Chereads / Benar-Benar Cinta / Chapter 25 - Perbaiki Emosi

Chapter 25 - Perbaiki Emosi

Alex melangkah keluar dari mall, lalu ia menaiki motornya dan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Jalanan yang sepi membuat Alex semakin meluncur dengan cepat, bahkan ia mengabaikan rambu-rambu yang menuliskan kata 'hati-hati' dan 'kurangi kecepatan'.

Tempat yang sepi dan menenangkan, hanya itu yang Alex butuhkan. Kilasan-kilasan kejadian di resto kembali berputar dalam otaknya, Alex benar-benar merasa jika dirinya sudah sangat jahat pada ibu tirinya itu. Padahal nyatanya semua ini terjadi karna kesalahan sang ayah, tapi Alex malah menyalahkan ibu tirinya yang sebenarnya baik dan tulus.

"Aaakkkhhh, kenapa ayah melakukan semua ini !!! Kenapa ayah tidak jujur saja tentang masa lalunya itu sejak dulu !!! Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa semua orang harus berkorban untuk itu?" teriak Alex frustasi.

Tanpa sadar Alex menuju ke sebuah jalan yang cukup sering di laluinya, lalu ia berhenti tepat di tepi jalan depan sebuah gerbang. Alex mematikan mesin motornya, lalu ia turun dari motor itu dan melangkah masuk ke dalam gerbang yang terbuka.

Tok.. tok.. tok..

Ketuk Alex pada pintu rumah di depannya, tidak lama kemudian pintu terbuka dan menampilkan seorang gadis dengan pakaian santainya yang menatap heran pada Alex.

"Alex, tumben ke rumah gw. Ada apa?" tanya pemiliki rumah pada Alex.

Tanpa berkata apapun Alex langsung memeluk gadis itu dengan erat, jelas saja gadis itu terkejut dan menatap bingung karna perbuatan Alex yang tiba-tiba itu.

"Please Ra, sebentar saja!" ucap Alex dengan suara yang bergetar.

Clara terdiam, entah kenapa rasanya ia tidak tega untuk mengusir pria itu setelah melihat kondisinya yang tidak baik-baik saja. Akhirnya Clara membalas pelukan Alex, lalu ia mengusap punggung pria itu agar lebih tenang.

"Ya sudah, masuk dulu ya?" tawar Clara pada Alex.

Alex melepas pelukannya, lalu ia mengangguk setuju dengan tawaran yang Clara berikan. Clara pun membuka pintu untuk Alex, lalu mereka masuk ke dalam tanpa menutup pintu itu. Bagaimana pun mereka hanya berdua, jadi Clara harus tetap berhati-hati.

Sesampainya di dalam, Clara menyuruh Alex untuk duduk dan Alex pun menurut. Alex duduk di kursi kayu yang sederhana, sedangkan Clara melangkah ke dapur untuk membuatkan minuman. Tidak lama kemudian Clara kembali dengan segelas teh hangat, lalu ia meletakan gelas itu di hadapan Alex.

"Minum dulu biar lo lebih tenang tapi maaf cuma seadanya," titah Clara pada Alex.

Alex menggeleng pelan tanda jika ia tidak apa-apa walau hanya di suguhkan teh hangat, karna yang Alex butuhkan saat ini adalah teman. Alex pun mengambil gelas itu dan meminum tehnya, setelah itu ia kembali menaruh gelas di meja depan mereka.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa lo jadi seperti ini?" tanya Clara ingin tau.

Alex menunduk, wajahnya terlihat sedih dan tubuhnya kembali bergetar. Clara benar-benar tidak mengerti, apa si yang sebenarnya terjadi pada pria itu.

"Gw gak tau, ternyata selama ini gw gak tau apa-apa. Semuanya memilih diam, tidak ada yang mau memberitahu gw apa yang sebenarnya terjadi," ungkap Alex dengan kesedihannya.

Clara mengernyit bingung, ia benar-benar tidak mengerti maksud dari perkataan pria itu. Tapi sesaat kemudian Clara pun paham, lalu ia mencoba untuk menenangkan Alex dari situasi terburuknya.

