Hari itu Rosa yang berumur 26 tahun berdiri di pinggir jembatan dengan sekaleng bir di tangannya. Mengingat kejadian yang terjadi padanya di masa lampau! Semua perjuangannya untuk mencapai segala impian yang ada di benaknya, meninggalkan kenangan semata.
Kesepian, hampa dan kehilangan jati diri. Semua itu menggerogoti pikiran Rosa dan bercabang menusuk jantungnya. Sinar mentari yang mulai tenggelem akan digantikan oleh malam dalam kegelapan, begitulah aku menggambarkan perasaan Rosa saat itu.
Gadis yang sudah mulai tumbuh menjadi seorang wanita tersebut, pada akhirnya mengambil keputusannya. Keputusan untuk pergi dari semua belenggu yang mengikatnya dan meninggalkan bekas yang mendalam bagi banyak orang.
Rosa pergi mencari sesuatu yang tidak diketahuinya!
*Previous*
Hari yang ditunggu-tunggu oleh setiap anak remaja adalah kehidupan perahlian dari sekolah menengah pertama ke sekolah menengah atas. Katanya sih itu adalah mode remaja menuju ke mode anak yang dikatakan masuk dalam unmur dewasa, dimana setiap anak bisa memutuskan kehendaknya sendiri, tanpa campur tangan dari orang tua.
Itulah hal yang dinantikan oleh Rosa, Tasya dan Camila. Tentu saja Camila dan Rosa yang paling menantikan hal tersebut, sebab Tasya tidak mempercayai hidup. Pikirannya suram dan seperti tidak memiliki masa depan. Tapi Tasya selalu menantikan untuk bisa satu sekolah lagi dengan Rosa.
Untung saja orang tua Tasya mengijinkan Tasya untuk memilih di mana ia hendak akan bersekolah. Berbeda dari biasanya, dimana orang tua Tasya yang akan selalu mengatur ke mana arah anaknya harus melangkah. Kebetulan Rosa mendapatkan beasiswa di sekolah ternama di kota A, sehingga Tasya tidak perlu membujuk orang tuanya terlalu lama untuk bersekolah di tempat yang sama dengan Rosa.
Pada masa orientasi siswa, Rosa dan Tasya bertemu kembali untuk membuat kenangan indah bersama seperti yang sudah-sudah. Namun sekarang, ada Camila diantara mereka.
"Rosa!" Teriak Tasya saat ia melihat Rosa yang sedang berjalan masuk pintu gerbang sekolah, di hari pertama mereka sebagai seorang siswa sekolah menengah atas.
Rosa menoleh ke belakang, karena suara Tasya yang memanggilnya dengan nyaring. Tampaknya Tasya baru saja turun dari mobil mewah miliknya dan sedang berlari kegirangan menuju ke arah Rosa.
"Siapa?" Tanya Camila yang baru saja melihat sosok Tasya.
"Teman." Jawab Rosa singkat, terpaku pada Tasya yang sama sekali tidak berubah.
Camila melihat Tasya dengan perasaan aneh. Seorang gadis yang memasuki usia dewasa, kenapa begitu tidak tahu malu untuk berlarian! Itulah pikiran Camila, saat pertama kali dia melihat Tasya.
Tasya melambaikan tangannya dari jauh, lalu karena terlalu bersemangat dia tersandung dan terjatuh!
Bruuuk! Benturan antara tubuh Tasya dan tanah terdengar cukup menyedihkan.
"Apa benar dia teman kamu?" Camila bertanya karena tidak percaya. Tasya tampak begitu o'on dalam bayangan Camila, karena ia cukup teledor.
Melihat Tasya yang telah mencium tanah, Rosa dengan cepat pergi ke arahnya dan membantu Tasya berdiri. "Selalu saja begini." Tutur Rosa mengepak rok Tasya yang tertempel tanah dan pasir.
Tasya hanya tersenyum ceria, tanpa bisa berkata apapun. Ia tahu bahwa Rosa adalah sahabat terbaiknya.
Camila menggelengkan kepalanya. "Sepertinya mereka benar berteman!" Gumam Camila.
Setelah memastikan bahwa kondisi Tasya sudah baik-baik saja, Rosa berpaling dan pergi menuju kelas. Tasya pun mengikutinya, begitu pula dengan Camila.
