"Joanna Smith. Putri bungsu dari keluarga Hitech Corp. Punya dua orang kakak laki-laki. Umurnya 27 tahun dan bekerja sebagai manajer operasi di perusahan K selama 2 tahun. Detail lain bisa anda baca di dokumen ini." Ucap Sean si sekretaris.
"Jadi bajingan itu sedang dijodohkan dengan putri Hitech Corp." Ucap Orion sambil mengambil dokumen yang berisi identitas Joan.
"Anda juga bisa melihat beberapa foto yang diambil saat proses penyelidikan."
Orion mengambil foto-foto itu lalu melihatnya dengan seksama. Wajahnya terlihat tenang. Dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun. Dia juga belum mengatakan sepatah katapun saat melihat foto itu. Sean juga tidak berani mengatakan apa-apa karena dia takut Orion akan melakukan hal-hal yang diluar ekspetasinya. Untuk sesaat Sean merasa kasihan pada nasib wanita ini. Entah apa yang akan terjadi kepada wanita ini nanti.
"Bukan dia." Ucap Orion.
"Apa?" Tanya Sean dengan bingung.
"Mereka orang yang berbeda. Wanita yang aku temui bukan dia."
"Tapi nomor plat mobil itu atas nama wanita ini. Aku sudah memastikannya berkali-kali." Ucap Sean bingung.
"Berarti ada orang lain lagi didalam permasalahan ini. Kau yakin sudah menyelidiki semuanya?"
"Iya, aku sudah memastikan semuanya. Tidak ada yang terlewatkan." Jawab Sean dengan yakin.
"Kalau begitu cari wanita yang bertemu denganku kemarin. Kau bisa melihatnya melalui cctv restoran. Aku yakin semuanya pasti terekam dengan baik disana."
"Aku akan melakukannya saat pulang kerja."
"Tidak, kau harus mencarinya sekarang. Pastikan kau menemukan wanita itu."
"Tapi bagaimana dengan jadwalmu?" Tanya Sean bingung.
"Aku bisa mengurusnya sendiri. Aku tidak mau tahu, kau harus menemukannya."
"Kenapa kau mau menemukannya? Aku bertanya sebagai temanmu bukan sebagai sekretarismu. Maksudku wanita itu tidak melakukan sebuah kejahatan dan orang yang seharusnya bersalah disini adalah Keanu."
"Tidak kau salah. Wanita itu melakukan banyak kejahatan. Dia memalsukan identitasnya, melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, mengatakan sesuatu yang bersifat menghina dan membuat muka ini tercoreng di tempat umum." Ucap Orion dengan wajah datarnya.
"Aku.. Rasa itu bukanlah sesuatu yang serius." Ucap Sean sambil menatap Orion dengan tatapan aneh.
"Aku tidak akan mengulangi perkataanku lagi. Hari ini kau harus menemukannya. Cari semua kenalannya, teman ataupun orang-orang yang berada disekitarnya. Kau harus menemukannya secepat mungkin."
"Baiklah, aku akan pergi." Ucap Sean pasrah.
"Bagaimana dengan bajingan itu?" Tanya Orion tiba-tiba.
"Maksudmu Keanu?" Tanya Sean kembali.
"Apa ada bajingan lain lagi selain dia di hidupku?"
"Pffftt.. Kau benar. Saat ini ponselnya masih tidak aktif dan menurut sekretarisnya dia sedang mengambil cuti saat ini."
"Kemana dia pergi?"
"Tidak ada yang tahu. Bahkan sekretarisnya saja sulit untuk menghubunginya. Aku sudah pergi ke rumahnya tapi ibunya juga tidak mengetahui keberadaan anaknya saat ini." Jawab Orion.
"Kau boleh pergi." Ucap Orion setelah mendengus.
"Baik, kalau begitu aku permisi. Kalau terjadi sesuatu cepat hubungi aku." Ucap Sean.
"Aku bukan anak kecil lagi, jangan khawatir."
"Hanya mengingatkan saja." Ucap Sean sebelum benar-benar pergi.
Sementara itu di tempat lain, Aubri dan Joan nampak sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing dengan tenang. Aubri dengan laptopnya dan Joan dengan cemilannya. Setelah insiden tidak terduga yang terjadi kemarin, mereka memilih untuk tidak lagi membahas hal itu. Lagian sampai sekarang belum ada masalah baru yang muncul jadi untuk saat ini mereka masih bisa bernapas dengan lega.
"Kau benar-benar ingin mengikuti kontes itu?" Tanya Joan tiba-tiba.
"Iya."
"Bukannya kau sudah terkenal di kalangan penggemar komik? Untuk apa lagi kau ikut kontes lagi?"
