"Saya benar-benar tidak tahu!" Anak buah Albert terus saja mengelak. Dia menatap tajam ke arah Syams yang masih tetap menarik kerah lehernya. Sesaat kemudian, Syams kembali memberikan pelajaran kepada lelaki itu. Berkali-kali dia mendaratkan bogeman mentah mengenai pipi kanan sekaligus kirinya.
"Hentikan, Syams!" Kali ini Gus Arfan memberikan teguran kepada Syams. Santriwan itu langsung menurut dan menghentikan aksinya. Dia mundur beberapa langkah. Sejenak mengusap kedua sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.
Anak buah Albert napasnya mulai tidak beraturan. Dia batuk berulang kali, sedang teman yang satunya masih terlentang di bawah tahanan Gus Arfan.
"Hei, siapa pun kalian, saya mohon ... tolongin saya." Cyntia yang sedari tadi menyaksikan aksi baku hantam mereka pun kini langsung mengeluarkan suara. Dia terus saja menggosok-nggosok kedua tangannya agar sedikit bisa terbuka. Namun, justru malah rasa sakit yang semakin dia rasakan, sebab ikatan yang begitu kuat.
"Astaghfirullah. Kita sampai lupa." Zul yang berdiri di dekat Syams pun bergegas mendekat ke arah posisi Cyntia.
"Maaf." Lelaki itu berujar seraya meminta izin untuk membuka ikatan di tangan perempuan itu terlebih dahulu. Setelahnya, dia langsung membuka ikatan di kedua kakinya. Di antara kedua anggota tubuh itu ketara jelas tanda merah akibat ikatan tadi.
"Terima kasih." Cyntia berujar. "Lebih baik kita langsung ke mansion Albert. Syifa sedang dibawa ke sana!"
Kedua anak buah Albert nyaris menoleh menatap Cyntia. "Kamu sudah bosan hidup apa bagaimana?" Salah satu dari mereka bersuara.
"Banyak bicara kamu!" bentak Syams. Dia kembali menendang kaki lelaki di depannya dengan keras, hingga nyaris membuat lelaki itu mengerang kesakitan.
"Lebih baik kita bawa dua lelaki ini ke kantor polisi." Zul mengusulkan. Dia beranjak mendekat ke arah lelaki yang ditahan Gus Arfan. Dengan cekatan, Zul langsung membangkitkan dengan kasar lelaki tersebut agar berdiri.
"Tidak perlu repot-repot. Polisi yang akan ke mari." Gus Arfan menyahuti dengan santai. Hal itu nyaris membuat kedua anak buah Albert membelalak. Bahkan, anak buah Albert yang tadi masih terlentang pun dengan susah payah mencoba berdiri seraya menahan berbagai rasa nyeri yang terus menjalar. Dia berniat untuk berlari dan kabur dari tempat ini. Namun, Syams yang langsung kembali menahannya bahkan mencekal erat kedua tangannya nyaris membuat lelaki itu tidak bisa pergi ke mana-mana.
"Selamat malam."
Suara dengan nada formal sontak membuat seisi gudang beralih menatap ke arah sumber suara. Didapatinya para polisi diikuti Bagas yang sudah berada tepat di tengah pintu gudang. Mereka yang melihat itu pun langsung tersenyum lega, terkecuali dengan kedua anak buah Albert yang semakin menunjukan raut paniknya.
***
Di lain sisi, Albert begitu lihai beraktivitas---mengusap lembut wajah Syifa. Pashmina perempuan itu sudah Albert tarik dengan kasar, karena Syifa tak kunjung menuruti perintahnya.
"Kamu membuatku candu dan rindu, Syifa." Albert berujar. Dia menyelipkan anak rambut Syifa di telinga perempuan itu.
Sedang Syifa mengalihkan pandang ke arah lain. Dia tidak sudi menatap lelaki sialan yang sedang melakukan hal sesuka hatinya seorang diri.
Perlahan, jemari Albert mulai tergerak seraya melepas bagian atas kancing kemeja milik Syifa.
Syifa yang tersadar akan itu pun langsung kembali menatap Albert. Dia dengan spontan langsung menutup kembali kancing kemejanya. Menyilangkan kedua tangan tepat di depan dada.
Albert mengeraskan rahangnya melihat reaksi Syifa.
"Albert! Saya bilang saya sudah berhenti! Kamu jangan gila seperti ini! Tolong ... biarkan saya pergi ...." Nada suara Syifa mulai melemah. Dia sudah lelah sedari tadi terus berteriak dan mengeluarkan tenaga untuk melawan Albert yang hasilnya tentu bisa dikatakan sia-sia.
