Menyadari ada yang aneh dengan cara Satya memandang Rosa, dengan cepat Tasya menarik paksa tangan Rosa yang sedang terkait dengan tangan Satya untuk berjabatan tangan.
"Jangan lama-lama." Ujar Tasya memandang Rosa dengan penuh. Ia lalu berpaling melihat Satya dari bawah sampai atas. "Dan kau! Jangan mencoba untuk mendekati Rosa." Kata Tasya dengan penekanan.
Tasya kemudian menarik Rosa pergi dari antara para anak laki-laki tersebut. Camila pun mengikuti dari belakang, tanpa berkata apapun.
"Kau benar menyukai Rosa?" Charles bertanya karena penasaran. Sebab selama ini, banyak gadis-gadis yang mendekati Satya, namun tidak digubrisnya.
Seperti Satya yang biasanya, dia tidak akan menanggapi pertanyaan Charles, jika itu menyangkut privasi soal apa yang dia sedang pikirkan.
Satya hanya melirik Charles, kemudian pergi begitu saja menuju kelasnya.
"Ayolah, aku hanya pengen tahu doang!" Seru Charles tetap diam pada tempatnya.
Yulex pun menepuk pundak Charles, seraya ingin memberitahukan padanya, agar dia tetap diam saja dan jangan membuang tenaga untuk mempertanyakan hal yang tidak akan ada jawabannya. Sebab Satya tidak akan pernah menjawab pertanyaan yang tidak penting seperti itu.
"Ya! Kalian mau meninggalkan aku?" Seru Charles lagi, menyadari hanya tinggal dirinya saja yang tidak beranjak pergi.
Moment itu bukanlah pertemuan pertama bagi Rosa dan Satya. Nyatanya Satya sudah melihat Rosa jauh sebelum mereka bertemu. Saat yang tidak pernah bisa Satya lupakan! Gadis lugu, ceria dan mudah bergaul dengan siapapun itu, Rosa idaman para anak laki-laki.
Rosa memang anak gadis yang terlahir dengan wajah rupawan. Matanya bulat berbinar, memancarkan gairah hidup yang menyenangkan. Semuanya pasti akan terpanah saat menatap matanya yang menunjukkan ketulusan. Rambutnya yang terkulai panjang sepinggang, jatuh lurus sebagai mahkotanya. Aku sendiri tidak pernah melihat rambut lurus alami, seperti rebonding tersebut.
Tapi ditengah-tengah kemudahan Rosa mendapatkan pujian dari kaum adam karena keelokkannya, Rosa memiliki masalahnya sendiri. Masalah yang tidak bisa ia sharing, meskipun itu kepada Tasya, sahabat terdekatnya.
"Kamu jangan dekat-dekat dengan senior itu." Jelas Tasya terus memantau hati Rosa.
"Sepertinya kak siapa tadi itu namanya?" Tasya ngebleng. Ia lupa akan nama senior yang mereka temui di halaman sekolah.
"Satya!" Ujar Camila memberitahukan.
"Iya benar, Satya. Sepertinya kak Satya bukan pria yang baik. Jadi, kau harus memikirkan dua kali untuk dekat dengannya. Ah, tidak. Menjauh saja kalau dia datang padamu lagi. Aku rasa dia punya niat yang buruk dalam mendekatimu." Tasya mengangguk sendirian. Ia yakin dengan apa yang dia katakan, padahal belum mengenal Satya dengan baik.
Tasya pun menengok Rosa. Rupanya Rosa sedang asyik dengan ponselnya, karena membalas chat dari seseorang yang tidak diketahui oleh Tasya.
"Ros, kamu dengar perkataanku kan?" Tasya terus saja berceloteh tanpa henti.
"Iya, aku dengar kok. Lagi pula aku punya pacar, jadi ngak mungkin aku dekat-dekat dengan kak Satya." Kata Rosa masih terpaku pada handphone di tangannya.
"Pacar? Kok aku ngak tahu. Apa kamu tahu?" Tasya sekarang lebih mempedulikan soal breaking news yang baru saja ia dengar. Ia bertanya pada Camila dan berharap Camila juga baru mengetahui bahwa Rosa sudah punya pacar.
Camila mengangkat kedua tangannya sejajar bahu. Ia pun tidak tahu menahu dengan pacar yang dimaksudkan oleh Rosa.
