Pagi ini, disinilah dia berada, di balkon tempat Rembulan terkadang minum kopi dan menikmati sarapan pagi. Atau tempat Rembulan menghabiskan sore dengan membaca novel. Raditya mulai hapal dengan jadwal Rembulan.
Ada saat momen canggung diantara mereka berdua pagi ini. Walaupun perempuan itu yang menawarkan secangkir kopi, tapi perempuan itu hanya melihat sekilas dirinya saat Raditya hadir dihadapannya. Sungguh, Raditya tidak pernah bisa mudah memahami Rembulan.
Akhirnya perempuan itu memecahkan kecanggungan diantara mereka berdua dengan setangkup roti.
"Aku sudah membuatkanmu setangkup roti dengan isian daging asap dan sayuran. Aku nggak tau kamu suka atau nggak dengan ini." Rembulan bicara sambil menyorongkan piring berisi roti dan daging asap. Raditya hanya bisa tersenyum melihat perempuan yang menatap dirinya lekat.
"Aku suka apapun yang kau suguhkan. Sungguh!" Raditya menunjukkan raut wajah serius, dia ingin perempuan itu tahu bahwa dia bersungguh-sungguh dengan perkataannya, bukan sekedar basa-basi.
Lagi-lagi perempuan itu hanya menatapnya. Dan itu menciptakan momen canggung berikutnya.
Raditya memilih menyesap kopinya dan mulai menikmati roti dengan isian daging asap. Ah, sempurna!
"Apa yang akan kamu kerjakan hari ini?"
Perempuan itu mengangkat pandangannya dari cangkir yang dipegangnya.
"Aku, hari ini aku hanya berada di rumah, mengerjakan novelku. Mungkin ke supermarket sebentar untuk berbelanja. Aku berjanji hari ini mengajak Bang Ari makan malam di rumah."
Janji? Sejak kapan perempuan ini berjanji? Sepertinya kemarin Raditya tidak mendengar Rembulan bicara soal mengundang Ari makan malam di rumah. Apakah pendengarannya yang kurang tajam. Sungguh Raditya tidak rela mendengar Rembulan memasak dan menyiapkan makan malam untuk laki-laki lain.
"Bukannya kalian akan menonton bioskop?"
"Ya, setelah pulang nonton kami akan makan malam di rumah. Aku sudah lama menjanjikan ini." Sepertinya Rembulan bisa membaca pikiran Raditya.
"Haruskah serepot itu?"
"Menurutku tidak merepotkan, lagipula aku suka memasak. Kalau punya teman pria paling mudah mengambil hatinya lewat perutnya, dari masakan yang kita buat." Rembulan tersenyum.
Raditya nyaris akan beranjak dari hadapan Rembulan.
"Maksudmu, kamu ingin mengambil hati Bang Ari?Apakah cinta lama bersemi kembali?" Raditya memainkan jarinya mengitari tepi cangkir kopi, dia tidak ingin menatap Rembulan saat menjawab pertanyaannya. Raditya belum siap untuk ditolak secara tidak langsung.
"Bukan...bukan itu maksudku! Kamu nggak akan mengerti !"
Raditya memiringkan sedikit kepalanya, dia memang tidak mengerti maksud perempuan ini. Lebih baik dia pergi, dia tak ingin mendengar Rembulan terus bicara tentang Ari.
"Terima kasih buat sarapan pagi ini, aku harus segera pergi untuk jadwal pemotretan hari ini." Raditya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
***
Apakah aku tadi salah bicara? Kenapa Raditya salah mengartikan kata-kataku? Bukankah benar bahwa mengambil hati seorang pria bisa lewat makanan? Lalu mengapa dia bicara soal cinta lama bersemi kembali?
Aku tidak bermaksud mengambil hati Bang Ari kembali, tak perlu bersusah-susah mengambil hatinya, dia mau kembali padaku. Aku hanya menyampaikan suatu pendapat bahwa seperti itulah salah satu cara untuk mendapatkan hati seorang pria. Aku tak tahu apakah cara ini sudah terbukti benar. Namun aku meyakininya.
Rembulan terus mengawasi langkah Raditya dari atas balkon saat berjalan melewati rumahnya. Dan Rembulan terus berada di balkon menunggu Raditya keluar dari rumah Rembulan. Dia suka melihat laki-laki itu.
