Chereads / It's Called Love / Chapter 1 - Chapter 0 Prologue

It's Called Love

🇮🇩alemannus
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 0 Prologue

Cuaca hari ini terlihat sangat bagus dan bersahabat. Langit biru cerah dengan gumpalan awan putih yang empuk menghiasinya. Awan-awan itu bergerak dengan perlahan untuk menghalau sinar matahari yang terik seolah tahu kalau pria yang baru saja keluar dari dalam sebuah mobil itu tidak terlalu suka jika terkena sinar matahari terlalu banyak. Betapa beruntungnya pria itu selalu diikuti dewi keberuntungan dihidupnya. Entah kebaikan apa yang telah dia lakukan di kehidupan sebelumnya.

"Selamat datang! Oh! Anda sudah datang! Silahkan masuk, pak."

Pria itu hanya diam dan mengikuti pria tua yang menyambut kedatangannya. Para pengunjung yang kebetulan berada disana langsung memalingkan pandangan mereka pada pria itu dan sontak langsung berdecak kagum pada apa yang mereka lihat. Wahh, bagaimana bisa Tuhan menciptakannya dengan begitu sempurna? Memang tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini tapi pria itu terlalu sempurna untuk ukuran manusia. Lihat saja wajah dan badannya. Woah, entah berapa kali mereka berdecak kagum saat melihatnya.

"Ma, kakak itu sangat tampan!" Ucap gadis kecil dengan senyuman lebarnya.

"Kau menyukai kakak itu?" Tanya ibunya sambil terkekeh.

"Em! Saat aku besar nanti, aku mau menikahinya! Aku akan tumbuh dengan cepat lalu bertemu dengan kakak itu lagi!" Jawab gadis kecil itu bersemangat.

Pria itu hanya tersenyum miring saat mendengar jawaban gadis kecil itu. Pernyataan seperti itu sudah sering sekali dia dengar. Mungkin sejak dia kecil, saat berada di taman anak-anak sampai sekarang. Kalau dihitung sudah berapa banyak gadis ya yang menangis karena penolakannya. Hmm, mungkin hari ini akan bertambah satu atau mungkin lebih dari itu? Kasihan sekali.

"Gadis kecil." Ucap pria itu yang tiba-tiba memutuskan untuk berjongkok dihadapan gadis kecil itu.

"Saat kau dewasa nanti, berarti saat itu kakak pasti sudah punya anak seumurmu. Jadi kau tidak bisa menikahiku." Ucap pria itu lagi sambil tersenyum lebar.

"Tidak bisakah kakak menungguku besar?" Tanya gadis kecil itu dengan sedih.

"Sayang sekali, aku sudah menemukan wanita yang aku cintai." Jawab pria itu sambil terkekeh pelan.

"Tapi kalian kan belum menikah." Ucap gadis kecil itu dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Memang belum, tapi aku akan menikahinya sebentar lagi." Ucap pria itu dengan senyum sumringahnya.

Setelah mengatakan itu, pria itu kembali berdiri dan berjalan pergi masuk kedalam sebuah lift yang berada tidak jauh dari tempat gadis itu berada. Sebelum pintu lift itu tertutup, pria itu sempat melambaikan tangannya kepada gadis kecil itu dengan sebuah senyuman lebar diwajahnya. Tepat setelah pintu lift itu tertutup, gadis kecil itu langsung menangis sambil memeluk ibunya yang bingung harus melakukan apa.

"Tidak apa-apa, sayang. Kau tidak perlu menangis. Di masa depan kau akan bertemu dengan pangeran yang jauh lebih tampan dari kakak itu." Ucap ibunya sambil membelai lembut rambut gadis kecil itu.

"Aku tidak mau! Tidak ada yang setampan kakak itu!" Ucap gadis kecil itu sambil menyeka ingusnya yang tidak sengaja keluar saat dia sedang berbicara.

