Nyonya Havva Mehrunisa ketakutan,
"Mommy tidak berani... nanti di kira kita main dukun?"
"Bukan kita yang melakukannya...biarkan Babaanne (nenek) yang melakukannya!"
"Kamu benar!"
Nyonya Havva Mehrunisa tersenyum, dia dapat ide baru.
"Ayo kita temui baba. Bawa laptop mu!"
Ibu dan anak itu segera menuju kamar nyonya Aelia Yilmaz. Orang tua itu baru mau tidur saat mereka datang.
Wajah nyonya Aelia Yilmaz berkerut, dia tidak suka di ganggu
"Ada apa?"
"Maaf Bu... ada masalah penting!" nyonya Havva Mehrunisa berkata dengan wajah serius, tetapi dia tetap bersuara lembut dan hati-hati.
Nyonya Aelia Yilmaz tidak suka tidurnya di ganggu, tapi dia juga penasaran, 'Havva pasti membawa berita penting!"_
"Hmm!" nyonya Aelia Yilmaz duduk di kasur, tangannya di melipat di dada.
Shalinaz Filiz membuka laptopnya.
"Babaanne... Lihat lah ini...!" kata Shalinaz sambil membawa laptopnya ke tepi ranjang neneknya.
Nyonya Aelia Yilmaz tercengang.
"Apa ini? Bagaimana ada hantu di rumah kita?"
Nyonya Aelia seorang yang taat beribadah, dia tidak percaya hantu, tapi dia percaya dengan makhluk gaib.
"Putar lagi!"
"Baik...Babaanne!"
Shalinaz Filiz memutar kembali video itu.
Tayangan video itu bukan rekayasa.
nyonya Aelia beristighfar. Rumahnya selalu di siram air dia.
"Bagaimana mungkin makhluk gaib itu masuk ke rumah kita!"
"Maaf ibu... ku rasa ini bukan hantu atau makhluk gaib...tapi sihir. Sihir perbuatan manusia yang sesat. Saya menduga seseorang telah berbuat jahat di rumah kita. Dia berbuat sihir untuk merusak ketentraman rumah kita!" Nyonya Havva Mehrunisa berkata dengan suara pelan namun penuh tekanan dan dengan maksud yang dalam.
"MAKSUDMU?" wajah nyonya Aelia Yilmaz merah, marah. Dia benci dengan orang yang mengandalkan ilmu sihir. Sihir adalah ilmu hitam. Perbuatan setan.
Nyonya Havva Mehrunisa memanfaatkan keadaan,
"Ibu... Di kamar ku itu tersimpan banyak barang berharga milik keluarga. Seseorang mungkin mengetahui rahasia ini. Aku yakin... ada orang yang sengaja ingin berbuat curang. Mungkin dia ingin mencuri barang berharga itu dari kamar ku!" Nyonya Havva berkata dengan penuh penekanan
"HuhApa menantu kurang ajar itu mau main dukun?" nyonya Aelia Yilmaz terprovokasi, dia langsung menuduh Mumtaz Yilmaz, menantu yang tidak disukainya. Akara Emir Yilmaz menikah dengan Mumtaz tanpa doa restunya.
"Saya tidak tahu! Tapi kita tidak bisa main tuduh begitu, Bu! Sebaiknya kita cari orang pintar... yang bisa mengusir hantu itu!" nyonya Havva berhati-hati mengungkapkan maksudnya, tapi tujuannya jelas.
"Huh, siapa lagi yang bisa jadi tersangka? Aku tidak akan mencari orang pintar, tapi langsung ke sumbernya. Jika dia terbukti berbuat curang di rumah ini, aku tidak segan-segan mengusirnya!" nyonya Aelia Yilmaz berkata dengan suara keras dan tegas.
Dia menduga, Mumtaz Yilmaz mencari dukun mengobati Alara.
Mumtaz Yilmaz berbuat syirik. Perbuatan syirik bertentangan dengan agama. Orang seperti itu tidak pantas menjadi menantu di keluarganya.
Rasa tidak sukanya ke Mumtaz Yilmaz semakin kuat.
Lagipula nyonya Mumtaz memberi dia punya cucu yang berhati lemah dan cacat, lumpuh dan bisa. Alara Yilmaz membuatnya kehilangan harga diri di depan keluarga Yilmaz lainnya.
Nyonya Aelia tidak jadi mengantuk, berganti rasa marah.
"Aku harus bertindak cepat!"_ nyonya Aelia Yilmaz berpikir keras.
Nyonya Havva melirik ke putrinya, Shalinaz mengangguk pelan,
dia mengerti maksud ibunya.
"Babaanne... apa yang harus kita lakukan? Aku takut sihir itu di tujukan padaku. Aku takut!' Shalinaz Filiz pura-pura ngeri.
"Jangan khawatir. Aku akan menyingkirkan mereka!"
"Maksud ibu!" nyonya Havva Mehrunisa pura-pura tidak mengerti.
"Mumtaz dan Alara harus pergi dari rumah kita!" Tegas nyonya Aelia Yilmaz.