"Ternyata begitu, jadi lo merasa semua orang menyembunyikan kebenaran dari lo. Begitu?" balas Clara mulai mengerti.

Alex mengangguk membenarkan, karna memang itulah yang terjadi sebenarnya. Clara pun menghela nafas panjang setelah mengetahui masalah pria itu, ternyata tentang keluarga lagi. Dan Clara juga tidak bisa ikut campur semudah itu, karna hal itu adalah masalah internal keluarga Alex.

"Lo yakin mereka menyembunyikan kebenaran dengan sengaja, atau karna terpaksa?" tanya Clara memastikan.

Alex terdiam, ia sendiri tidak yakin harus menjawab apa. Tapi melihat situasi yang terjadi, sebenarnya mereka juga terpaksa melakukannya agar Alex tidak emosi dan membenci sang ayah.

"Mereka melakukannya agar gw tidak membenci ayah, karna semua masalah yang terjadi dalam hidup gw itu berasal dari masa lalu ayah!" jawab Alex memberitahu.

"Lalu? Kenapa lo menyalahkan mereka?" tanya Clara lagi mendesak Alex.

"Karna mereka berbohong, jika memang semua masalah itu berasal dari ayah kenapa tidak terus terang saja? Selama setahun ini gw jadi terus menyalahkan ibu tiri gw, padahal dia tidak bersalah sedikitpun. Malah dia berkorban masa depan demi menuruti permintaan almarhumah ibu kandung gw, dan yang paling menyedihkan adalah gw menyalahkan dia tanpa tau kenyataan yang sebenarnya. Ternyata gw memang tidak tau apapun, tidak sedikitpun!" jawab Alex lagi dengan tatapan sendu.

Clara mengangguk paham, ia mengerti kenapa Alex jadi sefrustasi itu.

"Boleh gw ungkapin pendapat gw?" izin Clara pada Alex.

Alex mengangguk pasrah, ia juga sudah tidak tau lagi harus bagaimana.

"Alex, gw tau kenapa lo seemosi ini. Dan gw juga mengerti situasi lo saat ini, tapi apa tidak sebaiknya lo bersabar sebentar? Lo bilang mereka menyembunyikan kebenaran agar lo tidak membenci ayah lo kan? Sudah jelas mereka ingin lo lebih dewasa dulu, agar saat mereka mengungkapkan semuanya lo bisa menanggapinya dengan santai. Lihat sekarang? Apa yang terjadi saat lo tau satu persatu kenyataan yang sebenarnya? Lo emosi, lo marah, lo sedih, dan yang pasti lo selalu mencari pelarian ke tempat yang tidak tepat. Emosi lo masih labil Lex, mana bisa menerima kenyataan sebesar itu. Harusnya lo berpikir, jika orang tua lo saja takut kehilangan lo apa lo tidak merasa begitu? Bagaimana jika kenyataan itu benar-benar memisahkan lo dari ayah lo? Gw cuma orang luar Lex, jadi gw gak bisa ikut campur lebih jauh dalam masalah lo ini. Gw cuma bisa kasih saran dan saran gw lo perbaiki dulu emosi lo baru setelah itu lo bicarakan baik-baik semuanya," ungkap Clara dengan tulus.

Alex menatap Clara dalam, entah kenapa perkataan Clara menusuk jauh ke dalam egonya. Kini Alex sadar, jika ia bukan di bohongi. Ayah dan ibu tirinya itu hanya menyimpan sementara kenyataan pahit yang sebenarnya sampai Alex dewasa, dan bisa menyikapi semua masalah itu dengan bijak. Clara benar, jika Alex ingin tau tentang semua kenyataannya maka ia harus memperbaiki emosinya lebih dulu.

Jika saja Alex mengetahui semuanya sekarang, apa ia sudah siap? Apa mentalnya siap? Apa emosinya juga siap? Semua tidak semudah membalikan tangan, Alex harus bisa mengendalikan emosinya dengan baik agar tidak ada pertengkaran yang lebih besar lagi setelah itu. Apalagi mengingat ayahnya sendiri mengakui jika kesalahannya itu sangatlah besar, sudah pasti kenyataan itu akan menyerang emosi Alex.