"Kalungnya sudah siap, bu. Silahkan dilihat terlebih dahulu." Ucap seorang petugas yang baru saja datang dari dalam sebuah ruangan.

"Oh iya, benar. Berapa harganya? Aku ingin membayarnya." Ucap wanita itu sambil mengeluarkan dompetnya dari dalam tas.

"Seseorang sudah membayarnya barusan, bu."

"Siapa?"

"Pria yang baru saja naik ke lantai atas." Jawab petugas itu.

Sementara itu didalam lift, tersangka utama yang membuat gadis kecil itu menangis malah tertawa kecil sambil melihat pantulan bayangannya di pintu lift. Sekretarisnya yang berdiri tepat dibelakangnya langsung bergidik ngeri saat melihatnya. Kalau tidak karena hubungan pertemanan mereka dan gaji yang besar, mungkin dia akan berhenti dari pekerjaan ini secepat mungkin. Demi kesehatan mental dan jiwanya yang berharga, seharusnya dia sudah mengundurkan diri. Tapi demi kesehatan dompet dan masa depannya, dia terpaksa harus bertahan.

Hidup memang berat.

"Anda terlalu berlebihan terhadap anak kecil, pak. Tidak perlu sampai membuatnya menangis."

"Aku hanya memperlihatkan padanya hidup yang sebenarnya." Jawab pria itu dengan santai.

"Tapi tetap saja itu keterlaluan. Dia masih sangat kecil untuk-" Ucap sekretarisnya dengan nada tidak percaya.

"Tidak semua yang ada didunia ini dapat berjalan sesuai kehendaknya. Untuk anak seumur itu harusnya sudah tahu hal ini. Jangan terlalu memanjakan anak kecil." Ucap pria itu dengan datar.

Sekretarisnya memilih untuk diam dan menahan kekesalannya dalam-dalam karena pada akhirnya dia akan selalu kalah jika sudah berdebat dengan atasannya. Tapi entah kenapa hari ini tanpa sadar dia malah menjulurkan kedua tangannya ke belakang kepala Orion seolah-olah dia akan menggaruk kepala Orion jika Orion bukan atasannya. Ah, mungkin ini reflek bawah alam sadarnya yang sudah tidak tahan lagi.

"Aku bisa melihatnya." Ucap Orion sambil menatap tajam bayangan sekretarisnya melalui pintu lift.

"Maafkan saya, pak." Ucap sekeretarisnya terkejut sambil menurunkan tangannya dengan cepat.

"Kau punya dendam padaku?" Tanya Orion dengan kesal.

"Tidak, pak. Mana mungkin saya berani seperti itu." Jawab sekretarisnya dengan sikap tegap sempurna.

"Hari minggu temui aku di tempat tennis." Ucap Orion tiba-tiba.

"Baik, pak. Apa?! Bagaimana bisa?! Kau tega mengambil akhir pekanku yang berharga?! Hey, ayolah bro! Kau kan tahu kalau aku tidak bisa diganggu saat akhir pekan! Bro-" Ucap sekretarisnya dengan terkejut.

"Ini perintah." Ucap Orion dengan cuek.

Yup, semenyebalkan itulah pria yang bernama Orion. Segala kesempurnaan yang orang katakan langsung hilang begitu saja saat pria itu mulai membuka mulutnya. Perkataan dan sikapnya itu- hah... Sudahlah. Tidak ada yang mampu mengatasi sifat menyebalkannya itu. Ah, ada sih. Hanya satu orang dan nampaknya orang itu juga mulai kewalahan menghadapinya. Bahkan kakeknya saja sudah menyerah dengan sifat cucunya yang satu ini.

Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan mewah berinterior modern dengan sentuhan unik bebatuan yang terpajang di berbagai tempat. Seorang pria tua langsung menyambut kedatangan Orion dengan suka cita sementara Orion langsung duduk ke salah satu sofa yang ada disana diikuti dengan sekretarisnya yang dengan setia berdiri tepat dibelakangnya. Wajahnya tidak berekspresi dan aura mengintimidasinya sangat kuat sehingga pria itu langsung menelan ludahnya dengan kasar.

