Chereads / Unpredictable Thing / Chapter 15 - Sebuah Ponsel

Chapter 15 - Sebuah Ponsel

Bruk!

"Brengsek!" umpat Rizan.

Rafka mendorong tubuh Rizan hingga tersungkur ke lantai.

"Bangun lo!" seru Rafka.

"Sialan! Lo benar-benar mencari masalah sama gue!" umpat Rizan.

Rizan dengan segera bangkit dari posisinya. Ia lalu berjalan pelan dengan sorot mata tajamnya ke arah Rafka.

Tepat saat dirinya sudah berada di depan Rafka dengan jarak hanya lima centimeter, Rizan lalu menarik kerah baju Rafka.

"Lo memang abang gue, tapi kalau lo terus saja mengusik hidup gue maka jangan salahkan gue jika gue melawan lo!" ucap Rizan.

Rafka berdecih dan tersenyum miring.

"Oh iya? Lalu lo pikir lo bisa menang melawan gue? Begitu?" tanya Rafka sepele.

"Lo benar-benar memancing amarah gue, sialan! Brengsek lo!" geram Rizan mengeratkan cengkeramannya pada kerah baju Rafka.

Rafka tak tinggal diam. Ia lalu membalas perbuatan Rizan dengan cara menyikut perut Rizan hingga membuat Rizan terjatuh dan memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Shit! Akh!" umpat dan ringis Rizan.

Rafka menemukan sebuah ponsel yang sedikit ke luar dari saku celana Rizan. Rafka kemudian memicingkan matanya. Ia lalu menghampiri Rizan dan sedikit menunduk kemudian memgambil ponsel tersebut dalam satu kali tarikan.

"Kembalikan! Balikin handphone itu!" seru Rizan saat dirinya menyadari hal tersebut sebab tadi saat Rizan mengambilnya dirinya sedang memegang perutnya yang sakit.

"Ini handphone siswi tadi kan?" tanya Rafka.

"Bukan urusan lo! Balikin!" geram Rizan.

Rafka menggeleng.

"Lo benar-benar brengsek! Gue gak akan pernah berikan handphone ini ke lo! Gue akan mengembalikan handphone ini ke siswi itu!" ucap Rafka.

"Balikin sialan!" ucap Rizan dengan suara yang menggelegar pada seisi ruangan.

Namun Rafka mengabaikan hal tersebut.

"Di mana kelas anak itu?" tanya Rafka pada Sauqi.

"Gue temenin lo bang. Ayo," ucap Sauqi.

Rafka pun mengangguk.

"Kalian urus teman kalian ini. Bantu dia untuk mengompres perutnya," ucap Rafka.

Namun Ryan dan Fano hanya diam. Rafka dan Sauqi lalu ke luar dari ruangan tersebut.

"Lo aja deh yang bantu dia. Gue males!" ucap Ryan lalu pergi begitu saja dari sana.

"Lho lho yan? Tapi yan? Ryan! Woi!" Fano mencoba untuk memanggil Ryan namun diabaikan oleh Ryan.

"Apa? Lo mau pergi juga? Silakan! Gue gak butuh teman seperti kalian!" ucap Rizan dengan sinis.

Fano menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia lalu tersenyum kikuk.

"Ngomong apa sih lo? Gue gak mungkin tinggalin lo. Pasti gue bantu lo lah. Ayo gue antar ke UKS," ucap Fano.

Fano lalu menghampiri Rizan dan memapah Rizan menuju ke UKS.

........

Guru menutup acara MPLS di hari kedua di kelas Clemira.

"Terima kasih untuk semua murid yang telah hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan MPLS ini. Dan besok adalah hari terakhir untuk kalian mengikuti MPLS di sini,"

"Jadi saya sangat berharap di hari terakhir besok ada banyak sekali kenangan yang tidak akan kalian lupakan dan menjadi momen MPLS terbaik selama tiga hari ini. Jangan lupa siapkan beberapa lembar kertas origami untuk nantinya dituliskan sesuatu terkait kesan dan pesan atau ungkapan perasaan kalian selama mengikuti MPLS,"

"Dan satu lagi. Jangan lupa siapkan surat untuk kakak-kakak OSIS yang paling berkesan menurut kalian lalu langsung berikan surat tersebut kepada orangnya. Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan?"

Clemira mengangkat tangannya.

"Saya bu izin bertanya," ucap Clemira.

"Iya. Mau tanya apa?"

"Kalau suratnya gak untuk anak OSIS boleh gak bu? Ke kakak kelas yang lain gitu?" tanya Clemira.

Guru tersebut tersenyum.

"Kamu boleh memberikan surat kepada siapa pun tapi harus ada satu surat yang ditujukan kepada anak OSIS ya supaya MPLS kalian yang dibimbing oleh anak OSIS benar-benar terasa berkesan dan ada kenangannya,"

Clemira pun tersenyum pahit.

