Chapter 2 - Dijebak

"Untukmu." Rose mengulurkan segelas minuman kecantikan pada Crystal yang sedang menikmati makan siangnya di dapur.

Crystal mengangkat wajahnya dari piring, dia terlihat kaget melihat sosok yang baru saja bicara dengannya.

"Tenang saja, ini tidak berbahaya. Ini minuman kecantikan yang bagus untuk kulit dan tubuh kita, kau pasti suka." Rose kembali bicara.

"Kenapa kau memberikannya padaku?" Untuk pertama kali Crystal bicara pada Rose.

Rose menipiskan bibir. "Aku membawa dua botol, rata-rata pekerja di restoran ini adalah laki-laki. Rasanya tidak mungkin jika aku memberikan minuman khusus wanita ini pada salah satu dari mereka, bukan? Dan untuk Nyonya Lu, beliau sudah tidak membutuhkan minuman semacam ini. Karena itulah aku memberikannya padamu."

Crystal menyipitkan matanya, berusaha membaca tulisan yang ada di kemasan botol pemberian Rose. Meskipun sangat tidak familiar dengan minuman itu, namun Crystal bisa membaca beberapa kandungan yang tidak asing untuknya. Teman-temannya di sekolah sering menyebut beberapa kata yang sama persis dengan tulisan pada kemasan botol pemberian Rose.

"Aku ingin berteman denganmu."

Crystal langsung menoleh ke arah Rose dengan cepat.

Rose menipiskan bibir melihat ekspresi kaget Crystal. "Kenapa, kau tidak mau berteman denganku?"

"Bukan tidak mau, aku hanya tidak menyangka orang sepertimu mau berteman denganku. Apa yang membuatmu tiba-tiba ingin berteman denganku?" tanya balik Crystal.

"Nyonya Lu yang memintaku terus berteman denganmu, kau tahu bukan jika hanya kita berdua karyawan wanita di restoran ini?"

Crystal mengangguk. "Aku tahu."

"Ya mungkin atas dasar itu Nyonya Lu ingin kita berdua berteman," ucap Rose kembali sekenanya. "Jadi kau mau berteman denganku, kan?" Rose mengulurkan tangannya ke arah Crystal.

Crystal terdiam selama beberapa menit, dia tidak langsung menerima uluran tangan Rose. Rasanya aneh dan Crystal merasa tidak nyaman, Rose adalah orang pertama yang mengajaknya berteman. Sebagai penerima beasiswa di sekolah, Crystal sama sekali tidak memiliki teman. Karena itu dia merasa aneh saat Rose menawarkan pertemanan padanya.

"Crys.."

"Tanganku kotor dan…"

Perkataan Crystal terhenti saat Rose secara tiba meraih tangan kirinya yang tidak terkena makanan. "Kita resmi berteman mulai hari ini kalau begitu," ucapnya tanpa beban.

Crystal nampak sangat kaget, dia sungguh tidak percaya Rose mau menjabat tangannya terlebih dahulu. Meskipun yang membuat luka di dalam dirinya adalah sang ayah, namun tingkat kepercayaan Crystal pada orang lain sangat kecil, karena itulah saat ini dia nampak sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Rose.

Rose melepaskan tangan Crystal dari genggamannya. "Baiklah kalau begitu, aku akan kembali ke meja kasir. Kita akan bertukar nomor ponsel setelah jam kerja selesai, ok."

"Ok."

Rose kembali tertawa lebar. "Senang berteman denganmu, Crys."

Crystal tidak menjawab perkataan Rose, suara pengunjung yang baru saja masuk ke restoran membuat Crystal tersadar dari lamunannya. Dengan segera Crystal pun kembali makan, dia tidak mau menyia-nyiakan makanan yang didapatkannya secara cuma-cuma itu. Makanan di restoran saja lah satu-satunya sumber perbaikan gizi untuk Crystal di saat libur sekolah seperti ini, uang saku dari sekolah sama sekali tidak cukup untuknya bertahan hidup karena itu Crystal memutuskan untuk bekerja. Crystal cukup sadar jika dirinya tidak bisa terus menerus menggantungkan hidupnya pada beasiswa yang dia dapatkan dari sekolah tempatnya menimba ilmu selama empat tahun terakhir itu.

"Temui aku di tempat ini tiga jam lagi," ujar Rose pelan seraya menyerahkan kartu stipstis club miliknya pada Crystal.

Crystal mengernyitkan keningnya, meskipun sudah tinggal di Melbourne hampir tujuh tahun namun dia tidak pernah mengeksplor tempat-tempat menyenangkan di kota yang memiliki julukan 'kota dengan empat musim sehari' itu.

"Ini tempat apa?" tanya Crystal bingung seraya membolak-balik kartu pemberian Rose.

Rose menaikan dua alisnya, sebuah kilatan misterius muncul di kedua mata coklatnya. "Kau belum pernah mengunjungi tempat-tempat semacam ini sebelumnya?"

Crystal menggeleng. "Belum, memangnya ini tempat apa?"

Rose menyeringai. "Tempat menyenangkan, kau pasti akan suka."

"Tapi…"

"Jangan lupa tiga jam lagi, gunakan pakaian apapun yang membuatmu merasa nyaman." Rose memotong perkataan Crystal dengan senyuman palsu terbaiknya. "Aku akan menjemputmu di depan tempat ini, sampai bertemu nanti malam Cyrstal. Bye."

