mau minta maaf, Pa. Bukan Aldo yang salah, tapi Luna! Dia udah mecahi sparkboard Aldo duluan dan gak mau tanggung jawab!" sanggah Aldo.

"Ya, tapi lo udah ngerusakin motor gue! Lagian, lo duluan yang nyerobot tuh tempat parkir, udah tau gue mau masuk!" tak ingin kalah Luna.

"Emang tuh tempat parkir milik lo doang?! Tuh tempat parkir semua orang! Lagian juga salah lo sendiri, ngapain gak langsung parkir?!" sanggah kembali Aldo.

"Udah, cukup!" serentak kedua orang mereka berseru, mengejutkan Luna dan Aldo segera.

"Penging kuping gue," kemam Aldo mengepalkan tangan, meniup dan memindahkan ke telinga yang berdenging.

Keempatnya membuang napas panjang beriringan, telinga sudah minta ampun lebih dulu karena mendengarkan keributan dari kedua anak mereka. Aldo dan Luna memang seketika diam, namun bibir masih saling menyalahkan tanpa suara yang keluar. Bahkan, mata mereka saling beradu dengan begitu lebarnya, menjadikan wakil dari suara tertahan.

"Kalian berdua ini gak bosen apa berantem tiap hari?! Kita aja udah bosen dengernya!" sarkas Mira.

"Bukan Luna, Ma. Dia yang mulai duluan!" sahut Luna, menunjuk Aldo.

"Lo yang duluan! Ini semua gara-gara lo, Pendek!" turut menunjuk Aldo pada Luna.

"Ya Tuhan," keluh keempatnya bersamaan pelan.

"Udahlah, Mir. Kita nikahin aja mereka berdua, nanti juga bakalan akur sendiri." Sarah berucap, mengejutkan kedua anak mereka menoleh kompak.

"Apa?! Nikah?!" bebarengan Aldo dan Luna.

"Ide yang bagus! Biarin aja mereka tinggal berdua, berantem sendiri terus didenger sendiri. Nanti juga bosen," setuju Bagas.

"Boleh juga, papa yang akan urus semuanya hari ini, biar mereka gak ada kesempatan kabur!" sambung Rudi.

"Pa, Ma!" seru Luna dan Aldo menatap kedua orang tua mereka bergantian.

"Ya enggak mungkin dong Luna nikah sama dia, Ma, Pa. Luna masih belum mau nikah, Luna masih mau belajar!" katanya cepat.

"Aldo juga! Masih banyak yang harus Aldo lakuin sekarang, dan Aldo juga gak mau nikah!" sambung lelaki bercelana pendek itu.