Tampaknya Handoko sudah mempersiapkan semuanya, sehingga tidak ada celah untuk Gavin beralasan menolak permintaan ayahnya, Handoko juga sudah mendengar pertunangan Gavin dengan kekasihnya, namun dia tidak pernah menyetujuinya Karena Handoko melihat bagaimana karakter wanita itu membuat Gavin terbawa arus pada keburukan, dan akad nikah pun digelar langsung di rumah sakit di depan ayahandanya, suami Kinan sendiri.
Gavin mengucap akad di depan ayahnya,penghulu, juga para saksi, dengan satu tarikan napas kini Gavin dan Kinan syah menjadi pasangan suami istri.
Air mata Kinan luruh begitu saja, dia tidak menyangka dengan permintaan terakhir suaminya. Bahkan setelah ijab selesai, Handoko mengatakan dirinya merasa lega karena telah melepaskan Kinan. Sementara Gavin pergi mengejar kekasihnya kerena dia yakin kekasihnya menyaksikan akad pernikahan tersebut.
Kinan mendekat, gadis itu tidak tahu apa yang Harus dia lakukan saat ini bahkan mencintai Gavin pun dia tidak.
"Mas ..." Kinan melihat Handoko menangis, entah tangis bahagia atau justru sedih.
"Aku ikhlas kamu menikah lagi Kin, masa depan kamu masih panjang dan tolong jaga Gavin sadarkan dia, aku yakin kamu bisa."
"Mas ... demi Tuhan aku mencintai Mas, kebaikan Mas tidak terhingga selama satu tahun ini," ucap Kinan sambil terisak. Dadanya begitu bergemuruh dia menjatuhkan pelukannya pada pria yang sudah satu tahun mengisi hatinya.
"Dada Mas sesak Kin, Mas sudah tidak kuat lagi."
"Mas!"
Sambil berlinang air matanya, Kinan menoleh pada Handoko yang terlihat sedang meregang nyawa, Kinan menggoyang-goyangkan badan Handoko namun suaminya itu sudah tiada.
"Dokter! Dokter!" Kinan berteriak histeris dia memanggil dokter berkali-kali, dokter kemudian datang dan menghampiri Handoko dengan cepat memeriksanya, namun dia menggeleng membuat Kinan kembali memeluk Handoko.
"Maaf bu sepertinya Bapak sudah tidak ada."
"Mas, jangan tinggalkan Kinan Mas." Kinan merasa tidak percaya jika saat ini suaminya meninggalkan Kinan untuk selama-lamanya.
"Dokter tolong, dokter pasti salah mendiagnosis, suami saya pasti masih hidup dok."
"Maaf bu, pasien sudah meninggal, kami mohon maaf tidak bisa melakukan yang terbaik."
Kinan langsung mendial nomor Gavin memberitahukan jika ayahnya meninggal, namun pria itu merijek panggilan dari Kinan.
"Sial! Kenapa sih wanita itu hubungi gue terus!" Gavin kesal, dia sedang mencari jejak Alisa kekasihnya,Gavin tahu jika Alisa merasa terpukul dengan apa yang Gavin lakukan padanya. Jika bukan karena permintaan ayahnya yang sedang sekarat mungkin Gavin tidak akan sudi menikahi Mama tirinya sendiri. Gavin melajukan mobilnya dengan cepat pada sebuah Bar cukup terkenal di kota Jakarta, dia tahu jika Alisa akan pergi ke sana saat setiap kali dia sedih dan terpuruk karena perkenalan mereka pun memang berawal dari sana.
Suara dentum musik memekakkan telinga begitu Gavin masuk ke dalam Bar yang cukup ketat itu. Penjagaan yang ketat membuat semua pengunjung nyaman saat berkunjung, Gavin mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, dia tidak melihat Alisa dia kursi pengunjung, hanya ada beberapa wanita yang sedang melayani pria hidung belang, dan dia pastikan itu bukan Alisa, Gavin menoleh ke samping Kiri, dia melihat dari kejauhan seperti kekasihnya, wanita itu hendak dibawa oleh pria ke sebuah kamar VIP membuat Gavin langsung berlari mengejarnya.
