"Paha ibu sakit. Ada yang ngeganjel."
Ia menatapku dengan penuh tanda tanya.
"Itu burungnya keras. Kena paha ibu."
"Eh iya, maaf bu." Jawabnya dengan malu-malu."
"Tegang ya?"
"Iya bu. Maaf." Balasnya sambil membenahi posisi kemaluannya.
"Mau ibu Lemesin?" jawabku sambil perlahan mensejajarkan posisi tubuh kami agar tanganku menjangkau kemaluannya.
Pram menatapku, seolah ingin memastikan apakah kegundahan hatiku telah berlalu. Tatapannya penuh selidik.
Sesaat kemudian, ia menggelengkan kepala.
"Bener gak mau?" tanyaku lagi sambil mulai menyelipkan tanganku kedalam celana yang ia kenakan.
Kulihat sekilas keraguan diwajahnya, namun akhirnya ia kembali menggelengkan kepala. Ia menolak tawaranku.
"Sebaiknya ibu mandi, biar kita bisa cepat berangkat." Jawabnya sambil mengusap pipiku dengan lembut.
Aku tersenyum, sekaligus tersentuh dengan jawabannya.
Jika saja lelaki lain yang ada bersamaku saat ini, sangat mungkin lelaki itu akan menerima tawaranku dengan senang hati.
Tetapi tidak dengan Pram. Pemuda yang sedang mencoba membantuku untuk melangkah dalam lembaran baru hiduku ini bukanlah lelaki biasa. Pram Unik, caranya menjalani kehidupannya membuatku terhanyut dalam arus yang tenang.
"Iya, ibu mandi deh.. tapi…"
Pram memandangku dengan tatapan aneh.
"Tapi..?" tanyanya.
"Tapi…"
"Tapi.. dingin."
"Ibu mau mandi pakai air hangat? Kalo mau, saya rebus air untuk ibu mandi."
"Eh, gak usah sayang." Jawabku sambil mengusap rambutnya.
"Ya udah, ibu mandi dulu ya.. kamu tiduran aja dulu disini."
Pram mengangguk, lantas mengecup keningku.
Gerimis beberapa jam yang Turun semalam berimbas pada air shower yang mengalir dikamar mandiku. Suhunya teramat dingin, sehingga aku tak betah berlama-lama disana. Tak sampai lima menit, aku melangkah keluar dari sana.
Pram terheran melihatku.
"Biasanya kalo perempuan mandi,lama banget, tapi ibu mandinya kayak cowok, cepet banget."
"Airnya dingin banget" jawabku sambil mengusapkan handuk ke tubuhku.
Aku telanjang didepan Pram yang sedang duduk di tepian ranjang. Ia lantas berdiri, meraih handuk itu dari tanganku dan megusapkannya ke seluruh tubuhku.
"Makasih ya Pram." Sesaat setelah ia menyerahkan lagi handuk padaku.
"Iya bu." jawabnya ambil memelukku.
"Hhhhmmmm… enak.. badan kamu anget." Bisikku.
Pram lantas mempererat pelukannya sambil mengusap punggungku.
"Sekarang ibu pakai baju ya, biar gak dingin." Pram melepaskan pelukannya, kemudian kembali duduk di tepian ranjang.
Pandangan matanya tak lepas dari tubuh telanjangku, yang tengah sibuk memilih pakaian didalam lemari. Tidak banyak pilihan pakaian yang tersedia didalam almari, karena sebagian besar kutinggalkan dirumah orangtuaku.
"Ketat banget sih bu, itu sampe nyeplak gitu.." ujar Pram melihat celana dalam yang kukenakan.
"Masa sih??"
Benar apa yang dikatakannya, saat aku melihat kebawah, celana dalam itu sedikit terlalu ketat karena ukurannya sedikit kecil untuk pinggulku.
*
"Iya yah.. nyeplak banget." Gumanku.
"Ganti aja ya."
"Eh,kok diganti sih bu?"
"Emang gak nyaman ya bu?" tanyanya sambil beringsut ke ujung ranjang, lalu duduk ditepinya.
"Ya enggak sih.. rasanya biasa aja. Kamu gak suka?" tanyaku sambil melangkah mendekat.
"Lho kok ibu malah tanya saya?"
"Iyaa.. siapa lagi yang ibu tanya, sayang, kan cuman kamu yang bisa ngelihat ibu begini." Jawabku sambil merapatkan tubuhku agar kemaluanku tepat berada didepan wajahnya.
"Gak usah diganti bu, pakai yang ini aja. Lagian juga gak kelihatan dari luar." Jawabnya sambil memandang wajahku.
"Ya udah, ibu manut sama kamu."
Pram kembali memandangi gundukan kemaluanku yang nampak menggembung.
"Nggemesih…!" gumannya pelan.
Aku tertawa melihat tingkahnya, layaknya anak kecil yang terpukau pada sesuatu yang menjadi kesukaannya.
