Chereads / Mendadak Menikah Denganmu / Chapter 17 - Menandatangani Surat Perjanjian

Chapter 17 - Menandatangani Surat Perjanjian

Ibu Ratna berdiri dari tempat duduknya, lalu mengajak Zoya ke dekat ruang operasi.

"Aku mau disini dulu, menunggu Pak Narendra. Dia akan datang kesini." Ujar Zoya.

"Oke."

"Nanti kamu menyusul kesana ya!"

"Iya."

Demi sang ayah, Zoya rela mengorbankan dirinya untuk dinikahi oleh seorang laki-laki yang tidak ia cintai.

"Zoya!" Narendra memanggilnya seraya menghampiri Zoya yang masih duduk di kursi sambil melamun. Zoya menoleh ke arah atasannya itu.

"Gimana ayahmu?" Tanya Narendra.

"Sedang di operasi."

Narendra duduk di samping Zoya, lalu ia membuka tasnya dan mengambil amplop berwarna cokelat. Jantung Zoya semakin berdebar-debar, ia melirik Narendra yang sedang membaca selembar kertas yang ia ambil dari dalam amplop berwarna cokelat tadi.

Zoya menghela nafas, ia belum siap jika disuruh untuk menandatangani surat perjanjian itu. Ia merasa takut, takut setelah menikah, Narendra malah akan menyakitinya.

"Zoya, ini kamu baca-baca dulu!" Titah Narendra sambil memberikan surat perjanjian itu.

Zoya membacanya dengan seksama, lalu ia menganggukkan kepalanya.

"Sudah paham kan semua yang saya tuliskan disini?" Tanya Narendra.

Zoya kembali menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, sekarang kamu tanda tangani!" Titah Narendra sambil memberikan pulpen pada Zoya.

Dengan tangan gemetar, Zoya mengambil pulpen itu. Narendra mengerti kalau menandatangani surat perjanjian pernikahan kontrak itu berat baginya, tapi tetap harus ia lakukan demi uang tujuh puluh juta rupiah, bahkan jika Zoya masih butuh uang lebih, Narendra pun akan memberikannya.

"Kamu nggak usah takut, saya bukan orang jahat!" Tutur Narendra.

"Saya mau membantu kamu untuk mendapatkan uang, tapi kamu harus membayarnya dengan melaksanakan pernikahan kontrak dengan saya. Karena kedua orang tua saya selalu menyuruh saya untuk menikah, saya pusing mendengarnya, makanya saya rasa kamulah orang yang cocok untuk melaksanakan pernikahan kontrak dengan saya." Jelas Narendra.

Zoya meletakkan selembar kertas itu di atas kursi, lalu ia menandatanganinya, setelah itu ia memberikan surat perjanjian itu lagi pada Narendra.

"Alhamdulillah, terima kasih ya! Nanti setelah ayah kamu sembuh, saya akan segera menikahi kamu."

Zoya menganggukkan kepalanya, lalu ia dan Narendra beranjak ke ruang operasi.

"Gimana, Bu?" Tanya Zoya pada Ibu Ratna yang masih menunggu di luar ruangan.

"Masih belum selesai operasinya."

Ibu Ratna melihat Narendra lalu tersenyum padanya.

"Oh iya Bu, ini perkenalkan, bos aku yang bernama Bapak Narendra, dia yang mau meminjamkan uang pada kita untuk biaya rumah sakit Ayah." Ucap Zoya seraya melirik Narendra yang berdiri di sebelahnya.

"Iya Bu, nanti saya yang akan menanggung semua biaya rumah sakit Bapak. Saya yang akan membayarnya."

Ibu Ratna pun bersalaman pada Narendra, "terima kasih ya Pak!" Ucap Ibu Ratna.

Ibu Ratna tak bisa memalingkan pandangannya dari Narendra, ia kagum pada bos dari putrinya itu, tampan, gagah dan baik hati, seolah tidak ada kekurangan padanya.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya dokter pun keluar dari ruangan operasi.

"Dokter, bagaimana suami saya?" Tanya Ibu Ratna.

"Alhamdulillah operasinya sudah selesai, semoga sebentar lagi Pak Hendra segera sadar." Jawab sang dokter.

"Aamiin ... " Balas Ibu Ratna.

Zoya merasa lega, ia berharap semoga Ayah Hendra bisa cepat pulih dan bisa segera pulang dari rumah sakit.

