Ibu Ratna membayangkan mempunyai menantu seperti Narendra, seorang laki-laki yang mempunyai karir bagus tapi tidak sombong, ia ingin Zoya mendapatkan jodoh seperti sosok Narendra, karena tiba-tiba Ibu Ratna mengagumi pria yang berusia tiga puluh tahun itu, karena kebaikannya.
"Alhamdulillah sampai." Ucap Narendra, saat Pak Yono memberhentikan kendaraannya di dekat rumahnya.
Ibu Ratna membangunkan Tiara dan juga Erina yang tertidur di dalam mobil, lalu adik dan kakak itu pun terbangun.
"Terima kasih ya Narendra dan juga Bapak supir yang sudah mengantarkan saya ke rumah." Ucap Ibu Ratna.
"Iya, Bu." Balas Narendra.
"Mampir dulu yuk!" Ajak Ibu Ratna.
"Sudah malam, Bu. Saya mau langsung pulang saja ke rumah."
"Oh, ya sudah. Sekali lagi terima kasih."
"Iya."
Ibu Ratna dan kedua putrinya keluar dari mobil. Setelah mobil Narendra melaju, ia pun masuk ke dalam rumahnya.
"Bu, bosnya Kak Zoya baik banget ya!" Ucap Tiara sambil duduk di lantai.
"Iya, makanya beruntung Zoya punya atasan yang seperti itu." Balas Ibu Ratna.
"Atau jangan-jangan, Kak Narendra itu suka sama Kak Zoya?" Lanjut Tiara.
"Sepertinya nggak mungkin deh, karena Zoya dan Narendra bagaikan langit dan bumi."
"Mungkin aja, Bu."
"Hhmmm, andai Kak Zoya punya pacar seperti Kak Narendra, kita bisa makan enak terus." Ucap Erina.
"Haduh kamu kejauhan berkhayalnya." Ujar Ibu Ratna.
"Iya, karena baik banget sih." Lanjut Erina.
"Bahkan, Narendra sampai meminjamkan uang untuk biaya rumah sakit Ayah lho!" Tutur Ibu Ratna.
Tiara pun terkejut mendengarnya, karena ia baru mengetahuinya. "Oh ya? Lalu nanti gantinya gimana, Bu?"
"Mungkin nanti Ayah, Ibu dan Zoya yang akan mencicilnya."
Keluarga Zoya belum ada yang mengetahui kalau Narendra tidak akan meminta ganti uang biaya rumah sakitnya tersebut, ia hanya akan meminta Zoya untuk menjadi pasangan sementaranya.
Sudah pukul 23.15, Narendra baru saja sampai di rumahnya. Ia turun dari mobil, lalu langsung masuk ke dalam rumahnya.
"Kok lo baru pulang sih? Darimana?" Tanya Ferdi yang sedang duduk di ruang tengah.
"Iya, habis dari rumah teman."
"Oh."
Ferdi tahu sifat Narendra yang lebih senang menyendiri dari pada berkumpul dengan teman-temannya, makanya ia tidak percaya Narendra mengatakan habis dari rumah temannya. Ferdi pun beranjak ke belakang.
Tok ... Tok ... Tok ...
Ferdi mengetuk pintu kamar Pak Yono. Pak Yono pun membukakannya.
"Ada apa, Mas?" Tanya Pak Yono.
Mata Ferdi melihat ke sekeliling, ia takut Narendra atau asisten rumah tangga melihatnya dan mendengar ucapannya.
"Narendra tadi habis dari mana Pak? Kok baru pulang malam?" Bisik Ferdi.
"Habis dari rumah sakit."
"Hah, rumah sakit? Siapa yang sakit?"
"Saya juga nggak tau, karena tadi saya nggak masuk ke dalam."
"Oh."
Dengan wajah penuh tanya, Ferdi pun kembali ke ruang tengah, 'mungkin karyawannya yang sakit.' Batin Ferdi.
Narendra sudah berada di kamarnya, setelah selesai sholat isya ia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya.
***
Pagi telah menyapa seluruh bumi, matahari pun sudah menampakkan cahayanya, Zoya baru saja selesai menyuapi sang ayah sarapan pagi, setelah itu ia membereskan pakaiannya, karena hari ini sang ayah akan pulang ke rumah.
Zoya pun mengambil ponselnya, lalu menelepon Narendra.
Drrttt ... Drrttt ...
