"APA YANG KAU LAKUKAN? KAU INGIN MATI HAA??!" sentak Vinzenco Squire nampak terlihat marah, bahkan wajahnya sangat menakutkan ketika keluar dari kamar mandi dan membaringkan tubuh polos Elleanor Allmora di atas tempat tidur bersamaan dengan selimut yang mendarat tepat ditubuhnya.
"Nona, sebenarnya apa yang anda pikirkan? kenapa anda melakukan ini?" tanya Reberta berderai air mata sambil memeluk tubuh Elleanor Allmora yang masih menggigil ketakutan saat melihat sepucuk pistol ditangan Vinzenco Squire yang masih berdiri di hadapannya murka dengan tatapan dingin yang bisa membekukan darah.
"R-eberta... sebenarnya apa yang sudah terjadi?" tanya Elleanor Allmora yang ternyata tak menyadari tindakannya yang nyaris saja kehilangan nyawa sebab membenamkan diri didalam bhatup.
"K-au meneggelamkan diri..."
"KAU BERNIAT BUNUH DIRI?" tanya Vinzenco Squire menyelah kalimat Reberta yang seketika terdiam menunduk, dan semakin erat memeluk tubuh Elleanor Allmora yang masih gemetar.
"T-idak, aku..."
"Lalu apa yang kau lakukan disana?" tanya Vinzenco Squire tak melepaskan tatapan matanya yang semakin tajam menikam.
"Aku.."
"Jika memang kau ingin mati, kau tinggal mengatakan itu, aku bisa melubangi kepalamu dengan cepat." ucap Vinzenco Squire yang hanya dibalas tatapan tajam oleh Elleanor Allmora.
"Ada apa? Kau pikir aku tak bisa melakukan itu?" tanya Vinzenco Squire yang bahkan langsung mengacungkan pistol kearah gadis itu, tanpa ragu meanrik pelatuk.
DOOR!!
"Arrgghh..." jerit Elleanor Allmora ketakutan ketika peluruh melesat tepat disampingnya, terbenam di tembok yang kini berlubang, yang bahkan hanya berjarak setengah centi saja dari kepalanya.
"Jangan pernah lagi melakukan hal aneh, aku rasa kau belum melupakan apa yang aku katakan padamu Clementi. Kau akan tetap bernafas atas seizinku, dan kau tidak akan mati tanpa keinginanku! Hidupmu adalah milikku, maka bernafaslah dengan benar." ucap Vinzenco Squire penuh peringatan keras. Sedang Elleanor Allmora masih sesegukan di dalam pelukan Reberta. Shock dan ingin menangis dengan keras. Namun tertahan oleh rasa takut.
"Pakai bajumu dan lekas turun, kita akan sarapan bersama. Dan jangan buatku menunggu, sangat banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan hari ini, kau sudah cukup membuang waktuku Clementi." sambung Vinzenco Squire melangkah meninggalkan kamar tersebut, bersamaan dengan tangis Elleanor Allmora yang seketika pecah, bahkan tubuhnya semakin bergetar karena ketakutan, ditambah lagi saat melihat dindingnya yang berlubang dengan bekas peluruh yang bersarang disana.
"Aku membencinya Reberta.. sungguh membencinya... " Tangis Elleanor Allmora pecah didalam pelukan Reberta yang tak bisa berkata apapun lagi selain mengusap punggung gadis itu dengan perlahan, mencoba untuk menangkan, hingga beberapa menit kemudian setelah Elleanor Allmora jauh lebih tenang dengan tangisnya yang sudah mereda meski masih sesegukan.
"Tuan muda hanya terkejut, ia panik melihat kondisimu yang tak sadarkan diri dengan tubuh tenggelang dibathup. Bahkan semua orang juga akan melakukan hal yang sama,"
Kening Elleanor Allmora mengernyit. Ia benar-benar tidak tahu akan hal itu, ia juga tak pernah berniat untuk menenggelamkan diri, atau bunuh diri seperti apa yang telah di tuduhkan oleh Vincenzo Squire padanya.
Tidak seperti itu. Aku tidak pernah berniat melakakan itu, meski aku sangat ingin menjauh darinya.