Dengan langkah cepat Rose berlari meninggalkan Crystal yang masih berdiri dalam diam, karena jarak restoran Nyonya Lu dan jalan raya tidak terlalu jauh Crystal bisa melihat apa yang Rose lakukan. Rose naik sebuah mobil mewah!! Aneh…

Karena sudah merasa tidak nyaman dengan bajunya yang basah dengan keringat, Crystal lantas memutuskan untuk segera pulang. Pada saat-saat seperti ini dirinya begitu merindukan dinginnya air di dalam kamar mandinya yang melimpah itu.

Spearmint Rhino Gentlemen's Club. 9.30 PM.

Tidak ada yang tahu jika Rose sang kasir di restoran Nyonya Lu adalah bagian dari pekerja penari telanjang di salah satu striptis club terbesar di kota Melbourne, Rose yang cantik dan seksi itu berhasil menjalani kehidupan gandanya di dua tempat usaha yang berbeda.

Plak….

Sebuah tamparan keras dari tangan seorang lelaki gemulai mendarat di bokong Rose yang menggiurkan, karena hanya menggunakan pakaian super tipis alhasil tamparan itu langsung meninggalkan bekas merah di bokong seksi Rose.

"Ouchh…" desah Rose serak.

Lelaki gemulai bernama Eduardo yang baru saja menampar bokong Rose tertawa lebar. "Apa kabar yang aku dengar itu benar?"

"Kabar apa?" Rose pura-pura tidak tahu.

"Bad girl," geram Eduardo gemas. "Aku tahu kau mengerti kemana arah pembicaraanku."

Rose terkekeh. "1000% benar, karena aku sendiri yang merekrutnya."

"Lantas bagaimana kualitas barangnya?"

"Aku rasa kau akan mendapatkan keuntungan besar dari para pelangganmu yang tergila-gila dengan darah perawan, Eddie. Gadis ini benar-benar terjamin keasliannya."

"Benarkah!!!" Eduardo memekik kegirangan. "Kau akan mendapatkan bonus besar dariku setelah malam ini, Rose."

Kedua mata Rose terbuka lebar. "Berapa persen bagianku?"

"70%," jawab Eduardo penuh janji, jemarinya yang nakal kembali meremas bokong Rose.

Rose berjingkat saat jari-jari nakal Eduardo kembali menggodanya, meskipun Eduardo pecinta sesama jenis namun Eduardo tetaplah terlahir sebagai laki-laki.

"Ed…"

"Ok..ok.." Eduardo langsung melepaskan tangannya dari salah satu aset berharga Rose. "Kabari aku jika gadis itu datang, aku akan menyiapkan pakaian terbaik untuknya."

***

Crystal merapatkan jaket yang membalut tubuhnya saat sudah berdiri didepan pintu masuk Spearmint Rhino Gentlemen's Club, meskipun belum masuk kedalam bangunan yang berdiri kokoh di depan matanya namun Crystal sudah merasa sangat tidak nyaman. Banyaknya pasang mata yang sedang menatapnya bak hewan kelaparan sungguh membuat Crystal gelisah, beberapa kali Crystal membuka ponselnya untuk memastikan kembali alamat yang diberikan Rose tadi sore.

"Sebenarnya ini tempat apa?" Crystal berbicara dalam hati untuk kesekian kali.

Dan rasa penasaran Crystal langsung terjawab saat Rose tiba-tiba muncul.

"Kenapa tidak langsung masuk saja?"

Crystal mundur selangkah, mencoba membuat jarak dengan Rose yang malam ini terlihat begitu berbeda dengan Rose yang Crystal kenal ketika sedang bekerja di restoran Nyonya Lu. Terlihat seperti orang yang berbeda.

"Ada apa denganmu Crys?"

Crystal menggeleng. "Seharusnya aku yang mengajukan pertanyaan semacam itu padamu, ada apa denganmu? Maksudku ada apa dengan semua ini? Make up dan pakaianmu.."

Rose merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. "Ada apa dengan penampilanku? Bukankah penampilanku biasa-biasa saja?"

"Kau terlihat seperti orang yang tidak aku kenal."

Rose tertawa geli, tukang cuci piring di restoran tempatnya bekerja benar-benar menggemaskan. Rose langsung membayangkan jumlah uang yang akan dia dapatkan dari Eduardo setelah semuanya selesai, Crystal sungguh mangsa yang mudah.

Masih menggunakan topeng palsunya Rose berjalan ke arah Crystal, meskipun Crystal menolak pelukannya namun Rose tetap berusaha memasang senyum terbaiknya. "Ayo masuk," ajaknya lembut.

"Masuk kemana?"

"Ketempat ini tentu saja," jawab Rose cepat seraya menunjuk club tempatnya bekerja. "Kau tentu tidak akan pulang tanpa melihat keadaan didalam terlebih dahulu, bukan?"

Crystal kembali mengedarkan pandangannya, melihat keadaan sekitar club yang sudah dipenuhi laki-laki.

"Sepertinya aku tidak…"

"Jangan begitu." Rose langsung meraih tangan Crystal, mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat. Rose tersenyum geli saat merasakan betapa dinginnya tubuh Crystal saat ini, gadis perawan benar-benar menyenangkan. "Kau sudah dewasa Crys, sudah saatnya kau bermain-main di tempat seperti ini. Tenang saja, aku akan menjagamu. Percayalah padaku."

Bersambung