Tasya pun menarik ponsel Rosa dengan cepat. "Ayo cepat katakan siapa laki-laki itu? Kan kamu sudah janji Ros, ngak ada rahasia rahasia-an diantara kita."
Rosa memiringkan kepalanya, seraya ingin mengingat kejadian masa lampau. "Masa sih. Rasanya aku ngak pernah ngomong gitu deh." Kata Rosa dengan percaya diri.
"Emangnya kapan aku ngomong kek gitu ya?" Tanya Rosa lagi dengan wajah serius. Namun dalam hatinya ia berusaha untuk membuat Tasya berpikir keras.
Tasya menatap wajah Rosa penuh makna. Ia kemudian menunduk, mengingat kembali kapan dan di mana Rosa membuat pernyataan tersebut.
Rosa memandang Tasya dengan serius, namun tersirat senyuman di wajah Rosa yang tidak terlihat oleh Tasya. Sebenarnya Rosa sedang mempermainkan sahabatnya itu. "Emang aku pernah bilang begitu? Kok aku ngak ingat sih!" Tutur Rosa untuk ketiga kalinya berniat untuk membuat Tasya kesal.
Camila memandang kedua orang itu, Tasya sedikit mengganggu, namun entah kenapa terasa nyaman. Baru kali itu dia bertemu dengan orang yang lambat loading atau bahasa kerennya lemot/lalod, sudah itu kepo lagi seperti Tasya. Ia juga baru pertama kali melihat Rosa yang selalu menanggapi orang lain dengan serius, menjadi sedikit jenaka dan nakal.
"Benar aku ingat, kamu pernah bilang begitu." Seru Tasya tak menemukan bukti sama sekali.
"Iya kapan? Gini deh, kita pertama kali bertemu di mana Mila?" Rosa berbalik pada Camila yang sedang memperhatikan pembicaraan Tasya dan Rosa.
Camila yang sigap dengan daya ingat yang kuat itu pun langsung menjawab: "Kita pertama kali bertemu itu 5 Agustus 2 tahun yang lalu. Soalnya kamu pindahan baru ke sekolah ku dan kita akhirnya duduk bareng karena hanya ada kursi kosong di sebelah bangkuku." Ujar Camila dengan nada berani dan tegas. Tentu saja dia juga terlihat percaya diri dengan ingatannya. Kalau kalian mau, dia bisa juga mengatakan jam dan menit ia pertama kali bertemu dengan Rosa.
Rosa tampak puas dengan jawaban Camila. Ia sekarang berbalik menyerang Tasya dengan hal tersebut. "Dengarkan apa kata Camila! Kalau mau aku percaya dengan kata-kata darimu, silahkan saja sebut tempat, tahun dan jam aku ngomong kek gitu ke kamu." Kata Rosa sambil mengambil handphone miliknya yang ada di tangan Tasya.
Tasya tidak bisa apa-apa. Sebab dia selalu saja melupakan kenangan diantara mereka. Tidak ada satu pun memori yang bertahan di otak Tasya, ia pun pasrah akan hal tersebut.
"Aku takut, lama kelamaan kalau seandainya kita tidak bertemu lagi. Kamu akan melupakan aku Sya!" Gumam Rosa lalu pergi melanjutkan langkah kakinya.
Camila mengikuti kepergian Rosa, namun Tasya masih berdiri merenungkan apa yang baru saja Rosa katakan. Dalam hati ia berpikir bahwa apa yang dikatakan Rosa benar adanya. Namun, meskipun begitu ia tetap mengingat bahwa Rosa adalah sahabatnya. Hanya saja dia tidak bisa mengingat kejadian detail lainnya.
"Kamu ngak mau ikut kami ke kelas dan hanya akan diam bengong di sana?" Tanya Rosa sedikit berteriak tanpa membalikkan badannya. Ia tahu bahwa Tasya akan langsung merenungkan candaannya dengan serius.
"Iya, aku segera ke sana." Balas Tasya, tersadar dari renungannya di pagi hari.
"Dia memang lucu ya." Ujar Camila.
"Dia memang kek gitu, seriusan anaknya. Orang tadi aku hanya bercanda juga." Tutur Rosa menjelaskan mengenai Tasya kepada Camila, yang baru saja bertemu dengan Tasya.
~To be continued