"Tenggelam?"
"Yah, kau tenggelam hingga tak sadarkan diri nona, sebenarnya apa yang terjadi, mengapa kau melakukan ini sayang?"
Reberta mengusap punggung gadis itu pelan. Tahu jika Elleanor Allmora masih sangat ketakutan.
"Aku tidak tahu Reberta, aku benar benar tidak sadar, aku ingat jika hanya memejam sebentar, lalu setelahnya aku tidak ingat lagi," jawab Elleanor Allmora masih sesegukan.
"Sayang, kau cukup lama didalam sana, hingga aku harus memanggil tuan muda karena panik, pintumu terkunci dan aku benar benar ketakutan saat kau tak menjawab panggilanku hingga berulang kali, maafkan aku."
"Tapi kenapa dia sangat menakutkan, seharusnya biarkan saja aku didalam, tak perlu melakukan apapun,"
"Sayang, aku mohon jangan katakan itu lagi, aku mohon, kau tahu jika aku dan Celio..."
"I am so sorry Reberta, sungguh, aku tak bermaksud demikian, maafkan aku," potong Elleanor Allmora yang semakin terisak. Bahkan ia lupa jika nyaris saja mencelakai Reberta dan juga Celio atas ulahnya.
"Aku hanya penasaran, mengapa kau sampai tak menyadari jika kau nyaris saja menghilangkan nyawamu sendiri,"
"Akhir-alhir ini aku sering melihat dua sosok di dalam mimpiku. Pria dan wanita, namun kau tak pernah melihat wajah mereka. Apa... mereka ayah dan ibuku?"
Reberta menelan liur dengan susah payah.
Apa ini pertanda ingatan Elleanor Allmora akan kembali?
Atau mungkin kedua orang tuanya sedang mencarinya dan mungkin akan menemukannya?
Reberta seketika gelisah. Ia tak ingin hal itu terjadi, bukan karena takut jika Vincenzo Squire akan menghukumnya jika itu sampai terjadi. Namun karena ia sudah terlanjur mencintai dan menyayangi gadis itu.
Ia merawat dan menjadi pengasuh Elleanor Allmora sejak gadis itu masih berusia lima tahun.
Mozha Fillipo membawanya dalam kondisi yang luka parah. Awalnya ia sempat ketakutan saat tahu jika gadis kecil tersebut baru saja mengalami kecelakaan bersama keluarganya, dan tuan muda mereka membawa gadis kecil itu pergi.
Seolah sadar dengan tugas yang di berikan, Reberta akhirnya merawat Elleanor Allmora. Melewati beberapa hari yang sulit, sebab ketika sadarkan diri, Elleanor Allmora terus menangis karena merindukan orang tuanya. Hingga di satu malam, insiden kembali terjadi. Elleanor Allmora melarikan diri dari Villa, namun beberapa jam kemudian, ia kembali mendapatkan kabar jika Elleanor Allmora sedang berada di rumah sakit karena kecelakaan mobil.
Meski sampai saat ini, Reberta tak pernah mengetahui penyebab Elleanor Allmora bisa kehilangan ingatannya.
"Yah, mungkin saja itu mereka," angguk Reberta berusaha bersikap tenang. Sadar juka sudah sangat banyak membohongi gadis itu.
"Aku merindukan mereka, dan yang anehnya, aku tiba-tiba melihat mereka lagi ketika memejamkan mata. Seolah mereka sedang menungguku... Aku kesulitan untuk berjalan Reberta. Meski mereka sudah memanggilku,"
Reberta bungkam dan tak mengatakan apapun.
"Maafkan aku Reberta, aku mungkin berhalusinasi,"
"Tidak apa apa sayang, sebaiknya tenangkan dirimu, kita akan bicara nanti, waktunya sarapan, jangan buat tuan muda menunggu lama." balas Reberta mengusap air mata yang masih terus menetes dan membasahi kedua belah pipi gadis itu sebelum menyiapkan sepasang outfit yang akan dikenakan olehnya.
