Chereads / Mendadak Menikah Denganmu / Chapter 16 - Menyetujui Persyaratan

Chapter 16 - Menyetujui Persyaratan

Mata Zoya masih basah karena air mata dan kebingungan masih juga melanda dirinya. Ia memesan ojek online untuk kembali ke rumah sakit. Tak lama kemudian, ojek itu datang. Ia naik ke atas motor, lalu kedua matanya kembali menangis.

'Jika aku menikah dengan Pak Narendra, bagaimana dengan Dhafin? Namun, jika aku tidak memenuhi persyaratan itu, bagaimana dengan Ayah?' Batin Zoya, ia sedang dilanda kebingungan. Ia belum bisa memberikan keputusan.

Kringgg ... Kringgg ...

Telepon di atas meja Narendra berdering, lalu ia langsung mengangkatnya.

[Hallo]

[Pak, ada yang mau bertemu dengan Bapak.]

[Siapa?]

[Katanya sepupu Bapak, namanya Ferdi.]

[Oke, suruh dia masuk.]

[Baik, Pak.]

Tok ... Tok ... Tok ...

"Masuk!"

Ferdi masuk ke dalam ruangan Narendra, lalu ia duduk di kursi yang berhadapan dengan kakak sepupunya itu.

"Gimana, udah selesai psikotes dan interviewnya?" Tanya Narendra.

"Udah, psikotesnya lulus, lalu tadi langsung di interview dan di tawari gaji yang cuma UMR." Jawab Ferdi dengan nada bicaranya yang menganggap remeh.

"Memangnya kenapa Bro kalau gajinya UMR?" Tanya Narendra.

"Mana cukup Bro, tinggal di kota besar seperti ini gajinya segitu!"

Ferdi kurang bersyukur, padahal di luar sana, banyak pengangguran yang membutuhkan pekerjaan dan gaji yang layak, tapi ia malah menganggapnya uang sebesar itu tidak cukup untuk dirinya.

"Ya prihatin dulu, awal-awal kerja nggak bisa langsung gajinya gede." Ucap Narendra.

"Haduh, gimana ya? Gue terima nggak ya gaji segitu?"

"Kan kemarin lo sendiri yang minta kerjaan sama gue, tapi saat udah ada kerjaan, lo malah mau nolak."

"Gue maunya yang jabatannya lebih tinggi, Bro! Sekelas manager gitu."

"Ya terus sekarang, pengalaman lo apa? Lo pernah kerja dimana? Kalau dikasih jabatan yang tinggi, lo sanggup? Sorry, bukannya gue meremehkan kemampuan lo, tapi kerja dengan gaji yang tinggi tanggung jawab dan tantangannya juga berat lho!"

"Gue akan berusaha, gue yakin bisa. Gue kan tipe orang yang suka belajar, jadi gue suka dengan tantangan."

Narendra pun tertawa, "justru itu, lo merangkak dulu dari bawah sambil belajar, nanti perlahan baru deh lo bisa naik, karena yang dicari sekarang itu orang yang berpengalaman!"

"Lo, belum berpengalaman aja, mau gaji yang besar. Lo bikin aja sana perusahaan sendiri!" Sembur Narendra.

Ferdi pun terdiam sejenak. "Iya--iya, gue mau bekerja disini dengan gaji UMR."

"Nah, gitu dong!"

Mencari pekerjaan saat ini cukup sulit, bagi yang belum berpengalaman, memang tidak bisa tawar menawar gaji yang lebih tinggi. Jika memang kinerjanya bagus, nanti akan naik ke jenjang karir berikutnya.

Di waktu yang sama, Zoya sudah sampai di rumah sakit, lalu ia melangkahkan kakinya menuju ke ruang ICU.

"Zoya!" Panggil Ibu Ratna. Zoya yang sedang berjalan pun menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke belakang.

"Gimana?" Tanya Ibu Ratna yang terlihat panik.

"Dokter bilang, Ayah sudah mau dioperasi, nggak bisa menunggu lama lagi." Lanjut sang ibu dengan nafasnya yang terengah-engah.

"Oke, aku sudah dapat orang yang mau meminjamkan uang sebesar tujuh puluh juta rupiah." Spontan saja Zoya mengatakan hal itu, karena ia ikut panik.

"Serius kamu? Siapa orangnya?" Tanya Ibu Ratna dengan wajahnya yang terlihat sumringah.

"Bos aku, Pak Narendra. Dia yang mau meminjamkan uang tujuh puluh juta kepada aku."