"APA?!" Nyonya Havva dan Shalinaz berteriak, pura-pura kaget. Mereka memang jago bersandiwara.
"Ibu... kita tidak bisa asal tuduh. Akara Emir pasti tidak terima. Dia tidak percaya yang beginian. Aku takut dia malah menuduhku menyingkirkan Mumtaz!... tolonglah ibu, aku tidak mau Akara Emir marah padaku dan menuduhku memfitnah Mumtaz!" nyonya Havva berkata dengan wajah cemas.
"Jangan khawatir, aku tidak membiarkan hal itu terjadi!"
"Tapi Bu...!"
Nyonya Aelia Yilmaz mengangkat tangannya,
"Hmm. Besok pagi...sebelum Akara Emir datang, ibu dan anak itu akan ku kirim ke rumah sakit. Jangan sampai mereka membuatku semakin malu!" Nyonya Aelia Yilmaz mengambil keputusan. Keluasannya bersifat mutlak.
"IBU?"
"BABAANNE!"
Ucap Nyonya Havva Mehrunisa dan Shalinaz Filiz bersamaan
"Ibu... tolong ibu pikirkan sekali lagi. Aku tidak ingin kena masalah. Akara pasti tidak setuju...dia...!"
"Aku Ibunya, Aku Tahu Apa Yang Terbaik Bagi Keluarga Ini!"
Nyonya Aelia Yilmaz tak mau dengar.
"Ibu aku mohon... Akara akan menderita berpisah dengan Mumtaz dan Alara...
"Biar saja! Dia harus sadar! Mumtaz dan Alara tidak layak tinggal di rumah ini!"
"Ibu... ibu harus ingat, besok keluarga Heflin akan datang melamar Alara...!"
"'Hah siapa bilang Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Alara tidak pantas menjadi menantu keluarga Heflin. Memalukan!"
Nyonya Aelia sudah mengambil keputusan, "Shalinaz harus menggantikan posisi Alara!"_.
Nyonya Havva Mehrunisa dan Shalinaz Filiz saling pandang. Kemarahan nyonya Aelia membawa nyonya Havva dan Shalinaz Filiz ke pintu gerbang kebahagiaan.
Ternyata keberadaan hantu di rumah itu malah membantu mereka mencapai tujuan dengan cara cepat
Nyonya Havva Mehrunisa menoleh ke Shalinaz Filiz,
"Shalibaz... Kamu tidur di kamar mommy, ya. Mommy takut sendiri!"
Nyonya Havva Mehrunisa sengaja mengungkit masalah hantu tuyul itu lagi.
Nyonya Aelia geleng-geleng kepala,
"Kenapa harus takut, sholat saja. Hantu takut dengan orang yang rajin ibadah!" nyonya Aelia malah menyindir nyonya Havva Mehrunisa, dia ketahuan jarang ibadah.
Nyonya Havva Mehrunisa tidak berani menjawab, dia menarik putrinya, pamit pergi ke kamarnya.
"Jangan lupa sholat!"
"Ya Bu!"
Mereka buru-buru keluar kamar itu. Mereka takut nyonya Aelia mengeluarkan ayat-ayat panjang.
Tiba di kamarnya, nyonya Havva Mehrunisa menghela nafas panjang,
"Ha-ha-ha.... sepertinya aku harus berterima kasih dengan tuyul itu, gara-gara dia tujuan kita jadi mudah!"
Shalinaz Filiz tertawa, tapi dia segera berhenti tertawa mendengar ceramah ibunya.
"Kamu harus latihan menjadi seorang Lady (wanita terhormat), buat calon ibu mertuamu jatuh cinta padamu!"
Shalinaz Filiz cemberut, ibunya ini sudah seperti neneknya, cerewet dan mudah marah.
***
Bandara Internasional Esenboğa(ESB), Ankara.
Bella dan Katrina tiba..
Zaenab tersenyum,
"Akhirnya kalian datang juga!" Zaenab lega.
"KAK ZAENAB!" kedua orang gadis itu berlari memeluk Zaenab.
Mereka tidak mengerti kenapa Zaenab menyuruh mereka ke Turki.
"Ayo aku antar ke apartemen kalian!'
"OKe!" dua orang ini menurut saja.
Sesampainya di apartemen, kedua gadis itu tercengang,
"Kak Zaenab... betulan kami tinggal di apartemen mewah ini?" tanya Bella.
Zaenab tersenyum, " Benar! Tapi kalian istirahat saja dulu. Semua keperluan kalian akan dilayani asisten ku nanti.
Oh ya... aku pamit dulu. Besok sire aku ke sini lagi. Tapi kalau kalian mau jalan-jalan, silahkan saja. Kalau telpon saja aku, saja. oke!"
"Okey!"
Katrin dan Bella menyahut serempak.
Zaenab pamit pergi.
Dia tiba di rumah itu tepat waktu, sebelum nyonya Havva Mehrunisa dan Shalinaz Filiz tiba di pintu kamar Alara.