"Reberta, aku tak menyukai baju itu," protes Elleanor Allmora saat Reberta membentangkan sebuah mini dress berwarnah biru tua yang memiliki panjang di atas lutut, bahkan Vinzenco Squire sudah mengetahui jika mini dress tersebut akan cocok dengan Elleanor Almorra yang bertubuh mungil, dan tinggi.
"Dear, tuan muda sudah menyiapkan semuanya, dan kau harus wajib memakainya, ini keinginan dari tuan muda sendiri,"
"Tapi Reberta, bukankah aku sudah membawa bajuku sendiri?"
"Tuan muda sudah membuang semuanya nona,"
"A-pa, dia membuangnya? Pria sialan itu..."
"Nona, aku mohon... jangan buat tuan muda marah lagi, bisakah kau bersabar sedikit saja? Kau hanya akan memakai ini disaat tuan muda sedang berada dirumah," bujuk Reberta penuh permohonan, sedang Elleanor Allmora masih terdiam menatap dress tersebut. Ia nyaris lupa jika kini ia adalah boneka milik Vinzenco Squire, suka tidak suka, dan mau tidak mau, ia harus melakukan apapun yang diinginkan oleh tuan muda itu.
"Baiklah," angguk Elleanor Allmora yang langsung meraih dress tersebut dan terlihat melangkah menuju sebuah ruangan yang didalam sana terdapat beberapa lemari yang dipenuhi berbagai macam baju, rok, dan celana.
Hingga lima menit kemudian, Elleanor Allmora terlihat keluar dari ruangan tersebut dengan mini dress yang dikenakan, dan benar saja, gadis itu terlihat manis dan elegan dengan wedges hingga membuat kakinya lebih menonjol.
"You are so beautiful dear," puji Reberta tersenyum.
"Terima kasih Reberta, tapi ini sunggu tak nyaman," balas Elleanor Allmora yang keseharianya selalu menggunakan kaos oversize dan jeans.
"Yah, aku tau sayang," angguk Reberta yang tengah menyisir rambut panjang gadis itu sebelum menjepitnya dengan sebuah jepitan yang juga sudah disiapkan sebelumnya,
"Baiklah, kita turun sekarang, sebelum tuan muda itu kembali dengan pistol ditangannya." ucap Elleanor Allmora beranjak dari sana, menuruni anak tangga menuju ruang makan yang disusul oleh Reberta.
Suasana meja makan yang cukup sepi, bahkan hanya ada Vinzenco Squire yang tengah duduk di sebuah kursi yang terletak di ujung meja panjang disana sambil terus menatapnya. Satu tatapan berbeda yang membuat Elleanor Allmora seketika gugup, hingga benar benar merasa tak nyaman, terlebih saat Reberta meninggalkannya seorang diri.
"Duduklah!" perintah Vinzenco Squire yang masih terus menatapnya. Sedang Elleanor Allmora yang sejak tadi berdiri hanya bisa menurut dan memilih duduk di sebuah kursi yang terletak di ujung meja hingga posisi mereka saling berhadapan meski jarak cukup jauh.
"Aku tak menyuruhmu duduk disana nona," ucap Vinzenco Squire datar.
Elleanor Allmora menarik nafas kuat, benar-benar berusaha mengumpulkan kesabaran extra untuk menghadapi pria di hadapannya sekarang. Pria yang benar-benar sudah mengendalikannya.
"Apa anda juga menentukan aku harus duduk dimana setelah membuang semua bajuku dan memaksaku menggunakan baju konyol ini?" balas Elleanor Allmora berbicara tanpa jedah, bahkan hanya daengan satu tarikan nafas saja. Ia sungguh tak mampu menahan kekesalan hatinya, namun tetap beranjak dari kursinya dan mengikuti perintah pria itu.
Sungguh aneh.
"Apa kau keberatan nona?" tanya Vinzenco Squire sedikit memiringkan kepala dengan kedua tangan saling menagkup dan kedua sikut yang ia letakan di atas meja, bahkan pria itu masih bersikap tenang sampai sejauh ini, dengan Elleanor Allmora yang hanya bisa terdiam, memang apalagi yang harus ia katakan, mana mungkin ia mengatan 'yah' pada pria psikopat gila dihadapan itu.
* * * * *
Bersambung...