"Tasya!" Tiba-tiba saja Tasya memperkenalkan namanya pada Camila yang juga mengikuti langkah kaki Rosa saat itu. Tapi Camila hanya menatap Tasya, tanpa memberikan tanggapan. Ah, itu bukan karena Camila sombong, ia hanya bingung harus melakukan apa disituasi saat itu. Sebab belum pernah ada orang yang mau mengajaknya bicara terang-terangan, dengan senyuman yang menurut Camila itu aneh.
Tasya memiliki senuman gummy, dimana gusinya akan terlihat saat dia tersenyum ceria. Bagi Camila Tasya terlalu berlebihan dalam menunjukkan emosinya pada orang lain. Apalagi Camila adalah orang baru, namun Tasya terkesan terlalu karib. Dan hal itu membuat Camila merasa tidak begitu nyaman.
"Nama kamu siapa?" Tasya bertanya, karena Camila tidak memberikan tanggapan apapun kepadanya.
"Namanya Camila. Kau sebaiknya jangan ganggu dia!" Kata Rosa yang tahu bahwa Camila akan ragu untuk mengajak Tasya berbicara.
Tasya menganggukkan kepalanya, sambil melipat bibirnya masuk ke dalam. Ia tahu arti dari setiap kata-kata yang diucapkan oleh Rosa. 'Jangan ganggu' artinya jangan mengajak Camila ngobrol dulu.
Tasya pun melirik Camila dengan pandangan yang jelas, membuat Camila merasa terganggu dengan sikap Tasya. "Aku tidak suka kau melihatku seperti itu." Ujar Camila dengan tenang.
Tasya kemudian tersenyum, "Akhirnya kau mengajak aku bicara juga. Kau berteman dengan Rosa ya?" Tanya Tasya dengan memandang wajah Camila dengan penuh.
Tidak ada tanggapan apapun dari Camila, tapi Rosa kemudian tiba-tiba memberhentikan langkah kakinya. Hal tersebut membuat Tasya menabrak punggung belakang Rosa dengan tidak sengaja.
Awww! "Kenapa berhenti tiba-tiba sih?" Tasya mengalihkan pandangannya kepada Rosa.
Camila pun mengarahkan pandangannya menuju satu titik yang sama dengan Rosa dan juga Tasya.
Rupanya beberapa senior menghadang di depan mereka. Camila dan Tasya sudah pasti tahu, mereka hendak akan berbicara dengan Rosa.
"Hai, Ros." Ujar Satya yang merupakan senior paling populer di sekolah. Dia datang bukan hanya sendirian saja, tapi juga membawa antek-anteknya juga.
Yang berdiri di sebelah kanan Satya bernama Charles. Bukan hanya namanya yang kebarat-baratan, tapi Charles memang keturunan Ambrik. Katanya sih begitu, namun entahlah. Karena Rosa sudah menjadi gebetan dari ketua geng mereka, maka Charles berahli ke Camila yang terkesan kalem.
Saat Satya terfokus pada Rosa, Charles pun tidak membuang kesempatan untuk melirik Camila dengan tatapan penuh cinta. Meskipun begitu, bukannya jatuh hati pada pandangan pertama, Camila malah mual dan merasa jijik dengan lirikkan mematikan dari Charles.
Satya tidak hanya membawa Charles saja untuk menemaninya, lihat di samping kiri Satya. Anak laki-laki yang hanya terfokus pada buku di tangannya tersebut bernama Yulex. Tasya memperhatikan Yulex yang berbeda dari pria kebanyakan. Diam Yulex membuat Tasya penasaran!
"Satya." Kata senior tampan itu pada Rosa, sambil membawa tangannya untuk berkenalan dengan menjabat tangan, seperti tata krama pada umumnya jika seseorang menyapa kepada orang baru. Biasanya disebut, bersalaman. Tapi akan dikatakan bersalaman, kalau kedua tangan mereka saling terkait untuk berjabatan tangan.
Seperti biasa, Rosa selalu menanggapi ramah setiap pria yang ingin dekat dengannya, tanpa terkecuali pria yang dianggap kurang tampan sekali pun.
"Rosa." Ujar Rosa sambil mengaitkan tangannya untuk menggapai tangan Satya.
Rosa tersenyum, apa kalian tahu bagaimana senyuman Rosa? Senyumannya akan mematahkan pertahanan setiap pria yang melihatnya. Dan aku yakin, saat Satya melihat senyuman itu, Satya tahu dia telah jatuh hati!
~To be continued