Kasih sudah berdiri di depan pintu ruangan ibu mertuanya. Dia ragu ketika mengetuk pintu itu. Tetapi setelah membulatkan tekad, akhirnya dia mengetuk dan masuk ke ruangan itu.
Ibu mertuanya terlihat sedang duduk dan melihat beberapa berkas yang ada di atas meja.
Matanya melirik ke arah Kasih kemudian mengabaikannya lagi.
"Ada apa?" tanya mertuanya.
"Saya setuju untuk menandatangi surat cerai itu, tapi tolong pindahkan ayah saya ke rumah sakit yang lebih besar di kota," kata Kasih.
Ya, mau tak mau dia harus melakukannya. Karena jika tidak. Mungkin ayahnya tidak bisa diselamatkan.
"Kamu yakin?"
Kasih diam. Jika tidak yakin maka dia tidak akan ada di depan ibu mertuanya saat ini.
Ibu mertuanya mengambil sebuah formulir perceraian yang seakan sudah disiapkan sebelumnya. Ia melempar kertas itu tepat di wajah Kasih.
"Tanda tangani itu dulu, baru aku akan memindahkan ayahmu."
Bahkan dalam hal mendesak seperti ini, dia masih saja berkata seperti itu pada Kasih.