'Bagi gue gak ada satu pun dari anak OSIS yang masuk di kelas ini berkesan untuk gue. Sama aja semuanya kecuali abang kelas itu. Tapi dia bukan anak OSIS.' ucap Clemira di dalam hatinya.

"Oke begitu ya anak-anak. Sampai di sini pertemuan kita hari ini. Hati-hati di jalan. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam," ucap murid di kelas Clemira.

Guru lalu meninggalkan kelas Clemira.

"Memangnya kamu ingin memberikan surat ke siapa besok Cle? Apa ada kakak kelas selain anak OSIS yang kamu kenal di sini?" tanya Liora.

Clemira pun mengangguk.

"Ada Li tapi gak begitu kenal sih. Gak tahu juga siapa namanya. Tapi dia baik, baik banget malahan. Keren lagi," ucap Clemira.

"Wah aku menjadi penasaran deh sama orangnya," ucap Liora.

........

Rafka dan Sauqi kini sedang berjalan di koridor menuju ke kelas Clemira.

"Apa sebenarnya yang membuat Rizan sampai melakukan hal ini ke dia? Kenapa begitu keterlaluan dan terus-terusan?" tanya Rafka.

"Gue gak tahu bang. Tapi awalnya ya semua itu hanya karena Clemira mengatakan bahwa Rizan itu jelek. Bukan seorang ketos yang ganteng. Cuma gitu sih. Dan itu pun tidak langsung bicara di depan Rizan namun kami dengar karena kebetulan kami saat itu masuk ke kelas mereka," ucap Sauqi menjelaskan.

"Berlebihan sekali," ucap Rafka.

Drrrtttt

Ponsel Clemira yang dipegang oleh Rafka tiba-tiba saja berdering menandakan jika ada panggilan yang masuk di sana.

"Ponselnya si Clemira kayaknya ada yang menghubungi deh bang," ucap Sauqi.

Rafka lalu menatap layar ponsel handphone Clemira dan menemukan nama Adnan di sana.

Bang Adnan Gesrek

'Siapa orang ini?' ucap Rafka di dalam hatinya.

Rafka lalu menerima panggilan tersebut.

"Halo beb. Kamu di mana sih? Abang udah tungguin kamu di tempat biasa ini. Buruan ke sini ya sayang," ucap Adnan dari seberang telepon.

Rafka mengerutkan dahinya mendengar suara Adnan yang berbicara seperti itu.

'Beb? Sayang? Apa lelaki ini adalah kekasihnya? Menjijikkan sekali cara berbicaranya.' ucap Rafka di dalam hatinya.

"Siapa bang?" tanya Sauqi.

Rafka mengendikkan bahunya. Ia lalu memutuskan sambungan telepon tersebut secara sepihak.

"Pacarnya kayaknya. Biar orangnya aja nanti yang bicara langsung," ucap Rafka.

Sauqi pun mengangguk.

........

Adnan mengerutkan dahinya saat panggilannya tiba-tiba diptus tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Ini kenapa Clemira matiin telepon dari gue coba? Oh mungkin masih ada gurunya kali ya. Ah ya udah lah gue tungguin aja di sini," gumam Adnan.

........

Di lain sisi,

Clemira benar-benar ragu untuk ke luar dari kelasnya sebab ponsel dirinya masih belum ada di tangannya.

"Gue benar-benar takut untuk pulang deh Li. Gue takut kalau bang Alvan bakalan marah sama gue karena handphone gue gak ada. Gimana dong?" ucap Clemira.

"Aku juga bingung Cle. Aku ingin bantu kamu tapi aku juga takut sama kak Rizan. Gimana ya Cle?" ucap Liora.

"Ini pasti bang Adnan udah di depan. Gue takut banget sumpah," ucap Clemira.

"Atau gak kita coba cek lagi ke ruang OSIS itu Cle? Siapa tahu nanti ada kesempatan untuk kita ambil

ponsel kamu? Gimana? Kita ke luar aja dulu dari kelas," ucap Liora.

Clemira tampak berpikir sejenak. Ia lalu menghela nafasnya dan mengangguk.

"Ya udah deh kalau gitu. Kita coba lihat ke sana ya Li," ucap Clemira.

Liora pun mengangguk. Mereka lalu bangkit dari posisi duduk mereka dan berjalan ke luar dari kelas tersebut.

Saat dirinya baru saja ke luar dari kelas, bertepatan dengan itu Clemira melihat Rafka yang sedang berjalan menuju ke kelasnya. Hanya tersisa beberapa langkah saja Rafka dan Sauqi akan tiba di depan kelas mereka.

......