"Saya baru saja hendak pergi ke rumah anda tapi sepertinya anda ingin mengambilnya sendiri." Ucap pria tua itu dengan senyuman canggungnya.

"Kau tidak membuat kesalahan pada desain nya kan?" Tanya Orion dengan sangat serius.

"T-Tentu saja tidak! Kami bisa menjamin kualitas bahan dan permatanya! Anda tidak perlu khawatir." Jawab pria tua itu dengan cepat sambil cepat membuka sebuah kotak hitam.

"Pastikan dengan teliti, aku tidak ingin ada kesalahan sedikitpun." Ucap Orion dengan tegas.

Tidak terasa hari sudah semakin gelap dan orang-orang mulai merangkak pulang ke rumah mereka masing-masing setelah hari panjang mereka yang melelahkan. Tidak terkecuali wanita cantik dengan rambut hitam panjang lurus sepinggang yang sedang mengemudikan mobil kecil tua di jalanan ibu kota. Dia terus melirik ponselnya untuk melihat pesan yang masuk dan jam yang menunjukkan waktu saat ini.

Kalau saja dia tidak memiliki janji dengan seseorang, mungkin dia bisa sedikit lebih tenang sambil menikmati suasana di sore hari. Tapi berhubung orang yang akan dia temui nanti adalah orang yang sangat disiplin dengan waktu jadi dia tidak bisa merasa tenang dengan kemacetan yang menyebalkan ini. Sial! Dia memaki dalam hati sambil memejamkan kedua matanya. Dia hanya bisa pasrah pada keadaannya saat ini. Dia hanya bisa berharap kalau semuanya akan baik-baik saja kedepannya.

Setelah melewati kemacetan dengan penuh kesabaran, akhirnya wanita itu tiba juga di rumahnya dengan selamat. Tanpa menyia-nyiakan waktu lagi, dia langsung bergegas menuju kamar mandi sesaat setelah masuk kedalam rumah. Membersihkan dan memastikan tidak ada lagi kotoran yang menempel di tubuhnya. Dengan gaun dan sepatu yang sudah disiapkan, dia siap untuk pergi.

"Ah, sebaiknya pakai make up sedikit." Ucapnya sambil merenggangkan kedua tangannya.

"Well, kita mulai darimana.." Ucapnya lagi sambil memperhatikan peralatan make up yang dia miliki.

Orion menghentikan laju mobilnya tepat didepan sebuah bangunan apartemen. Dia keluar dari dalam mobil lalu bersender didepannya. Tentu saja kehadirannya langsung menarik banyak pasang mata yang ada disana. Siapa sih yang tidak akan memalingkan wajahnya jika ada pria tampan yang sedang berdiri di pinggir jalan? Dia membenarkan letak kacamata hitam di wajahnya lalu melipat kedua tangannya didepan dada. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang pujaan hati.

Dari kejauhan dia bisa melihat seorang wanita cantik keluar dari dalam gedung apartemen dengan langkah yang anggun dan menawan. Dia bahkan sampai melepas kacamatanya agar dia bisa melihat wanita itu lebih jelas. Ah, saat ini dia merasa kalau dia adalah laki-laki paling beruntung didunia ini. Dia punya wanita cantik dan pintar disampingnya jadi dia tidak butuh apapun lagi sekarang. Men, i won this life.

"Hey pretty girl." Ucap Orion lalu bersiul.

"Maaf membuatmu menunggu. Jalanan sangat macet tadi." Ucap wanita itu dengan senyuman cantiknya.

"Mau seribu tahun pun akan aku tunggu." Ucap Orion sambil meraih kedua tangan wanita itu.

