Chereads / Matahari Untuk Aletta / Chapter 30 - Reuni SMA

Chapter 30 - Reuni SMA

***

Rintik hujan dan langit yang mendung masih menghiasi langit Jakarta Pusat. Aletta ke luar dari taksi yang mengantarkannya ke Hotel Queenza.

Dia mengenakan terusan dress berwarna dusty pink sebatas lutut dengan lengan terbuka dan membiarkan rambutnya tergerai begitu saja. Gadis itu terlihat sangat anggun dalam polesan make up tipis dan memakai heels setinggi 5 cm berwarna sepadan dengan dress-nya, serta memakai jam tangan berwarna pink dan membawa tas tangan sebagai pelengkap outfit.

Aletta menghela napas panjang. Dia menaiki tangga hotel dengan hati-hati karena lantai yang licin karena hujan. Gadis itu berjalan melewati lobby yang besar dan megah, menuju ke meja resepsionis.

"Permisi," ujarnya pada resepsionis yang tengah duduk bersantai karena hotel itu cukup lengang.

"Oh, iya!" Resepsionis itu berdiri. "Wah, cantik sekali!" Dia menutup mulut. "Astaga! Saya mohon maaf," ujarnya menunduk dalam.

Aletta tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Terima kasih."

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu langsung bersikap profesional padanya.

"Aula hotel ini ada di mana, ya?" tanya Aletta karena sepanjang melewati lobby, dia tidak melihat pintu besar yang biasanya langsung menuju aula hotel.

"Di sana," ujar sang resepsionis menunjuk sebuah lorong yang berseberangan tak jauh dari meja resepsionis. Aletta mengikuti arah tangan sang resepsionis.

"Anda tinggal berjalan lurus, kemudian belok kanan. Di sana ada pintu besar yang langsung menghubungkan anda ke aula utama hotel kami."

"Baik, terima kasih," ujar Aletta tersenyum padanya yang langsung dibalas dengan senyum malu-malu.

Gadis itu berjalan sendirian melewati lorong, kemudian berbelok ke kanan, di mana pintu besar itu sudah terbuka dan suara bising terdengar dari dalam sana.

'Sudah hampir jam tujuh. Sebentar lagi puncak acara,' batinnya dengan jantung yang berdebar-debar. Aletta gugup. Tangan dan kakinya terasa dingin.

Lagi-lagi dia mengembuskan napas panjang. Dia menatap pintu besar itu, lalu melangkah mantap.

Hak sepatunya yang runcing bergesekan dengan lantai aula hotel. Dia menelan saliva saat beberapa orang telah menyadari kehadirannya. Sebagian besar orang masih menikmati musik jazz yang sedang dinyanyikan oleh band di sisi panggung sana dan masih asik berbicara, melepas kerinduan dengan teman-teman dan kakak kelas mereka.

"Aletta, ya?"

"Aletta bukan, sih?"

"Aletta Coline!" seru Gea yang melambaikan tangan, membuat orang-orang menjadi yakin kalau gadis cantik yang baru saja memasuki ruang aula sendirian itu adalah Aletta.

Kerumunan orang langsung mendekatinya yang baru melewati beberapa langkah dari pintu masuk.

Aletta mengeratkan tas tangan ketika dirinya dikerumuni oleh orang yang rata-rata merupakan teman seangkatannya.

"Aletta, lama tidak bertemu."

"Bagaimana kabarmu?"

"Kamu selama ini ada di mana? Kenapa kami tidak pernah mendengar kabar apapun darimu?"

"Kamu semakin cantik saja, Aletta."

"Kamu masih ingat denganku? Kita pernah olimpiade bersama waktu itu."

Aletta tersenyum canggung karena mereka langsung melayangkan banyak pertanyaan padanya tanpa diberikan waktu untuk menjawab. Pertanyaan ditimpa dengan pertanyaan lagi.

"Halo semua." Aletta melambaikan tangan, dia tersenyum canggung karena berusaha untuk menangani rasa gugup yang membuat kakinya sedikit gemetar. "Kabarku baik. Senang bertemu dengan kalian lagi."

***

"Kau tidak menghampiri Aletta?" tanya Sean sambil minum jus jeruk.

"Nanti." Sudut bibirnya terus tertarik. Pandangannya tak lepas dari Aletta sejak gadis itu datang. "Dia masih dikerubungi banyak orang."

"Huh? Kau kan tinggal datang saja padanya, seperti orang lain," balas Sean meletakkan gelas, kemudian kembali memandang Aletta yang dari meja mereka, hanya terlihat kepala sampai bahu saja.