Dia langsung menghampiri Alisa, dan benar dia adalah kekasihnya yang sudah dalam keadaan sedikit mabuk.
"Alisa!"
Alisa terhuyung kemudian tertawa saat melihat Gavin, lalu kemudian menangis. Gavin langsung menariknya dan mengatakan jika dia adalah kekasihnya pada pria yang hendak membawa kekeasihnya.
"Ini kekasih saya!" Ucap Gavin menarik Alisa.
Alisa sempat menolaknya,wanita itu merasa prustasi dan kecewa dengan sikap Gavin kali ini dia hanya ingin menenangkan dirinya menerima kenyataan jika Gavin pengkhianat,menurutnya bersenang-senang dengan pria lain untuk melampiaskan rasa kekecewaannya bukan ide yang buruk.
"Kamu mabuk Alisa."Gavin membawa Alisa pulang ke apartemennya. Dia tidak peduli dengan Alisa yang memberontak saat digendong.
"Aku tidak mabuk Gavin, aku tidak mabuk!"
Gavin memasukkan Alisa ke dalam mobil lalu menguncinya wanita itu tampak menangis prustasi. Sepanjang perjalanan Alisa hanya menangis, walaupun Gavin sudah menjelaskan berkali-kali jika pernikahan itu hanya pernikahan palsu karena dia terpaksa melakukannya.
"Aku mau ke kamar," kata Alisa bersikap dingin, kepalanya sudah tidak karuan seperti hendak pecah dia pun sudah malas melihat Gavin dan kecewa terhadap kekasihnya. Namun Gavin langsung mencekal tangan Alisa.
"Alisa please, ini hanya pernikahan sandiwara, aku tidak akan menganggap dia sebagai istri, semua hanya topeng saja demi ayah, itu saja," kata Gavin kembali merayu Alisa. Meyakinkan wanita itu jika tidak ada yang akan berubah walaupun dia sudah menikah dengan wanita itu karena memang Gavin tidak mencintainya.
"Tapi harusnya kamu bisa menolak Vin, kita mau menikah!"
"Kita akan tetap menikah, aku akan tetap menikahi kamu."
"Jangan gila! aku bukan wanita bodoh!"
"Sayang seharusnya kamu tahu jika dari dulu aku mencintaimu, andai saat ini posisi itu ada di kamu apa yang kamu akan lakukan?"
Alisa terdiam namun tangisannya masih berderai, namun karena rasa cinta yang mendalam terhadap Gavin,wanita itu akhirnya luluh juga.
"Kamu janji akan menganggap dia hanya ibu tiri saja?"
"Ya ampun sayang, dari dulu memang dia ibu tiri aku, cinta dan sayangku hanya sama kamu Alisa kita sudah hampir akan menikah kamu harus percaya itu."
"Gavin ..." tangis Alisa pecah lalu memeluk pria itu, rasanya dia tidak sanggup harus berpisah dan ditinggalkan Gavin begitu saja karena Gavin pria yang sangat dia cintai dan pria itu sudah mendapatkan semuanya dari Alisa.
"Aku pastikan hubungan kita tidak akan berakhir Alisa aku mencintaimu." Gavin menatap Alisa lekat, menghapus air matanya yang mengalir sedari tadi.
"Kamu wanita yang tidak tergantikan Alisa," kata Gavin, menempelkan perlahan bibirnya pada bibir tipis Alisa menggendong Alisa masuk ke dalam kamarnya.
"Apa yang akan kamu lakukan Gavin, aku merasa pusing."
"Tidak akan lagi rasa pusing setelah kita melakukan ini,"kata Gavin, pria itu sudah merasa candu pada Alisa sejak menyentuhnya pertama kali kemarin, dan hari ini Gavin tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya kembali.