"Umur manusia saja tidak sampai 100 tahun." Jawab wanita itu sambil terkekeh.

"Ada beberapa yang bisa hidup sampai 100 tahun." Ucap Orion sambil mengangkat kedua alisnya keatas.

"Hanya mereka yang beruntung saja." Ucap wanita itu.

"Kau sudah siap?" Tanya Orion sambil mengecup tangan wanita itu.

Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan sambil tersenyum tipis. Mereka berjalan ke sisi penumpang depan dan dengan sigap Orion membukakkan pintu mobilnya agar wanita itu bisa masuk kedalam mobil dengan nyaman.

"Terima kasih." Ucap wanita itu dengan senyuman manisnya.

"Anything for you." Ucap Orion sambil mengedipkan sebelah matanya.

Mereka berkendara sekitar 20 menit menuju tempat yang sudah disiapkan oleh Orion dari jauh-jauh hari. Sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara. Mereka sengaja menyimpan cerita mereka untuk mereka bicarakan nanti saat sudah tiba di tempat yang mereka tuju.

"Kau suka tempatnya?" Tanya Orion saat mereka masuk ke dalam sebuah bangunan.

"Suka." Jawab wanita itu sambil menatap Orion dengan senang.

Orion menghela napasnya dengan lega sambil memperhatikan kekasihnya yang sedang berjalan dengan girang sambil memperhatikan sekeliling mereka dengan tatapan berbinarnya. Dia bangga pada dirinya sendiri. Semua usahanya benar-benar menghasilkan hasil yang bagus. Setidaknya sesuai harapan yang dia inginkan. Orion menyeka rambutnya ke belakang dengan penuh percaya diri. Otaknya yang pintar memang sangat berguna. Dia berterima kasih atas itu. Ah ya, jangan lupakan wajah tampannya yang sudah membantunya selama ini.

Punya wajah tampan memang sangat menguntungkan.

"Sudah kubilang kalau pesonaku ini sulit untuk ditolak." Ucap Orion sambil menyeringai.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya wanita itu sambil menatap Orion yang sedang melakukan pose aneh sambil tersenyum seperti orang gila.

"Tidak, aku hanya melihat interior bangunan ini. Ternyata bagus juga." Jawab Orion dengan kikuk.

"Kau bisa melihatnya nanti setelah makan." Ucap wanita itu sambil mengisyaratkan pada Orion untuk mendekat.

"Baiklah." Ucap Orion dengan patuh layaknya seorang anak kecil.

Mereka menikmati waktu berdua sambil menikmati hidangan mewah yang disajikan dengan cantik. Terima kasih untuk chef dan team nya yang sudah bekerja keras untuk semua makanan ini karena wanitanya tampak sangat bahagia saat mencicipi semua makanan yang ada. Alunan lembut musik mengisi setiap sudut ruangan yang sudah dihiasi oleh bunga-bunga segar berbagai warna. Lampu didalam ruangan itu juga disesuaikan dengan momen yang ada jadi suasana yang mereka rasakan terasa sangat romantis.

Orion rasa inilah saatnya dia mengeluarkan senjata rahasianya.

"Aubrieta." Panggil Orion dengan lembut.

"Ya." Jawab Aubrieta dengan bingung.

"Sudah berapa lama kita saling mengenal?" Tanya Orion sambil menatap kedua mata Aubrieta dalam-dalam.

"Mungkin sudah tahun." Jawab Aubrieta sambil memikirkan sudah berapa lama mereka mengenal satu sama lain.

"Ah, ternyata sudah selama itu ya." Ucap Orion sambil tersenyum.

"Kenapa?" Tanya Aubrieta bingung.

"Aku masih tidak menyangka takdir membawaku sampai disini. Bertemu dan jatuh cinta padamu adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya."