***
Pemotretan siang ini berjalan dengan lancar, walaupun di luar sangat terik namun Raditya sama sekali tidak terganggu. Sebenarnya Raditya tidak terlalu suka menjadi model pakaian, tapi karena sang designer adalah teman dekatnya, dia tak kuasa untuk menolak. Sebisa mungkin dia membantu.
Raditya sedang beristirahat ketika Venita datang. Perempuan itu berjalan kearahnya lengkap dengan senyum lebar. Raditya tidak mengerti darimana Venita tahu keberadaannya. Sepertinya kemarin dia tidak bicara tentang jadwal pemotretannya.
"Hai, Dit! Kaget ya aku bisa ada disini?" Venita mengangkat tangan lalu menggoyang-goyangkannya.
"Dari mana kamu tahu aku ada disini?" Raditya bertanya dengan nada tidak senang. Dia tidak suka kalau Venita mulai menguntitnya.
"Kebetulan aja kemarin fotografernya cerita." Venita melihat ke arah fotografer sambil melambaikan tangan.
"Lalu, untuk apa kamu kesini?"
"Memangnya salah kalau aku sedikit memberi perhatian ke kamu?"
"Nggak salah, tapi aku nggak suka!"
"Lama-lama kamu akan terbiasa Dit !" Raditya hanya bisa mengerling sambil tersenyum kecut. Dia tidak menduga kalau Venita seperti ini. Raditya pikir dengan menolak Venita harusnya perempuan ini akan mundur. Raditya salah memperhitungkan Venita.
"Setelah pemotretan, apa jadwal berikutnya Dit?"
"Ho ho, tidak ada lagi teman yang bisa kamu tanya tentang jadwalku hari ini?" Raditya sedikit sinis. Dia benar-benar tidak suka cara Venita.
"Nggak perlu sinis, andaikan manajermu ada disini, aku lebih suka menanyai manajermu? Lagipula aku kenal baik."
"Telpon saja dia kalau kamu merasa kenal."
"Aku mau mengajak kamu nonton. Mau ya?" Venita berdiri disamping Raditya, berbisik kemudian bergelayut manja. Venita mengabaikan sikap sinis Raditya.
"Nggak tertarik !"
"Ayolah Dit!" Rayu Venita, perempuan itu merapatkan tubuhnya. Ingin rasanya Raditya mendorong Venita, tapi dia tidak mungkin bersikap kasar pada perempuan. Walaupun perempuan itu sangat tidak menyenangkan, seperti Venita.
"Kalau aku nggak mau, apa kamu akan terus memaksa?" Raditya tersenyum sinis. Dia tidak habis pikir ada perempuan yang memaksakan kehendaknya. Venita mengangguk sambil tersenyum, "Sampai kamu mau." Bibirnya didekatkan pada telinga Raditya.
"Oke !" Raditya menepis tangan Venita. "Aku mau kerja lagi!" Raditya berlalu dari hadapan Venita. Siang ini kesabarannya diuji dengan kehadiran Venita.
***
Rembulan memilih memasak makanan yang aman dimakan nanti malam, nggak pakai ribet. Karena setelah menonton bioskop mereka akan langsung pulang dan makan malam, jadi Rembulan tak perlu susah memasak lagi cukup dihangatkan saja. Dia melihat hasil kerja kerasnya siang ini di meja makan. Begitu Rembulan melirik jam dinding, senyumnya berubah menjadi cemas, " Oh Tuhan, aku harus bersiap-siap!"
Dia masih harus mandi dan memblow sedikit rambutnya agar terlihat rapi, tidak mencuat kemana-mana. Rembulan ingat dia juga belum memilih pakaian yang akan dikenakannya. Padahal itu salah satu proses yang sulit menurut Rembulan. Apalagi ini seperti kencan saja, kata Raditya sih begitu. Dua orang, laki-laki dan perempuan, pergi berdua itu seperti berkencan. Mengingat Raditya tiba-tiba Rembulan merasakan kehangatan.
Raditya mau nggak ya kalau makan malam bareng? Masakanku cukup untuk dimakan lebih dari dua orang. Ah, nanti akan kutanyakan.
***
Ponselnya berdering, nama Rembulan muncul di layar, bibirnya langsung membentuk senyuman.
Raditya mendengar suara Rembulan menyapa lalu bertanya apakah dia mau ikut makan malam bersama Bang Ari di rumahnya?. Senyumnya mendadak pudar begitu mendengar nama Ari.
Oh Tuhan, ada apa dengan hari ini?