"Nggemesin gimana sih sayang?" tanyaku sambil mengusap kepalanya.
"Ini lhooo.. tembem banget bu.."
Aku lantas menunduk, meraih tangannya dan membimbingnya untuk menyentuh kemaluanku.
"Biar kamu gak penasaran" gumanku sambil sedikit menekan jemarinya agar menjamah bagian bawahku.
Hampir lima menit lamanya ia menjamah kemaluanku, mengusapnya dengan lembut, menekannya, hingga membuatku mulai bergairah.
"Mau ibu bukain?" tanyaku sambil bersiap menurunkan celana dalamku dihadapannya.
Pram menengadah, memandangku sambil menggelengkan kepala.
Ia lantas berdiri dan kedua tangannya memegang pinggangku. Untuk beberapa saat kami saling bertatap mata, kemudian saling mendekatkan wajah dengan perlahan. Kami akan berciuman!
Dan ketika bibir kami bertemu, Pram melumat bibir atasku dengan lembut, sedangakan aku melumat bibir bawahnya. Hampir beberapa detik kami berciuman, saling menyatakan rasa dalam sebentuk ciuman yang sungguh romantis bagiku.
Di akhir ciuman, kami berpelukan dengan sangat erat.
"Terima kasih." gumanku ketika ia mengecup keningku lalu melepaskan pelukannya.
Pram kembali duduk, dan aku segera mengenakan pakaian agar ia tak menungguku terlalu lama.
"Bener nih ibu boleh pakai baju sekarang?" tanyaku sekali lagi.
"Hhmmmm… dari tadi ibu godaain saya terusss…"
Aku tertawa mendengar jawabannya.
"Ibu pengen?" tanyanya sambil kembali berdiri dan melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.
"Menurutmu?" tanyaku kembali.
*
Ia hanya tersenyum, lantas kedua tangan diletakkannya dipipiku.
"Ditahan dulu ya, sekarang kita harus berangkat, biar cepat ketemu Nova."
"Iyaaaa…" jawabku sambil mengusap pipinya.
Pram telah menyiapkan sarapan untukku, segelas teh yang telah dingin dan segelas kopi untuknya. Ia pun telah meyiapkan roti tawar yang telah diolesi selai, menu kesukaanku untuk sarapan pagi.
Hampir jam setengah lima subuh kami meninggalkan rumahku, untuk menemui dia yang menjadi matahariku, Nova Andria, Putri kecilku.
*
Suasana masih gelap gulita, namun jalanan telah terlihat ramai.geliat kota pelajar telah dimulai, bahkan sebelum matahari terbit.
"Emang kemarin Rita Ngapain? Kok ibu sampe teriak gitu sih bu?"
"Ooo itu lhoooo, Rita itu ngomongin yang gitu itu."
"Sebenernya sih ibu mau aja ngomongin gituan, tapi ibu inget pesen kamu, suapaya gak ngomong gitu sama orang lain." Sambungku lagi.
"Maksudnya apa bu? Emang ngomongin apaan sih?"
"Dduuuhhhhh.. kamu ini.. lemot yaaaaa." Protesku sambil mencubit pipinya.
"Lhooo…?? Gituan apaa sih bu??" tanyanya sambil berkonsentrasi dibelakang stir mobil.
Aku tertawa melihat kebingungan Pram akibat bahasa kalimatku yang tidak jelas.
"Haddduuuhhh Pram… ya udah.. kemarin itu kita ngomongin soal pacaran."
"Trus dia cerita kalo lagi LDR. Dia bilang enakan pacaran gak LDR, bisa ketemuan tiap saat, bisa kelonan."
"Nah, pas diparkiran itu, dia bilang, ujan-ujan itu enaknya gituan. Makanya ibu teriak, gemes, geregetan sama usilnya dia."
Pram tertawa mendengar ceritaku tentang kejadian kemarin.
"Rita emang usil bu, semua teman-temen udah pernah jadi korbanya."
"Tapi dia paling seneng ngerjain saya bu, gak tau kenapa." lanjutnya.
"Karena kamu itu asik, kalo di usilin gak Ngebales." Pram tertawa sambil menggelengkan kepala.
Begitulah adanya dia, jarang sekali membalas sindiran atay ejekan dari teman-temannya. Ia hanya tertawa, membiarkan mereka samapi mereka jenuh.
"Tapi dia gak pernah cerita ke saya soal gituan sih bu. Hhmmm.. ternyata Rita nakal juga."
"Ya karena kamu cowok. Dia pasti sungkan, malu kalo cerita gituan sama kamu."
"Kalo ibu kan perempuan, jadi dia ngerasa bebas aja, gak malu-malu."
"Mungkin kalo sama Nina, Rita juga nakal gitu, usil yang jorok gitu."
"Masa sih? Nina kan pendiam bu, alim gitu." Jawabnya.
"Ya mungkin aja sih Pram. Ibu juga belum begitu kenal Nina, abisnya dia pendiam banget,