"Aku mau masuk ke perusahaan yang lebih besar dan terjamin." Jawab Aubri tanpa mengalihkan fokusnya pada layar laptop.
"Mau aku buatkan perusahaan khusus hanya untuk kamu?" Tanya Joan dengan serius.
"Tidak, terima kasih. Lebih baik kau pikirkan bagaimana hidupmu jika ayahmu tiba-tiba memblokir kartu kreditmu." Jawab Aubri.
"Aku bahkan tidak mau membayangkannya. Itu adalah mimpi buruk."
"Sudah saatnya untuk kau lepas dari kartu itu dan menjadi mandiri." Ucap Aubrieta.
"Untuk apa punya uang jika tidak untuk digunakan? Ayahku benar-benar butuh anak sepertiku agar dia terus mendapatkan motivasi untuk mencari uang." Ucap Joan sambil meletakkan plastik cemilannya yang sudah kosong ke lantai.
"Anak orang kaya memang berbeda." Ucap Aubri sambil terkekeh.
"Setidaknya aku menghabiskan uang ayahku bukan uang dari orang lain. Lagian juga aku tidak seburuk itu. Kau tahu kan aku hidup hemat dan tidak boros."
"Iya, kau benar-benar hemat dan tidak boros sampai-sampai gaji mu hanya bisa menutupi biaya makan mu saja." Ucap Aubri sambil menahan tawanya.
"Tapi lumayan kan? Aku bisa makan dengan kerja keras ku sendiri." Ucap Joan dengan penuh percaya diri.
"Iya, kau benar. Aku bangga sekali padamu." Ucap Aubri sambil tersenyum lebar sampai deretan gigi rapinya terlihat.
Joan berdiri lalu memeluk Aubri dari belakang dengan erat sebelum kembali ke posisi semula untuk memakan cemilan yang berbeda. Oh iya, mereka berdua sedang berada di dalam apartemen Aubrieta. Tidak begitu luas tapi nyaman sekali untuk ditinggali. Kamarnya hanya ada dua. Yang satu untuk kamar tidur dan yang satu lagi untuk ruang bekerja. Ada dapur juga, ada ruang keluarga dan ruangan kecil untuk mencuci baju. Secara keseluruhan apartemen ini terlihat bagus dan rapi.
"Baru dua hari ditinggal pergi tapi rasanya sudah seperti satu tahun saja. Ahhh.. Aku sangat merindukannya." Ucap Joan sambil merentangkan tubuhnya diatas kasur.
"Dylan pergi lagi?" Tanya Aubri sambil melirik Joan dari cermin.
"Iya, dia bilang harus kembali ke kampung halamannya. Dia tidak bilang alasannya dan aku juga tidak bisa menanyakan alasannya. Aku takut dia tidak merasa nyaman jika aku terus merasa penasaran dengan kehidupannya."
"Kalian sudah pacaran selama satu tahun tapi kau masih merasa takut?"
"Sebenarnya ada begitu banyak ketakutan di dalam diriku tapi aku lebih takut lagi jika suatu hari nanti kehilangan Dylan." Jawab Joan setelah terdiam beberapa saat.
"Kalian sudah sejauh apa? Maksudku apa kalian sudah membicarakan rencana ke depan? Kau tahu sendiri kan kalau ayahmu pasti tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Ucap Aubrieta sambil memutar badannya kebelakang untuk menatap Joan.
"Aku tahu hubungan ini akan sangat susah kedepannya. Latar kami yang sangat berbeda pasti sulit diterima untuk keluargaku dan keluarganya. Tapi, aku tidak bisa berpisah dengannya."
"Aku mengerti apa yang kau rasakan saat ini." Ucap Aubrieta sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Kau dengan pria itu juga melalui hal yang sama?" Tanya Joan penasaran.
"Kami berkencan 3 tahun tapi berakhir dengan akhir yang buruk hanya karena perbedaan status sosial. Itulah hidup, kadang tidak selalu berjalan sesuai rencana." Jawab Aubri dengan senyum tipisnya.
"I'm sorry for hear that."
"It's Okey, sudah lima tahun berlalu. Aku bahkan sudah mulai lupa dengan wajahnya." Ucap Aubrieta sambil tertawa.
"Benar, pria pengecut seperti itu memang pantas untuk dilupakan! Fuck Off Asshole!" Ucap Joan.
"Yeah! Fuck Off Bitch!" Ucap Aubrieta dengan penuh semangat.
"Aku harap semua pria yang meninggalkan kita masuk neraka." Ucap Joan setelah bersorak.
"Aku harap semua pria yang meninggalkan kita tidak bisa tertawa seumur hidup mereka." Ucap Aubrieta setelah ikut bersorak dan bertepuk tangan.