Arkhano berdecak sebal. Dia melirik Sean dengan sinis. "Aku tidak mau."

"Kau khawatir dia tidak akan melihat ke arahmu?" tanya Sean yang membuat Arkhano semakin meliriknya dengan tajam.

"Mulut sialan!" umpat Arkhano yang mengangkat garpu, berpura-pura seperti hendak melemparkannya ke pria yang berkulit eksotis itu.

"Habisnya kau pernah mengatakan padaku kalau kau telah berbuat salah pada Aletta. Aku hanya menebak, siapa tahu dia masih belum memaafkanmu?" ujar Sean sembari memandangi Aletta. "Omong-omong, Aletta semakin terlihat dewasa dan cantik saja."

"Tutup matamu, Bajingan! Jangan melihat Aletta lagi!" seru Arkhano yang mencondongkan tubuh ke Sean dan berusaha menutupi mata pria itu. Namun, Sean terus mengelak dan tertawa geli.

Untungnya, mereka berada di meja terpojok dan terasingkan sehingga tak satupun orang tertarik untuk melihat dan memperhatikan gerak-gerik mereka.

"Hei! Hentikan, hentikan!" Sean menyingkirkan tangan Arkhano yang akhirnya berhasil menutup pengelihatannya. "Singkirkan tanganmu, Arkhano!"

"Kau harus berjanji lebih dahulu agar tidak memandang Aletta dengan mata seperti itu lagi!" seru Arkhano semakin membekap mata Sean.

"Akh, Arkhano! Mataku sakit! Kau terlalu menekannya! Lepaskan!" teriak Sean tertahan sembari mengadu kekuatannya dengan Arkhano untuk membuka tangan yang membekap matanya.

"Janji terlebih dahulu!" tegas Arkhano lagi.

"Iya, iya, aku janji!" putus Sean yang setelahnya, Arkhano langsung melepaskan tangan yang membekap matanya.

"Cih, Aletta mana tahu sifat kau yang seperti ini," ujar Sean menyindirnya.

"Dia tahu. Dia lebih dari sekadar tahu," balas Arkhano menyeringai tipis. "Meskipun kami bersama dalam waktu yang tidak lama, tetapi dia mengenal diriku dengan baik."

"Itukan dulu? Kalau sekarang? Kalian kan sudah berpisah selama delapan tahun lebih. Semenjak kau lulus, kau jadi jarang bertemu dengan Aletta juga, kan?" ujar Sean yang membuat Arkhano menghela napas panjang. Pria itu kemudian berdiri dan merapikan jas yang dipakainya.

"Mau ke mana kau?" tanya Sean memerhatikan pergerakan Arkhano. Dia menoleh ke arah Aletta yang masih dikerubungi oleh orang. Kali ini bukan dikerubungi oleh teman seangkatan Aletta, melainkan kakak-kakak kelas.

Sean bersiul meledek Arkhano. "Ada yang panas," ujarnya sembari mengipasi diri.

"Berisik!" sungut Arkhano yang tak lama kemudian langsung pergi menghampiri Aletta dengan langkah mantap.

Sean, pria tampan yang sudah memiliki kekasih itu, hanya memperhatikan kepergian sahabatnya sambil minum jus jeruk yang tinggal setengah.

***

"Aletta."

Suara yang terasa lembut dan akrab di telinga, membuat Aletta langsung menoleh ke arah kanan walaupun dia berada di tengah pembicaraan.

Matanya melebar dan pupil matanya bergetar saat mendapati Arkhano yang terlihat sangat berbeda dalam balutan setelan jas kasual berwarna putih gading dengan bagian dalam yang menggunakan kaus berwarna putih yang terdapat belahan dada dan menggunakan sepatu putih yang kasual juga. Pria itu menyisir rambutnya dengan style spiky yang terlihat rapi, tetapi agak berantakan pada bagian atas.

Gurat-gurat kedewasaan nampak di wajah Arkhano yang saat dahulu masih terlihat baby face dengan kantung mata yang menghitam. Pria itu berhenti di samping Aletta sembari tersenyum menampakkan deretan giginya dan memasukkan sebelah tangannya ke kantung celana.

Aletta terdiam, tenggelam sejenak dalam rupa Arkhano yang mampu membuat jantungnya berdegup kencang.

"Arkhano," ujarnya perlahan. Tubuhnya menegang hanya dengan menyadari kenyataan bahwa pria yang menjadi cinta pertamanya tengah berdiri di hadapannya sambil tersenyum, sama seperti dahulu.

"Bagaimana kabarmu selama ini?"

———