Berulang kali ponselnya Berdering tidak membuat pria itu menghentikan untuk membuka pakaian Alisa. Gavin menginginkan Alisa keduanya kalinya, wanita itu pun tampak terlihat pasrah dan memuja Gavin ingin membuktikan jika dialah wanita yang terbaik untuk dirinya. Namun saat keduanya hendak memadu kasih, Ponsel Gavin kembali berbunyi dengan dering yang berbeda, dia tahu dering itu dering ponsel panggilan dari ayahnya, tampak di layar ponsel nama Ayah tertera di sana.
"Angkat saja dulu aku tidak mau suasana terganggu hanya gara-gara dering Ponselmu kalau bisa sekalian matikan ponselnya,"Titah Alisa merasa risih dengan bunyi ponsel Gavin dari tadi. Gavin mematikan ponselnya seperti yang diinginkan wanitanya. Dia tersenyum lalu memadu kasih dengan Alisa.
"Gavin mematikan ponselnya,"kata Kinan lemah pada Frans adik Handoko yang sudah tiba di rumah sakit setelah Kinan menghubunginya.
"Dasar anak tidak tahu diri! Kinan sendiri sudah menceritakan semuanya pada Frans tentang pernikahannya bersama Gavin, meski merasa aneh namun dia setuju jika tujuan Handoko kakaknya agar anaknya sadar.
"Kita langsung bawa pulang saja jenazah bang Handoko Kin, sebaiknya tidak usah menunggu Gavin yang entah pergi ke mana, kasihan mayat bang Handoko."
Kinan mengangguk menyetujui ide bang Frans, dia langsung mengatakan pada pihak rumah sakit untuk langsung membawa jenazah suaminya ke rumah.
Seketika kediaman Handoko mendadak ramai, para pelayat, sanak saudara, serta para tetangga mengunjungi kediaman Handoko untuk berta'jiah berbela sungkawa, bahkan rekan kerja Kinan Mawar hadir di sana, dia tahu semua tentang Kinan dan Handoko.
"Kamu sabar Kin, ini sudah menjadi takdir hidup kamu."
"War, Mas Handoko baik sama aku, bahkan dia tidak pernah sedikitpun marah padaku. kami tidak pernah bertengkar."
"Dia sudah tenang, dia tidak akan merasakan kesakitan lagi dengan penyakit yang dideritanya."
"Aku ikhlas Mas Handoko pergi, aku ikhlas karena dia tidak akan merasakan sakit lagi."
Frans mendekati Kinan dan mengatakan sesuatu.
"Bagaimana apa harus menunggu Gavin Kin, mereka bilang lebih cepat lebih baik untuk segera di kebumikan."
"Tapi bang, aku takut Gavin marah, tunggu saja dulu satu jam lagi," ucap Kinan. Wanita itu tidak ingin anaknya menyesal tidak melihat ayahnya untuk terakhir kalinya. Frans pun kembali mendial nomor Gavin, bahkan dia juga mencari tahu pada teman-temannya namun semua temannya tidak tahu, mereka memang tahunya saat ini Gavin bekerja di luar negeri.
Satu jam berlalu dan hari pun semakin sore, tidak mungkin lagi Frans menunggu lama karena abangnya meninggal sudah dari pagi tadi. Karena sudah berunding dengan keluarga besar, Frans memutuskan untuk segera menyolatkan abangnya dan segera menguburkan jenazah Handoko. Kinan tidak bisa berbuat banyak, dia pun ingin melihat suaminya pergi dengan tenang.
Jenazah akhirnya di sholat kan dan langsung di kebumikan, ambulance dinyalakan menuju ke peristirahatan terakhir Handoko.
Gavin yang baru saja sampai di rumahnya terkejut dengan banyaknya para tamu dan bendera kuning di depan rumahnya.
'Ada apa ini' gumamnya pelan. jantungnya berdetak lebih cepat dan dadanya bergemuruh teringat seketika sang ayah.
"A-ayah!"