"Kasihan sekali mereka." Ucap Joan sambil tertawa.
"Aku harap Joan dan Dylan tidak berakhir sepertiku. Tolong jangan ganggu mereka berdua. Kalian dengar itu!" Ucap Aubri sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Amin!" Sorak Joan.
Mereka berdua lalu tertawa bersama tanpa beban. Layaknya dua anak kecil yang sedang menikmati hidup mereka tanpa beban dunia. Benar-benar tawa tulus dan bahagia yang sangat jarang mereka dapatkan di umur yang sekarang. Ah, jadi ingat masa-masa itu. Masa dimana mereka belum merasakan yang namanya pahit kehidupan. Tidak saja patah hati ataupun kesedihan. Murni hanya ada kebahagiaan atas segala hal. Bebas bermimpi tanpa takun akan jatuh. Benar-benar indah sekali masa itu.
"Eh tapi by the way apakah dia pernah menghubungimu selama lima tahun ini?" Tanya Joan penasaran.
"Tidak, selama dua tahun aku terus menghubunginya. Tapi tidak ada satupun balasan pesan atau teleponku yang diterima. Di tahun ketiga aku memutuskan untuk mengganti nomor teleponku. Aku pikir sudah saatnya aku move on dan melanjutkan kehidupan."
"Benar, kau mengambil keputusan yang sangat besar. Kalau aku jadi kau mungkin aku masih akan menangisinya selama lima tahun tapi kalau dia meninggalkanku karena wanita lain mungkin hanya butuh satu hari untuk menangisinya."
"Kenapa hanya satu hari? Apa kau benar-benar yakin bisa merelakan Dylan dalam satu hari?"
"Aku tahu ini terdengar seperti omong kosong tapi kalau Dylan meninggalkanku demi wanita lain maka aku hanya akan memberi air mataku selama satu hari saja. Aku pikir dia tidak pantas aku tangisi lebih lama karena orang yang seperti itu tidak pantas mendapatkan cinta yang tulus."
"Kau benar, orang seperti itu bahkan tidak pantas untuk dicintai." Ucap Aubrieta setuju.
"Aku penasaran pria seperti apa yang berhasil menaklukan hatimu yang tertutup rapat itu." Ucap Joan.
"Yang jelas pria itu harus memenuhi kriteriaku."
"Apa? Tampan? Kaya? Atau pintar? Sepertinya aku sudah mengenalkan semua pria dari berbagai macam aspek tapi sampai saat ini kau malah memilih untuk tetap single." Ucap Joan.
"Well, terima kasih atas usahamu mengenalkan semua pria itu padaku. Tapi, jujur saja belum ada yang bisa membuatku benar-benar memikirkan masa depan. Maksudku beberapa dari mereka memang ada yang ingin serius tapi aku tidak bisa membayangkan masa depanku dengan mereka."
"Aku tahu maksudmu. Singkatnya kau merasa belum menemukan kemistri yang kuat dari mereka." Ucap Joan.
"Yup, kau benar. Aku lebih berhati-hati lagi sekarang setelah semua pengalaman yang telah aku jalani selama ini." Ucap Aubrieta.
"Tenang saja, aku akan selalu menemanimu sampai pangeran tanpa kuda itu datang menemuimu." Ucap Joan sambil menggenggam kedua tangan Aubrieta.
"Terima kasih, sahabatku. Aku juga akan selalu menemanimu sampai Dylan berlutut dan melamarmu." Ucap Aubrieta sambil menatap Joan.
"Kapan kira-kira saat itu datang padaku?" Tanya Joan dengan penuh harap.
"Kau saja tidak tahu, apalagi aku." Ucap Aubrieta sambil terkekeh.
Ponsel Joan tiba-tiba berdering. Mereka berdua langsung diam dan saling menatap satu sama lain. Nomor tidak dikenal. Tidak banyak yang mengetahui nomor Joan karena statusnya sebagai putri konglomerat. Hanya keluarga dan orang-orang terdekatnya saja yang tahu. Aneh, ini aneh. Joan mengambil ponselnya lalu menerima panggilan telepon itu tanpa ragu.
"Apa ini Miss Joanna Smith?"
"Anda siapa?" Tanya Joan dengan hati-hati.
"Maaf, jika saya mengganggu waktu anda. Saya Sean, sekretaris dari perusahaan Gacko Corp."
"Gacko Corp?"
"Saya tahu anda pasti bingung saat ini. Saya minta maaf jika sudah membuat anda bingung dengan telepon yang tiba-tiba. Saya hanya ingin menanyakan beberapa hal pada anda jika anda tidak merasa keberatan."
_____________
To be continued