"Oke." Ucap Ibu Ratna seraya berlalu dari hadapan Zoya.

Zoya berjalan menuju kursi kosong yang tersedia. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding. Ia sudah terlanjur mengatakan bahwa Narendra akan meminjamkan uang itu pada Ibu Ratna, itu artinya Zoya harus bersiap menerima persyaratan yang Narendra ajukan.

Zoya mengambil ponselnya yang berada di dalam tas, lalu ia langsung menelepon atasannya itu.

Drrttt ... Drrttt ...

Narendra yang masih berada di dalam ruangannya bersama Ferdi, mendengar benda pipih miliknya yang berada di meja itu bergetar. Ia melihat nama yang tertera di layar 'Zoya', ia langsung berdiri membelakangi Ferdi, lalu mengangkat panggilan dari Zoya tersebut.

[Hallo, Pak Narendra.]

[Iya, Zoya.]

Zoya sangat gugup, tapi ia harus mengatakannya demi kesembuhan sang ayah tercinta.

[Gimana Zoya?]

[Hhhmmm, saya mau menerima tawaran Bapak, karena saya sangat membutuhkan uang, Ayah saya mau segera di operasi.]

[Oke, nanti saya telepon balik, karena saya masih ada tamu.]

[Baik, Pak.]

Narendra menutup teleponnya, lalu ia kembali duduk di kursinya.

"Maaf Bro, gue lagi banyak kerjaan. Gue mau lanjut kerja dulu ya!" Ucap Narendra yang mengusir sepupunya itu secara halus.

"Yah, gue kirain lo mau ajak gue makan siang dulu, gue laper nih!"

Narendra merogoh saku celananya, lalu ia mengeluarkan dompet dan mengambil uang seratus ribu sebanyak tiga lembar, setelah itu ia memberikan uang tersebut kepada Ferdi.

"Gue nggak bisa temenin lo makan siang, karena masih banyak urusan." Ucap Narendra.

"Oke, makasih, Bro!"

Ferdi pun keluar dari ruangan Narendra.

Narendra mengambil ponselnya, lalu menelepon Zoya.

[Hallo Zoya.]

[Iya, Pak.]

[Kamu sekarang sedang ada dimana?]

[Di rumah sakit.]

[Oke, nanti saya kesana, sekalian kita ngobrol dan kamu harus tandatangani surat perjanjian.]

[Baik, Pak.]

[Tunggu saya disana ya.]

[Iya, Pak. Saya sedang di dekat ruang ICU]

[Oke]

Zoya menutup teleponnya. Batinnya kembali bergejolak, ia kembali menangis. Ia tak tahu nasibnya akan seperti apa jika menikah dengan orang yang tidak sama sekali ia cintai. Bagi Zoya, menikah butuh persiapan mental, tidak bisa menikah hanya dijadikan mainan.

Narendra sedang membuat surat perjanjian yang harus ditanda tangani oleh Zoya, ia akan menjalani pernikahan dengan Zoya, hanya untuk merubah statusnya saja, agar orang tuanya tidak terus menerus menyuruhnya untuk menikah, karena ia lelah terus menerus disuruh mencari jodoh, tapi jodohnya itu tak kunjung tiba.

Setelah surat perjanjian dengan materai itu sudah jadi, Narendra langsung keluar dari ruanganya.

"Imel, saya mau keluar dulu ya, ada perlu." Ucap CEO PT. Gandratama itu.

"Baik, Pak."

Narendra melangkahkan kakinya menuju ke lift, lalu ia turun menggunakan lift. Setelah sampai di basement, ia menuju kendaraan roda empat miliknya. Narendra menyetir kendaraannya sendiri menuju ke rumah sakit Bina Insan.

Zoya masih menunggu kedatangan Narendra. Perasaannya saat ini campur aduk, antara senang karena uang tujuh puluh juta itu sebentar lagi akan ia dapatkan, peluang Ayah Hendra pulih sangat besar, tapi juga tetap diiringi dengan doa kepada Allah. Namun di sisi lain, ia juga sedih karena sebentar lagi ia akan menikah dengan Narendra yang lebih cocok menjadi Om baginya dari pada menjadi suaminya.

"Kamu kenapa sih Zoy?" Tanya Ibu Ratna yang melihat putri sulungnya itu termenung.

"Nggak apa-apa Bu, aku hanya khawatir dengan keadaan Ayah."

"Saat ini kita hanya bisa berdoa, semoga operasinya berjalan dengan lancar dan Ayah bisa di selamatkan."

"Iya, Bu."