Aldo sejenak terdiam, sampai ia menyadari jika tadi bersama sahabatnya untuk ke kantin. Berbalik badan untuk mengetahui apakah Bryan masih ada bersamanya atau tidak, Aldo justru dibuat terheran dengan sikap mematung dari lelaki yang memang diam membuka lebar mulutnya.
"Kesambet, Lo!" tegur Aldo memukul lengan Bryan, diiringi tatapan semua orang di kantin yang belum mengubah pandangan.
Bryan tersadar, mengecap mulut kosong dan menelan saliva. Tetap berdiri, lelaki berkaos hitam dilapisi jaket senada itu menyentuh kening sahabatnya, berganti pada sisi wajah hingga leher.
"Apaan sih?!" protes Aldo menepis tangan Bryan.
"L-lo baik-baik aja?" terbuka lebar mata Bryan mendekat.
"Muka lo jauhkan dikit ngapa?! Jelek banget!" protes kembali Aldo, melengos dan meneguk minuman sekali lagi.
Bryan mendorong gelas cup pada tangan Aldo, minuman seketika berantakan membasahi pakaian juga celana Aldo. "Ngapain sih?!" kesalnya, berdiri membersihkan pakaian dengan tangan kosong. Bryan membantu untuk membersihkan, justru membuat seluruh orang di kantin melongo sempurna dan mengembangkan kecurigaan pada keduanya.
"Sorry, Al. Gue gak maksud numpahin tuh minuman, gue cuma ngelindungin lo aja." Bryan berucap.
"Eh? Emang gue kenapa?" gak paham Aldo, sudah membiarkan pakaian basahnya dan duduk lagi, berganti mengambil makanan belum tersentuh di atas meja dan memindahkan satu ke mulut.
"Ya lo minum bekas bibir tuh bar-bar, siapa tau muka lo jadi biru-biru semua!" tutur Bryan, terdiam sejenak Aldo lantas tertawa.
"Hahaha, lo kira gue keracunan?!" tawanya.
"Ya, siapa tau aja lo langsung kejang-kejang!" Bryan mulai menarik kursi dan duduk. "Tapi, emang beneran tuh bar-bar calon bini lo, Al? Gue gak pernah denger tuh kabar."
Aldo memahat senyuman, "cocok kan?" memainkan kedua alis.
Bryan menoleh cepat, manik matanya hampir terlepas. "L-lo seriusan?!" tanyanya.
"Oh," singkat Aldo lalu berdiri dan mengayunkan kaki setelah melahap satu sosis bakar.
Bryan sekali lagi harus mematung, makanan di tangan pun sudah terjatuh ke lantai. Hingga ia menarik sendiri kesadaran, menggelengkan kepala cepat dan berulang. "Woy, tunggu! Gue nebeng lo pulang!" teriak Bryan menaikkan tangan kanan, tapi Aldo mengabaikan dengan terus melenggang pergi.
"Sialan nih bocah!" gerutu Bryan, berlari mengejar Aldo. Namun, mengingat ada makanan di atas meja, ia kembali lagi dan mengambil. "Lumayan, lagi laper juga!" kemamnya, memenuhi mulut juga kedua tangan dengan makanan.
Kembali mengejar sahabatnya, hari ini Bryan memang tak membawa kendaraan dan membutuhkan tumpangan. Mobilnya ada di bengkel dari kemarin, dan motor disiram oleh kedua orang tuanya karena ketangkap basah sedang melakukan balap liar Minggu lalu. Hari ini ke kampus, Bryan harus diantarkan oleh sopir yang tak bisa menjemput, karena harus mengantarkan mamanya ke butik.
Langkah cepat Bryan terhenti, tatkala ia melihat adanya Aldo berdiri di balik sebuah dinding pembatas lantai, mengintip ke bawah dan tertawa lepas. Ketakutannya semakin menjadi, beranggapan kalau memang Aldo sudah tidak waras, usai meneguk minuman dari gelas sama milik musuh bebuyutannya. "Beneran gila nih bocah," lirih Bryan, ragu mendekati. "Maju gak ya? Entar gue dilempar ke bawah gimana? Bisa nangis kejer semua cewek di dunia kalau gue sampai is dead duluan!" ragu Bryan, hendak menghampiri lalu mengurungkan dan berulang dilakukan.
Memilih berdiri demi menyelamatkan semua kaum hawa dari banjir air mata, namun Bryan tidak bisa terus diam, karena tawa semakin menjadi dari Aldo. Membulatkan tekad untuk mendekat, mata teralihkan dengan kejadian di bawah. "Buset!" hampir keluar manik mata, melihat adanya Luna tengah mengumpat kesal di tempat parkir. "Lo yang ngelakuin itu?!" tanya Bryan pada Aldo, namun tanya itu tak terjawab karena lelaki di sampingnya sibuk mengeringkan gigi dengan tawa seraya memegangi perut terasa kaku.