Albert menyeringai. "Kamu amnesia apa bagaimana, Syifa? Sudah saya katakan, saya sama sekali tidak peduli akan perubahan kamu. Saya tidak akan melepaskan bahkan melupakanmu. Terlebih lagi ... tubuhmu," sahutnya dengan suara berat.
Syifa yang mendengar itu pun nyaris terbelalak. Spontan, dia langsung menampar Albert. "Sadar, Albert! Biarkan saya hidup di dunia baru saya."
Sejenak, Albert mengusap pipi yang baru saja ditampar Syifa. Sesaat kemudian, lelaki itu kembali menatap Syifa dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Hal itu membuat degup jantung Syifa semakin saling bersahutan.
Tanpa diduga, Albert langsung mencekal kasar kedua tangan Syifa seraya kembali mengangkatnya ke atas. Syifa merintih kesakitan akibat ulah kasar yang baru saja diperbuat Albert. Seolah kehilangan akal sehat, Albert langsung dengan cekatan melepas satu persatu kancing kemeja Syifa menggunakan tangan kanannya, hingga menyisakan bagian kancing kemeja paling bawah.
Lelaki itu menyunggingkan senyum. Meski sifat Syifa sudah berubah baginya, tetapi kesenangan yang didapatkan Albert sama sekali tudak berubah sampai sekarang.
"Albert, jangan ...."
Ucapan Syifa bahkan sama sekali tidak membuat Albert berhenti. Justru napas Syifa yang tersenggal-senggal semakin membuatnya menggila. Lelaki itu langsung melepas sisa kancing yang paling bawah.
Dor!
Suara membahana tembakan dari luar nyaris membuat aksi Albert terurung seketika. Perlahan, lelaki itu melepaskan kedua tangan Syifa.
'Tuan Albert sedang tidak bisa diganggu! Ada keperluan apa kalian ke mari! Kalian tidak sopan asal masuk mansion orang sembarangan!'
Albert sangat mengenali itu adalah suara maid yang bertugas di mansion miliknya. Bergegas, Albert langsung beranjak menuju pintu, tanpa terlebih dahulu memakai kemejanya yang berserakan di lantai. Dia ingin mengetahui siapa yang berani-beraninya menganggu waktu senangnya.
Syifa langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Dia kembali menutup kancing kemejanya seraya bernapas dengan lega. Kalau saja tidak ada keributan di luar, Syifa tidak tahu bagaimana lelaki sialan itu semakin menggila melakukan aksinya.
Tok ... tok ... tok!
'Saya bilang Tuan Albert tidak bisa diganggu. Silakan anda pergi dari sini!'
Albert semakin dibuat penasaran perihal apa yang sedang terjadi di luar. Dengan cekatan, dia membuka kunci pintu.
Namun, bersamaan dengan pintu yang terbuka, Albert langsung mengangkat kedua telapak tangannya ketika mendapati seorang polisi yang tengah mengarahkan pistol tepat di hadapannya.
"Ada apa ini? Kenapa ada polisi di sini?" Albert bertanya seraya menatap tajam ke arah maid. Sedang sang lawan bicara malah menggeleng sembari menatap ke arah lain. Albert mengikuti arah pandang maid tersebut. Kedua matanya membelalak menyaksikan Jo dan Je yang sudah ditahan polisi lagi.
Bahkan tidak hanya Jo dan Je saja, melainkan kedua anak buahnya tadi yang dia tugaskan untuk mengawasi Cyntia pun turut tertahan.
Sejenak, Albert kembali menatap polisi yang masih berada di hadapannya ini. Tanpa menunggu lama lagi, dia langsung mendorong tubuh polisi itu dan berlari keluar kamar seraya mencari jalan keluar.
"Hei jangan lari!"
Albert tidak perduli dan semakin mempercepat larinya.
"Mau lari ke mana kamu!"
Seorang yang Albert kenali adalah salah satu santriwan Al-Huda itu tengah sengaja menghadang jalan Albert, membuat lelaki itu mundur beberapa langkah guna kembali mencari jalan pintas. Namun, dua orang santriwan lain turut datang dan melakukan hal yang sama---menghadangi jalannya.
Dor!
Albert sejenak mengingat seraya merekam wajah tiga santriwan yang mengganggalkan aksinya, hingga sesaat kemudian, dia perlahan tumbang karena satu tembakan yang tepat mengenai kakinya.