Zoya melihat jam pada ponselnya, waktu sudah menunjukkan pukul satu siang, Zoya belum menunaikan sholat dzuhur, ia pun beranjak ke musholla, Narendra mengekornya dari belakang, ia juga hendak melaksanakan sholat dzuhur.

Setelah selesai sholat, Narendra mengajak Zoya untuk makan siang di kantin rumah sakit, Zoya pun mau diajak makan siang bersamanya, karena perutnya juga sudah terasa lapar.

"Kamu mau makan apa? Pesan aja sana, nanti saya yang bayar!"

Zoya pun memesan soto ayam, nasi dan es teh manis. Narendra juga memesan makanan yang sama.

Zoya dan Narendra duduk bersebelahan, mereka sedang makan bersama. Yang biasanya, Zoya segan terhadap atasannya itu, kini ia sudah mulai harus terbiasa dekat dengannya.

"Kamu belum pulang ke rumah ya?" Tanya Narendra.

"Belum."

"Belum mandi juga?"

Zoya menggelengkan kepalanya, "belum."

"Oh, pantas aja belum ganti baju."

Zoya merasa malu, ia takut dirinya mengeluarkan aroma yang tidak sedap, ia takut Nadrendra kebauan berada di dekatnya. Zoya melirik atasannya yang sedang makan dengan lahap.

"Maaf ya Pak, kalau saya bau!" Ucap Zoya.

"Oh, nggak kok, kamu nggak bau."

'Syukurlah kalau aku nggak bau.' Batin Zoya.

"Kamu sudah mencoba pinjam uang kemana aja?" Tanya Narendra.

"Ke Tante dan Om saya, tapi nggak dipinjamkan karena kedua orang tua saya masih punya hutang dengan Tante dan Om saya itu."

"Berapa hutang orang tua kamu?"

Zoya menggelengkan kepalanya, "saya nggak tau jumlah pastinya, Pak."

"Nanti kalau kamu sudah menikah dengan saya, saya akan bayarkan semua hutang-hutang kedua orang tuamu!"

"Iya Pak, terima kasih."

Betapa mulianya hati Narendra, tapi tetap saja berat untuk Zoya karena harus menikah dengannya.

"Setelah ini, saya mau kembali ke kantor, kamu mau saya antarkan pulang atau masih mau berada disini?"

"Saya masih mau berada disini, mau melihat perkembangan Ayah."

"Oke, kamu kabari saya setiap saat ya tentang perkembangan Ayahmu."

"Iya, Pak."

"Oh ya, mulai sekarang, kalau di luar kantor, kamu jangan panggil saya Bapak, tapi panggil saya dengan sebutan, 'Mas'. Kecuali kalau di kantor dan di depan banyak orang, kamu harus tetap panggil saya Bapak!"

"Baik, Mas."

Zoya masih merasa canggung untuk memanggil atasannya itu dengan sebutan selain Bapak. Zoya baru beberapa hari mengenal Narendra, tapi sebentar lagi harus menikah dengannya. Zoya belum berani mengatakan pada Ibu Ratna mengenai hal ini.

"Ibu kamu mau dibelikan makanan juga?" Tanya Narendra.

"Boleh."

Narendra mengeluarkan uang seratus ribu sebanyak tiga lembar, lalu ia berikan pada Zoya. "Silahkan kamu beli makanan untuk ibu, sekalian bayar makanan ini!"

Zoya menerima uang itu, lalu ia membelikan beberapa roti dan juga air mineral. Setelah itu, ia juga membayar makanan dan minuman yang ia dan Narendra pesan tadi.

"Ini kembaliannya!" Ucap Zoya seraya memberikan uang kembalian pada Narendra.

"Ambil aja untuk kamu!"

"Terima kasih, Pak. Eh Mas!" Zoya memasukkan uang kembaliannya itu ke dalam saku celananya.

Zoya dan Narendra sudah selesai makan, lalu mereka melangkahkan kakinya menuju ruang tempat Ayah Hendra di rawat.

"Bu, Ayah sudah sadar belum?" Tanya Zoya saat kembali bertemu dengan sang ibu di depan ruangan.

"Belum."

"Kamu dan Pak Narendra sudah makan?" Tanya Ibu Ratna.

"Sudah, Bu. Kami sudah makan." Jawab Narendra.

Zoya memberikan roti yang tadi ia beli pada Ibu Ratna dan menyuruhnya untuk memakannya, karena Zoya tahu, Ibunya itu belum makan. Ibu Ratna memang tidak nafsu makan saat melihat suaminya masih terbaring lemah dan belum sadarkan diri.