Ponsel milik Narendra bergetar, ia yang sedang sarapan pagi di ruang makan, langsung mengangkat telepon dari karyawannya itu.
[Hallo ... ]
[Iya Pak. Administrasi rumah sakitnya bisa di urus sekarang ya.]
[Oh oke, saya akan kesana sekarang.]
[Baik, Pak. Saya tunggu!]
[Iya.]
Narendra menutup teleponnya, lalu ia menghabiskan sarapannya dan bersiap pergi ke rumah sakit.
"Bro, lo mau kemana sih? Weekend begini masih sibuk aja?" Tanya Ferdi.
"Masih ada urusan yang belum selesai." Jawab Narendra sambil berlalu dari saudara sepupunya itu.
"Bro, minta duit dong! Gue kehabisan duit nih."
Narendra menghentikan langkahnya, lalu ia merogoh saku miliknya, ia pun mengeluarkan uang dua ratus ribu rupiah lalu ia berikan pada adik sepupu yang menumpang tinggal di rumahnya tersebut.
"Makasih, Bro!" Ucap Ferdi.
Setelah itu Narendra mengeluarkan kendaraan roda empatnya, lalu ia melajukan kendaraannya itu menuju ke rumah sakit.
Ferdi merasa heran pada saudara sepupunya itu, karena ia belum juga menikah, padahal jika ia mau memilih wanita manapun, pasti wanita tersebut akan mudah luluh padanya, karena ketampanan dan karir yang dimiliki Narendra. 'Cewek kayak gimana sih yang dia mau?' Batin Ferdi, karena kedua orang tuanya pun tak tahu wanita seperti apa yang Narendra inginkan.
Di waktu yang sama, Zoya baru saja bertemu dengan Dokter yang menangani Ayah Hendra, ia baru saja memeriksa keadaan sang ayah, lalu memberitahukan jadwal rawat jalan sang ayah. Setelah itu, Dokter kembali memeriksa pasien yang lain.
"Ayah nggak sabar mau cepat-cepat sampai di rumah." Ucap sang ayah.
"Sabar dulu, Pak Narendra aja belum datang."
Narendra masih berada di jalan, ia masih bertarung di jalanan menghadapi kemacetan ibu kota. Ada seorang pedagang asongan yang menawarkan dagangannya, lalu Narendra membuka kaca mobilnya dan ia membeli makanan tersebut.
"Ini uangnya, Pak." Ucap Narendra seraya memberikan uang seratus ribu rupiah padanya.
"Wah, nggak ada kembaliannya Pak."
"Ya sudah, ambil aja kembaliannya untuk Bapak." Ujar laki-laki yang memakai kaos dan kacamata hitam tersebut.
"Terima kasih, Pak."
"Iya."
Narendra kembali melajukan kendaraannya perlahan, karena masih macet. Dari spion, Narendra masih memperhatikan pedagang asongan tadi, ia seorang laki-laki yang sudah tua tapi masih harus berjuang mencari rejeki. Narendra sering merasa iba jika melihat orang yang seperti itu, diusianya yang sudah tak muda lagi, seharusnya hanya berkegiatan di rumah, tapi banyak orang yang masih harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Narendra jadi teringat sang ayah. Ayah Zairi, juga seorang pedagang ikan di pasar, saat Narendra masih kecil, ia sering membantu sang ayah. Namun sekarang sang ayah sudah tidak diizinkan untuk berdagang lagi, Narendra lah yang mencari nafkah untuk dirinya dan kedua orang tuanya.
Narendra sudah sampai di rumah sakit, ia memarkirkan kendaraannya, lalu beranjak ke dalam. Laki-laki yang memakai kaos lengan panjang berwarna hitam itu berjalan menuju ruangan Ayah Hendra.
Kreekk ~~
Narendra membuka pintu ruang rawat, lalu ia masuk ke dalam.
"Alhamdulillah." Ucap Ayah Hendra melihat kedatangan Narendra. Narendra mengajak Zoya untuk ke kasir, mengurus administrasinya.
Setelah sampai di kasir, Narendra membayarkan semua biaya rumah sakit yang berjumlah hampir delapan puluh juta rupiah, jumlah yang sangat besar untuk Zoya yang belum pernah mempunyai uang sebanyak itu.
"Saya akan antar kamu dan ayah kamu ke rumah. Nggak apa-apa kan?" Tanya Narendra.
Zoya menganggukkan kepalanya, ia memang butuh orang lain untuk membantu menuntun sang ayah.