"Dulu, aku sama sekali tidak bisa membayangkan masa depanku. Apakah aku masih hidup? Apakah aku bisa bahagia suatu saat nanti? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu aku pikorkan setiap hari. Sekarang, aku merasa hidupku lebih berarti sejak bertemu denganmu."

"Aku tidak bisa bayangkan jika di masa depanku tidak ada kamu disampingku."

"Aku mau kamu bisa berjalan bersamaku menuju masa depan yang aku bayangkan. Bersama kita ukir masa depan yang indah itu. Bukan sebagai pacar tapi sebagai istriku."

"Jadi apa kamu ingin menikah denganku?"

Orion berlutut sambil menjulurkan kotak berisi cincin permata yang telah dia buat dengan sangat hati-hati. Seluruh pikiran dan hatinya dia tuangkan semua kedalam cincin ini dan dia berharap perasaannya dapat tersampaikan dengan baik pada Aubrieta. Dia ingin Aubrieta tahu kalau dia benar-benar serius dengan hubungan ini dan hatinya hanya untuk Aubrieta seorang. Orion tidak dapat menahan rasa senangnya saar dia benar-benar yakin kalau Aubrieta pasti akan menerimanya. Tidak mungkin pria seperti dirinya ditolak.

"Tidak." Jawab Aubrieta dengan cepat tanpa pikir dua kali lagi.

Bagai tersambar di siang bolong, Orion mematung dan terdiam. Dia tidak salah dengar kan? Tidak, pendengarannya masih sehat. Apa ini? Apa dia baru saja ditolak? Dia ditolak? Seorang Orion ditolak? Dada Orion langsung berdenyut nyeri saat dia lihat kesungguhan di mata Aubrieta saat menolaknya. Jadi selama ini apa? Apa hubungannya tidak berarti sama sekali untuk Aubrieta? Kenapa? Apa yang salah?

"Apa?" Tanya Orion terkejut.

"Aku bilang tidak." Jawab Aubrieta dengan serius.

"Apa? Aku tidak salah dengar kan? Kau bahkan tidak berpikir lagi sebelum menjawab- Aubri. Kau! Tidak salah menjawab kan? Kau tahu bedanya iya dan tidak kan?" Ucap Orion tidak percaya.

"Maaf, aku belum bisa menerima lamaranmu. Jadi jawabanku tidak." Ucap Aubrieta dengan rasa bersalah.

"Kenapa?! Aku cinta kamu dan kamu juga cinta aku tapi kenapa- kau! Aubri. Aku tidak bisa menerimanya! Kau! Kau menolakku?! hah!" Ucap Orion sambil menyentuh kepalanya yang mendadak pusing.

Dari kejauhan beberapa orang bertanya-tanya dengan apa yang sedang terjadi. Mereka bingung dengan aba-aba yang diberikan Orion.

"Apa itu tandanya kita harus melepaskan party popper sekarang?" Tanya salah satu dari mereka dengan bingung.

"Tuan bilang saat dia menyentuh dahinya kita harus segera melepaskan party popper, kembang api dan tulisan yes di taman."

"Kalau begitu ayo kita lakukan."

Secara mengejutkan confetti berjatuhan diatas mereka dan kembang api berbentuk love dilepaskan di udara. Beberapa orang keluar untuk bertepuk tangan dan mengucapkan selamat sambil membawakan bunga yang sangat banyak. Aubrieta menggigit bibir bawahnya sambil memperhatikan reaksi Orion yang nampaknya masih terkejut dan terguncang. Bukannya dia tidak mencintai Orion. Hanya saja dia punya alasan yang kuat untuk menolak lamaran pria itu.

"Selamat atas pertunangannya, pak! Kami berharap semoga kalian berdua bahagia selalu sampai tua nanti!"

"Keluar." Ucap Orion dengan dingin.

"Maaf, pak. Apa kami melakukan kesalahan?" Tanya mereka dengan bingung.

"AKU BILANG KELUAR." Teriak Orion dengan marah.

___________

To be continued