Di bawah memang kehebohan sedang terjadi, bersama kerumunan mahasiswa dan mahasiswi memadati, sibuk menjadi penonton kemarahan Luna sedari tadi. Motornya terhempas di atas paving, roda terlepas dengan lumpur memenuhi motor. Siapa lagi yang melakukan, jika buka Aldo dengan menggunakan tangan orang lain. Luna mencari-cari di mana motor milik Aldo, yang sudah tidak ada lagi di tempat parkir sama. Hingga manik mata menangkap lelaki tengah terbahak di atas, Luna mendongak ke atas dan menunjuk.
"ALDOOOOOO!" teriak Luna menggelegar, suaranya hampir memecahkan semua gendang telinga. "TURUN LO DARI SANA!" susul Luna masih dengan nada kencang sama.
"Hahaha!" tawa Aldo semakin meledak, tak sanggup ia menghentikan hingga air mata keluar.
Luna semakin murka tatkala mendengar suara tawa yang terbawa angin, dan hinggap di telinga. Sepatu kets miliknya dilepaskan, melemparkan ke arah Aldo berdiri. Tentu saja itu tidak sampai, Luna pun melepaskan sepatu lain dan melemparkan sekali lagi, kali ini dengan melompat.
"Hahaha, berdiri lo kalau mau lempar gue!" teriak Aldo meledek.
"Dasar sialan lo, Cumi! Awas aja lo sekarang!" geram Luna, menarik kedua celana jeans siap berlari menghampiri.
"Luna, jangan. Lo mau ngapain ke sana?" cegah Nisa.
"Gue bakal nuntut keadilan!" berapi-api kedua mata Luna, menurunkan tangan Nisa yang memegangi lengannya. "Lo tunggu sini, jangan ikut gue!" peringkatnya tajam.
Luna berlari sekuat tenaga, sekencang-kencangnya untuk bisa melampiaskan amarah pada lelaki yang masih saja terdengar suara tawanya. Menggema di dalam telinga dan semakin menyulut amarah, Luna bahkan menyingkirkan siapa pun yang menghalangi langkahnya.
"Banteng ngamuk!" kata Aldo, memukul pundak Bryan begitu tawa sanggup berhenti.
"Ah, sialan lo, Al!" gerutu Bryan, keduanya berlari melalui arah berbeda.
Kaki panjang keduanya dipergunakan sangat lebar, menuju anak tangga untuk turun ke bawah. Sementara Luna, gadis itu baru sampai di atas dan melihat dua sahabat yang berlari dengan sesekali menoleh. "ALDO, BRYAN! LO BERDUA GAK BAKALAN BISA LEPAS DARI GUE SEKARANG!" teriak Luna, melupakan di mana dirinya berada.
"Waaaaa, gila tuh cewek larinya cepet banget!" kata Aldo, semakin mempercepat langkah.
"Udah tau banteng gila, masih aja dikerjain! Nyari mati sendiri aja!" timpal Bryan.
Tidak menuruni satu-persatu anak tangga, keduanya melompat untuk bisa cepat sampai bawah. Luna semakin kalap, kaki sudah seperti orang tengah ikut lomba lari saja. Aldo dan Bryan menuju tempat di mana motor sudah disembunyikan agar tak menjadi sasaran. Buru-buru untuk langsung duduk, tak memedulikan helm yang masih menempel pada tangki motor, Aldo langsung tancap gas pergi.
"ALDOOOOO!" jauh lebih kencang suara Luna, melebarkan kedua kaki dan mengepalkan kedua tangan.
Sempat untuk Aldo berhenti dan menoleh, lalu terbahak bersama Bryan ketika mengetahui seburuk apa pose dari gadis yang sedikit membungkukkan tubuh dengan kedua tangan mengepal, seakan tengah membuat kuda-kuda sebelum pertempuran.
"Hahaha, bye!" teriak keduanya beriringan, menjulurkan lidah meledek Luna.
"Lo berdua bakalan habis di tangan gue!" teriak Luna mulai menggerakkan kaki lagi, Bryan menepuk pundak Aldo agar segera melajukan kendaraan.
"Buruan! Buruan!" cepat Bryan berucap, motor segera pergi dengan tangan dari keduanya melambai pada Luna.
"Lo berdua bakalan nyesel atas hari ini!" teriak Luna hingga terbatuk, napasnya sudah habis. "Aduh, rasanya pengen mati aja, tenggorokan gue kering banget!" kemamnya, memegangi tenggorokan memang sangat kering. Luna membungkuk, bertumpu tangan pada lutut dengan napas terengah. Tidak ada satu pun yang berani melerai keduanya, karena tahu betul siapa yang telah berlangganan membuat ulah, dan terlalu sayang dengan pekerjaan masing-masing.